TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA
FAKTA Gas Air Mata Kedaluwarsa Tahun 2017 Ditembakkan di Tragedi Stadion Kanjuruhan, Temuan KontraS
KontraS mendapatkan bukti selongsong gas air mata yang kedaluwarsa pada tahun 2017 yang ditembakkan di dalam stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022
Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM , MALANG - Fakta baru terkait penembakan gas air mata kedaluwarsa tahun 2017 dalam tragedi Kanjuruhan yang memakan korban 132 nyawa Aremania didapat KontraS.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan mendapatkan bukti selongsong gas air mata yang kedaluwarsa pada tahun 2017 yang ditembakkan di dalam stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Temuan gas air mata kedaluwarsa sejak tahun 2017 ini tentunya jadi pengingat semua pihak bahwa semakin banyak temuan kesalahan prosedur terkait penembakan gas air mata di tragedi stadion Kanjuruhan Malang.
Baca juga: 7 Fakta Aremania Turun Lapangan Peluk Adilson Maringa, Dari Sini Awal Mula Kekerasan Aparat Terjadi
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga memiliki perhatian khusus pada penembakan gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022.
Dari data dan fakta yang dikumpulkan sejauh ini, KontraS berkeyakinan bahwa kematian ratusan korban tragedi Kanjuruhan disebabkan oleh gas air mata.
Sekjen Federasi KontraS, Andy Irfan mengatakan, polisi tidak bisa terburu-buru menyimpulkan bahwa penyebab kematian ratusan korban itu adalah himpitan dan desak-desakan.
"Sangat banyak fakta di lapangan menunjukkan, bahwa ratusan orang yang meninggal itu tergeletak lemas di tribun saat mereka belum turun dari tribune. Artinya, kita bisa menduga bahwa mereka meninggal akibat asap gas air mata," ujar Andy, Kamis (13/10/2022).
Ia juga meminta kepada pihak kepolisian, agar menyampaikan secara terbuka kepada publik terkait informasi jenis senjata gas air mata yang digunakan saat tragedi Kanjuruhan.
"Sampai sekarang, polisi belum merilis gas air mata yang digunakan itu jenis apa saja. Keterbukaan informasi terkait hal ini sangat penting, untuk membuka tabir apa penyebab utama kematian ratusan penonton,"
"Federasi KontraS mendesak, agar kepolisian segera mengeluarkan informasi menyangkut jenis senjata gas air mata yang saat itu dipakai. Artinya, kalau polisi mau menyimpulkan penyebab kematian bukan karena gas air mata, maka kita menantang agar polisi membuka informasi kepada publik terkait jenis senjata gas air mata yang saat itu dipakai," bebernya.
Andy mengungkap dari bukti selongsong gas air mata yang ditemukan di lokasi, pihaknya menemukan bahwa sebagian gas air mata itu telah kedaluwarsa.
"Sejumlah selongsong gas air mata telah kami temukan, dan sebagian ada data selongsongnya dan sebagian tidak. Untuk warna selongsong gas air mata yang ditemukan itu, ada yang hijau, merah, serta kuning. Dan dari selongsong gas air mata yang ditemukan itu, sebagian telah kedaluwarsa di mana tertulis masa kadaluwarsanya 2017," bebernya.
Andy Irfan juga menambahkan, beberapa temuan selongsong gas air mata itu telah diserahkan ke Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
"Ada satu atau dua selongsong, telah diserahkan ke TGIPF. Sedangkan sekitar lima atau enam selongsong, masih kami pegang," pungkasnya.
Baca juga: #STYSilahkanMundur , Respon Warganet Saat Pelatih Timnas Dukung Ketum PSSI Soal Tragedi Kanjuruhan
Tersangka Ingatkan untuk Fokus ke Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan
Salah satu tersangka kasus Tragedi Kanjuruhan, Abdul Haris seolah mengingatkan semua pihak untuk fokus kepada penembakan gas air mata sebagai biang kerok penyebab kematin 132 korban Aremania.
Pengingat untuk fokus kepada penembakan gas air mata di stadion Kanjuruhan ini tak lepas dari makin berkembangnya isu penanganan Kasus Tragedi Kanjuruhan.
Selain itu, sejauh ini masih minim pernyataan resmi terkait penembakan gas air mata yang ditujukan pada penonton di stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022, termasuk tentang fakta kandungan dan dampak gas air mata.
Abdul Haris yang merupakan Ketua Panpel Arema FC, menyoroti gas air mata yang diduga menjadi biang kerok jatuhnya ratusan korban.
"Masalah di sini adalah soal gas air mata. Coba gas air mata itu misalnya ditembakkan di tribun pintu masuk, gak sebesar ini. Atau kenapa gas air mata ditembakkan lagi? " ujar Haris saat mendatangi Stadion Kanjuruhan didampingi kuasa hukumnya Taufik H pada Rabu (12/10/2022).

Sebagai Ketua Panpel Arema FC, Haris tak habis pikir kenapa polisi kembali menembakkan gas air mata ke penonton di dalam stadion.
Padahal Polisi dan Panpel Arema FC yang mendukung pengamanan di stadion Kanjuruhan sudah punya pengalaman buruk karena tindakan melepas tembakan gas air mata di tahun 2018.
Terlebih Haris juga telah mengingatkan sebelum laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya digelar.
"Padahal saya sudah mengingatkan ketika ngopi bareng dengan pak Kapolres dengan jajaran dan Steward, dengan penjaga pintu dari kepolisian," papar Haris .
Haris pernah memperingatkan agar tidak ada penembakan gas air mata saat temu suporter pada tanggal 30 September 2022 di Lapangan Tenis Polres Malang.
"Sudah saya peringatkan di ngopi bareng, tolong saya mengingatkan pada tahun 2018 kita pernah kejadian penembakan gas air mata dengan korban 214 orang dan meninggal 1 orang, jangan terulang kembali. Ini (saksinya) rekan - rekan Aremania yang waktu itu ikut ngopi bareng dengar semua," kenang Haris.
Baca juga: Aremania Saksi Hidup Tragedi Kanjuruhan, Patah Kaki, 30 Menit Gelantungan di Pagar Tangga Pintu 12
Meski mengingatkan agar penembakan gas air mata jadi fokus penyelidikan, Haris yang sudah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka tetap memberi penjelasan soal penjualan tiket pertandingan.
Ia memaparkan alasan dirinya mencetak 42 ribu tiket saat laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Haris menyebut saat berkoordinasi dengan Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat tiket awalnya dicetak hanya 38 ribu.
Namun, keputusan berubah dan tiket dicetak 42 ribu sesuai animo Aremani yang begitu besar.
"Pak Kapolres, Pak Kabag OPS Polres Malang dan Kasat Intel tidak mau (38 ribu tiket). Agar tiket dijual sesuai dengan pesanan Aremania terjual 42 ribu tiket. Jadi kalau kita (disebut) over kapasitas, over kapasitas di mana?, kita mengikuti saran beliaunya (Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat)," terang Haris ketika dikonfirmasi.
Perihal kapasitas penonton di Stadion Kanjuruhan, Haris menegaskan jika acuan pencetakan tiket sudah dilakukan sejak tahun 2013.
"Kita cetak tiket itu kan acuannya di tahun 2013, stadion ini kan kapasitasnya 45.000, hal itu sesuai apa yang disampaikan Kepala Dinas Cipta Karya Kabupaten Malang waktu itu, pak Romdhoni. "
"Kapasitasnya 45.000, dan ini bukan single seat kan? Ini kan tribun berdiri semua kan, yang di tangga undak-undakan itu kan kadang berdiri 4 orang dengan ukuran 1 meter persegi, bukan single seat," jelas Haris.
Haris merasa dicetaknya tiket sejumlah 42 ribu tiket sebelumnya pernah dilakukan dan tidak terjadi tragedi.
"Semua aman- aman saja, tidak ada apa-apa kok, lawan Persija, Piala Presiden kemarin, itu 42.000 tiket. Sementara lawan Persebaya kemarin 42.900 tiket, lawan Persib 42.000, gak ada masalah. Apa yang salah?," ungkap Haris.
Baca juga: Tanpa Aktivitas Pasca Tragedi Kanjuruhan, Ini Jadwal Latihan Arema FC Setelah Dikalahkan Persebaya
Polisi Akui Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa
Pihak kepolisian akhirnya mengakui telah menggunakan gas air mata kedaluwarsa di stadion Kanjuruhan dalam tragedi yang menewaskan 131 orang Aremania, Sabtu itu.
Terungkap jika beberapa gas air mata yang ditembakkan ke penonton pertandingan yang semuanya adalah Aremania adalah gas air mata yang memiliki waktu kedaluwarsa sejak 2021.
Kadiv Humas Polri , Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa ada beberapa gas air mata yang dipakai anggotanya memang telah kedaluwarsa sejak 2021.
"Ya, ada beberapa yang ditemukan ya. Yang tahun 2021, ada beberapa ya," kata Dedi.
Namun, dia tak merinci total gas air mata yang kedaluwarsa tersebut.
Dia hanya menyatakan bahwa gas air mata tersebut masih dalam proses pendalaman laboratorium forensik (labfor).
"Saya belum tahu jumlahnya tapi masih didalami oleh labfor tapi ada beberapa. Tapi sebagaian besar yang digunakan adalah ini. Ya tiga jenis ini yang digunakan," katanya.
Meski membenarkan penggunaan gas air mata kedaluwarsa di stadion Kanjuruhan Malang dan menyebut gas air mata tersebut masih dalam proses pemeriksaan labfor, Polri mengklaim pemakaian gas air mata yang kedaluwarsa tidak membahayakan kesehatan.
Dedi Prasetyo menggunakan pernyataan Mas Ayu Elita Hafizah, pakar dari Universitas Indonesia (UI) untuk mendukung klaim gas air mata kedaluwarsa tak berbahaya.
Dedi mengatakan, masyarakat tak boleh menyamakan kedaluwarsa gas air mata dengan kedaluwarsa bahan makanan.
Kedua hal tersebut berbeda satu sama lainnya.
"Di dalam gas air mata memang ada kedaluwarsa atau expirednya. Rekan-rekan harus beda membedakan, ini kimia beda dengan makanan. Kalau makanan ketika kedaluarsa makanan itu ada jamur ada bakteri yang bisa mengganggu kesehatan," kata Dedi di Kantornya, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022) seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Dedi menuturkan bahwa gas air mata justru berbanding terbalik dengan bahan makanan.
Gas air mata yang kedaluwarsa justru mengurangi dari efektivitas partikel kimia yang ada di gas air mata.
"Kebalikannya dengan zat kimia atau gas air mata ini, ketika dia ekspired justru kadar kimianya berkurang. Sama dengan efektifitas gas air mata ini, ketika ditembakan dia tidak bisa lebih efektif lagi," ungkapnya.
"Kalau misalnya dia tidak expired, dia ditembakkan ini kan partikel cs ini kan akan menjadi partikel seperti serbuk-serbuk bedak. Ditembakan jadi ledakan di atas. Ketika terjadi ledakan di atas, maka (gas air mata kedaluwarsa) akan timbul partikel yang lebih kecil lagi yang dihirup kemudian kena mata mengakibatkan perih," sambungnya.
Dengan kata lain, Dedi menyatakan bahwa zat kimia dalam gas air mata semakin menurun seiring dengan masa waktu kedaluwarsa barang tersebut.
"Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun," ucapnya.
Tapi pernyataan ini langsung dikecam banyak pihak.
Aremania, khususnya yang menjadi saksi korban penembakan gas air mata mengecam pernyataan itu karena mereka merasakan sendiri bagaimana rasanya terdampak paparan gas air mata yang saat itu ditembakkan ke tribune penonton.
Aremania bahkan menantang pihak Polri untuk merasakan sendiri efek gas air mata dengan spesifikasi seperti yang ditembakkan pada 1 Oktober 2022 itu.