TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA
FAKTA Batalnya Autopsi Korban Tragedi Kanjuruhan, Tak Ada Pendamping Saat 3 Kali Didatangi Polisi
Tanggal 11,12 dan 17 Oktober 2022 Athok menghadapi pihak Kepolisian sendirian tanpa didampingi kuasa hukum maupun pendamping meski sudah menghubungi
Penulis: Dyan Rekohadi | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM , MALANG - Fakta terkait batalnya agenda autopsi jenazah Aremania korban Tragedi Kanjuruhan satu per satu terungkap, termasuk tidak adanya pendamping keluarga korban saat berulangkali didatangi polisi.
Komnas HAM yang sempat bertemu langsung dengan Devi Athok Yulfitri, keluarga korban tragedi Kanjuruhan yang mencabut kesediaan autopsi, mendapati fakta jika keluarga korban tak mendapat pendampingan.
Devi Athok yang masih trauma dan 'parno' pada polisi pasca kematian dua putrinya justru harus menghadapi rombongan polisi yang datang berulang ke rumahnya sendiri, tak ada Kuasa Hukum maupun pendamping dari Aremania meski ia sudah berusaha menghubungi.
Baca juga: Kondisi Cahayu Nur Dewata, Korban Tragedi Kanjuruhan yang Sempat Hilang Ingatan
Komisioner Komnas HAM RI, M Choirul Anam yang bertemu langsung dengan Devi Athok Yulfitri menyebut dalam pertemuan didapat sejumlah keterangan perihal pencabutan izin ekshumasi atau autopsi dua Aremanita putri Devi Athok.
"Kami mendapatkan keterangan secara kronologis apa yang terjadi terus dinamika yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa itu, termasuk juga para pihak yang terlihat dalam dinamika-dinamika itu," kata Anam di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI pada Jumat (21/10/2022).
Pertama, kata Anam, memang betul Athok ingin melakukan autopsi atau ekshumasi terhadap dua anaknya.
Keinginan tersebut, kata Anam, karena Athok ingin tahu penyebab tewasnya dua anaknya tersebut dan juga mencari keadilan.
"Apalagi melihat kondisi jenazahnya, wajahnya menghitam ininya (bagian dada) menghitam. Itu yang ingin dia tahu makanya beliau bersemangat untuk melakukan autopsi (ekshumasi), "kata Anam.
Berikut Ini kronologis di balik keputusan oencabutan kesediaan autopsi Aremanita putri Devi Athok dari KOmnas HAM :
10 Oktober 2022
Pada tanggal 10 Oktober 2022, kata Anam, Athok membuat draft pernyataan izin untuk ekshumasi jenazah dua anaknya yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan.
Draft pernyataan tersebut, kata Anam, dibuat dan telah difoto oleh kuasa hukum Athok.
Pernyataan tersebut, kata Anam, masih berbentuk draft karena ia mau bertemu dam meminta kesediaan Kades untuk turut menandatangani surat kesediaan ekshumasi atau autopsi tersebut.
11 Oktober 2022
Pada tanggal 11 Oktober 2022 pagi, Athok dihubungi personel Polres Malang yang menyatakan mau datang ke rumahnya untuk menanyakan perihal ekshumasi atau autopsi tersebut.
Di hari yang sama, kata Anam, empat orang personel kepolisian dari Polres Malang mendatangi rumah Athok.
"Pak Athok juga kaget, dia merasa bahwa itu masih draft kok ini sudah kemana-mana. Itu masih draft hanya difoto penasehat hukum dan aslinya masih dibawa dia, dan dia ingin minta tanda tangan Pak Kades dan kita konfirmasi kepada Pak Kades memang demikian yang terjadi. Dia ingin minta agar Pak Kadesnya mengetahuinya," kata Anam.
Menurut Anam saat itu, Athok merasa tidak nyaman dan khawatir karena didatangani oleh personel Polisi.
Di sisi lain, kata Anam, Athok juga tidak nyaman karena menurutnya masih ingin meminta kesediaan Kades untuk mengetahui perihal surat izin ekshumasi tersebut.

12 Oktober 2022
Sebanyak empat orang personel kepolisian dari Polres Malan mendatangi rumah Athok lagi.
Polisi tersebut, kata Anam, menyodorkan surat persetujuan ekshumasi atau autopsi.
"Pak Athok juga kaget. Kok ini sudah ada surat mau autopsi. Walaupun dia juga tanda tangan. Dia tanda tangan persetujuan melakukan autopsi di tanggal 20 (Oktober)," kata Anam.
"Kita tanya di proses itu, waktu tanda tangan ada paksaan tidak? Tidak ada paksaan karena memang sejak awal dia komitmen mau melakukan autopsi," sambung Anam.
Namun demikian, kata Anam, Athok mengatakan pada tanggal 11 dan 12 Oktober Athok menghadapi pihak Kepolisian tanpa didampingi baik kuasa hukum maupun pendamping.
Athok sudah mencoba menghubungi kuasa hukum dan pendampingnya untuk menemaninya menemui pihak kepolisian.
"Sehingga dia juga semakin khawatir. Ini kok ada polisi datang, pendampingnya, kuasa hukumnya ketika dihubungi memang tidak bisa hadir dengan berbagai alasannya di saat kepolisian datang. Itu semakin membuat dia khawatir," kata Anam.
Baca juga: Bertemu Risma, Rohman Tak Bisa Tahan Kesedihannya
17 Oktober 2022
Pada tanggal 17 Oktober 2022, rombongan polisi kembali mendatangi rumah Athok.
Sebanyak tujuh personel kepolisian dari Polda Jawa Timur dan Polres Malang kembali mendatangi rumah Athok.
Mereka didampingi oleh Kades, Camat, dan perangkat pemerintahan setempat lain.
Saat itu, Athok lagi-lagi coba menghubungi pendampingnya.
"Dia hubungi pendamping dan lain sebagainya juga tidak ada secara langsung, tidak datang ke situ, dia juga khawatir di soal itu," kata Anam.
Anam mengatakan, di hari yang sama keluarga Athok kemudian berembuk perihal kelanjutan proses ekshumasi atau autopsi tersebut.
Berdasarkan keputusan rapat atau rembukan tersebut, kata Anam, akhirnya keluarga Athok memutuskan untuk tidak melakukan ekshumasi atau autopsi kedua anaknya.
Satu di antara pertimbangannya, kata Anam, kondisi ibu Athok yang sudah berusia lanjut merasa khawatir.
"Makanya di tanggal 17 itu ada surat pernyataan intinya untuk membatalkan proses autopsi (ekshumasi)," kata Anam.
"Kita tanya bagaimana proses pembatalan itu? Apakah ada paksaan pembatalannya? Bagaimana proses membuat surat pernyataan itu? Ketika kita tanya, intinya Pak Devi Athok mengatakan bahwa keputusan secara substansi keputusan untuk membatalkan itu adalah keputusan keluarga, di samping itu juga mempertimbangkan kondisi ibunya yang sudah sepuh, sudah tua," lanjut Anam.
Athok, kata Anam, menulis tangan surat penolakan tersebut.
Ketika membuat surat tersebut, kata Anam, Athok didampingi pihak kepolisian dan disaksikan perangkat desa.
"Apakah itu diintimidasi untuk melakukan membuat surat penolakan? Itu tidak ada, karena itu keputusan keluarga katanya dan mempertimbangkan kondisi ibunya jadi dia tidak mendapatkan itu (intimidasi)," kata Anam.
"Proses tanggal 11, 12, 17 itu tidak ada pendampingan, itu juga buat dia khawatir. Makanya ada surat tanggal 17 dia melakukan pembatalan itu," sambung dia.
Pernyataan dari Komnas HAM ini menjadi fakta baru di mana pengakuan Devi Athok kepada SURYAMALANG.COM tentang rasa ketakutan dan merasa ditinggal sendiri memang nyata.
Baca juga: Gas Air Mata Tetap Jadi Penyebab Utama Tragedi Kanjuruhan , Komnas HAM : Kami Meyakini dengan Bukti
Devi Athok Butuh Dukungan Positif
Sebelumnya SURYAMALANG.COM telah mewawancarai Devi Athok Yulfitri pada Rabu (19/10/2022) ketika Kapolda Jatim mengumumkan pembatalan autopsi.
Kal itu Devi Athok juga mengungkapkan kegelisahannya hingga akhirnya memutuskan mencabut kesediaan autopsi.
Devi Athok Yulfitri adalah ayah kandung dari dua putri, Natasya (18) dan Nayla (13), Aremanita remaja yang meninggal dunia dalamTragedi Kanjuruhan.
Selain dua putrinya meninggal dunia, mantan istri Devi Athok bernama Gebi (43) yang juga ibu kandung Natasha dan Nayla, turut meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu.
Warga Bululawang ini sebenarnya membutuhkan dukungan.
Devi Athok membutuhkan dukungan dari banyak pihak termasuk dari Aremania untuk niatnya mendapat jawaban pasti penyebab kematian kedua putrinya di Tragedi Kanjuruhan lewat proses autopsi.
Devi Athok merasa sendirian ketika niat hatinya untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian dua putrinya yang meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan melalui autopsi tidak berlaku pada korban-korban Aremania yang lain.
Ia merasa sendiri , sepi dukungan dan jadi takut ketika keinginannya supaya jenazah dua buah hatinya bisa diautopsi jadi sorotan.
Bahkan Devi yang tengah 'parno' pada polisi pasca kematian anggota keluarganya yang diduga akibat terpapar gas air mata tidak ada yang menemani saat menghadapi rombongan polisi yang mendatangi rumahnya secara berulang.
Setiap kali polisi mendatanginya, para pendamping maupun kuasa hukumnya tidak pernah datang mendampingi meskipun ia telah berusaha menghubungi.
Padahal proses autopsi korban Tragedi Kanjuruhan sebenarnya menjadi salah satu poin penting dari slogan "Usut Tuntas' yang terus dikumandangkan sampai saat ini.
Padahal tanpa ada proses autopsi jenazah Aremania korban Tragedi Kanjuruhan, slogan 'Usut Tuntas' tak akan ada artinya.
Tapi ketika Anthok bersedia jenazah dua putrinya diautopsi, justru tak ada yang mendukungnya.
Kondisi traumatis dan merasa tanpa dukungan itu akhirnya berujung pada sikap mencabut kesediaan autopsi.
Pada SURYAMALANG.COM, Devi Atok Yulfitri mengungkapkan, ada dua alasan mengapa ia mencabut pernyataan kesediaan melakukan autopsi tersebut.
Devi sebenarnya tetap ingin autopsi bisa dilakukan, tapi harus ada pihak netral selain dari kepolisian yang turut melakukan proses autopsi. Tapi Devi Athok tak mendapat penjelasan soal itu.
Ada kekhawatiran dalam dirinya jika autopsi hanya dilakukan oleh unsur polisi saja, akan ada rekayasa hasil autopsi mengingat dugaan awal penyebab kematian adalah gas air mata yang ditembakkan polisi.
"Yang pertama, kalau dilakukan autopsi, (saya minta) yang terlibat tidak hanya dari pihak polisi saja, melainkan juga ada pihak luar (yang ikut dilibatkan). Kalau enggak ada hal itu, ya enggak usah (dilakukan autopsi)," ujarnya kepada TribunJatim.com, Rabu (19/10/2022).
Jika tak ada kepastian tentang pihak-pihak mana saja di luar polisi yang melakukan autopsi , Devi pun jadi berfikir ulang.
Tapi kini Devi AThok telah mendapat penjelasan dan jaminan dari Komnas HAM bahwa proses autopsi juga dilakukan oleh pihak netral termasuk Komnas HAM sendiri.
Lalu alasan yang kedua ia mencabut kesediaan autopsi; dia heran karena tidak ada terlihat dukungan dan keinginan dari para Aremania dan keluarga korban meninggal Tragedi Kanjuruhan yang lain untuk melakukan autopsi.
"Kenapa pihak keluarga dari korban meninggal Tragedi Kanjuruhan yang lainnya enggak ikut mengajukan autopsi? Kalau (meneriakkan) Usut Tuntas, ya harus berkorban lah, lakukan sesuatu dan jangan hanya bicara. Yang saya sesalkan sampai sekarang ini, kok cuma saya yang bikin pengajuan otopsi, yang lainnya kemana ? kok tidak ikut bikin pengajuan autopsi?," ungkapnya.
Baca juga: Mana Dukungan Untuk Devi Athok ? Bapak 2 Aremanita Ini Sebenarnya Tetap Ingin Autopsi Tapi Takut
Komnas HAM Yakinkan Autopsi Bisa Dilakuan dengan KOndisi AMan dan Nyaman
Setelah pihak Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Komnas HAM juga melakukan pendekatan pada Devi Athok Yulfitri dan keluarga yang berkeinginan autopsi jenazah anaknya yang jadi korban Tragedi Kanjuruhan.
Komnas HAM membantu memberi penjelasan pada Devi Athok Yulfitri dan keluarga tentang proses autopsi untuk meyakinkan, supaya mereka kembali bersedia jenazah 2 putrinya diautopsi.

Komnas HAM menekankan, secara prinsip Devi Athok tetap ingin jenazah anaknya yang jadi korban Tragedi Kanjuruhan di autopsi untuk mengetahui penyebab kematian secara pasti.
Tapi perlu diyakinkan dari sisi keamanan dan kenyamanan keluarga.
Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam mengatakan telah berjumpa langsung dengan Devi Athok pada Kamis (20/10/2022).
Pertemuan tersebut dilakukan pada Kamis (20/10/2022) malam di rumah Athok di Malang dengan didampingi Kades dan Camat setempat.
Dalam pertemuan tersebut, kata Anam, Athok menyampaikan sejumlah keterangan perihal pencabutan izin ekshumasi atau autopsi dua anaknya tersebut kepada Komnas HAM.
Sebaliknya Anam memberi penjelasan terkait bagaimana teknis proses ekshumasi- autopsi jenazah, termasuk bagaimana keinginan Devi agar ada pihak netral di luar unsur polisi yang bisa terlibat dalam autopsi bisa terpenuhi.
Dalam dialognya dengan Athok, Anam pun mencoba menegaskan kembali kepada Athok perihal bagaimana baiknya proses ekshumasi dilakukan.
Anam pun menyampaikan perandaian kepada Athok bagaimana kalau ekshumasi melibatkan dokter independen, ada pendampingan untuknya, dan ada pengawasan termasuk pengawasan Komnas HAM dalam proses tersebut.
Pada prinsipnya, kata Anam, jika kenyamanan dalam proses menuju ekshumasi bisa dilaksanakan, termasuk poses ekshumasi bisa transparan dan akuntabel, maka pada dasarnya Devi Athok mau untuk melakukan ekshumasi.
"Karena sekali lagi bagi dia (Devi Athok), dia ingin tahu penyebab kematian dari dua putrinya dan dia ingin keadilan. Pada dasarnya itu," kata Anam dalam chanel Youtube Humas Komnas HAM.
Anam menegaskan, kejadian keluarga Aremania korban Tragedi Kanjuruhan yang mencabut kesediaan autopsi ini harus menjadi refleksi bagi semua pihak.
Sudah seharusnya semua pihak membuat korban atau keluarga korban Tragedi Kanjuruhan merasa aman dan nyaman di tengah trauman yang mereka alami.
"Ayo kita semua berkomunikasi dengan, baik antar semua pihak agar korban yang sudah berkomitmen terhadap pencarian keadilan itu merasa nyaman dan dia yakin akan prosesnya. Ini pembelajaran penting bagi kita semua," pesan Anam.
Semoga dengan adanya dukungan dari TGIPF dan Komnas HAM, pihak keluarga Devi Ahok akhirnya kembali mengizinkan dilakukan autopsi .
Semoga juga ada dukungan langsung dari Aremania bagi keluarga Devi Athok dan semoga akan ada keluarga-keluarga Aremani korban Tragedi Kanjuruhan yang lain yang bersedia dan mengizinkan autopsi, Sehingga makin banyak korban Kanjuruhan yang diautopsi.
Dengan semakin banyak keluarga korban yang bersedia autopsi maka akan semakin banyak bukti yang didapat untuk mendukung pengungkapan kasus Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 134 Aremania.
*Artikel ini diolah dari artikel di Tribunnews.com