TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA
Tembakan Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan Langgar Kode Etik & Bisa Dipidana, Ini Kata Pakar Unair
Tembakan Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan Langgar Kode Etik & Bisa Dipidana, Ini Kata Pakar Unair
SURYAMALANG.COM - Sebanyak 133 korban jiwa gugur dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).
Korban jiwa terakhir (133) meninggal dunia dalam perawatan di RS Saiful Anwar Kota Malang, Selasa (18/10/2022).
Jumlah itu menjadikan Tragedi Stadion Kanjuruhan sebagai tragedi terbesar kedua di dunia sepanjang sejarah sepak bola.
Penggunaan gas air mata kedaluwarsa hingga munculnya kekerasan oleh aparat kepolisian dan TNI menjadi sorotan dalam kejadian ini.
Pakar Hukum sekaligus Dosen Program Studi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Dr Dina Sunyowati memberikan pendapatnya.
Baca juga: Aremania Mergosono Meninggal Dunia, Ibunda Beberkan Sikap Andi Sebelum Nonton Arema FC Vs Persebaya
Baca juga: Inilah Detik-detik Penembakan Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan pada Rekonstruksi, Ada Upaya Persuasif
Baca juga: Lokasi Jatuhnya Gas Air Mata saat Rekonstruksi Beda dengan Video yang Viral, Ini Pernyataan Polri
Dia menilai, tindakan penggunaan gas air mata di Tragedi Stadion Kanjuruhan dapat dikategorikan tindakan yang melanggar kode etik hingga pidana.
"Berdasarkan Pasal 19 huruf b FIFA: Stadium Safety and Security Regulations, gas air mata dilarang untuk digunakan pada kericuhan sepak bola," ungkap dia dalam keterangannya, Rabu (19/10/2022) dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com.
Dia mengungkapkan, bunyi Pasal 19 huruf b FIFA: Stadium Safety and Security Regulations, yaitu No firearms or crowd control gas shall be carried or used.
"Pelarangan penggunaan gas air mata itu, baik secara indoor atau outdoor, sangat membahayakan bagi kesehatan, terutama indra penglihatan dan pernapasan," ucapnya.
Berkaitan dengan kekerasan yang terjadi dalam Stadion Kanjuruhan, dia menyebut aparat kepolisian, TNI, dan panitia yang bertugas kurang mempersiapkan seluruh kemungkinan yang akan terjadi.
"Salah satunya ketika mereka (suporter sepak bola) ingin turun ke lapangan sepak bola bertemu para pemain, tidak difasilitasi dengan baik," ungkap dia.
Dina Sunyowati pun mengaku, penggunaan kekerasan dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan merupakan pelanggaran kode etik.
"Bahkan jika ada yang terluka atau meninggal karena tindakan tersebut (kekerasan) dapat dikategorikan perbuatan pidana," tegas dia.
Dia mengatakan, polemik Tragedi Stadion Kanjuruhan ini tidak harus membuat sepak bola Indonesia dibekukan.
Salah satu pertimbangannya, yaitu faktor ekonomi dan sepak bola sendiri bukan hal yang merugikan.
Namun yang perlu diperhatikan adalah komitmen penyelenggara, panitia, organisasi sepak bola, aparat penegak hukum, dan pemerintah dalam mengantisipasi dan mempersiapkan sedetail mungkin pertandingan yang akan digelar.
Selain itu, tentunya perlu edukasi untuk suporter sepak bola, agar tidak menimbulkan kerusuhan.
Update Google News SURYAMALANG.COM