Berita Batu Hari Ini
Kerugian Negara Akibat Korupsi Pajak di Kota Batu Tersisa Rp 77,3 Juta
Kerugian negara yang diakibatkan dari kasus tindak pidana korupsi penyimpangan pungutan BPHTB dan PBB di Kota Batu terus berkurang.
Penulis: Benni Indo | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM, BATU - Kerugian negara yang diakibatkan dari kasus tindak pidana korupsi penyimpangan pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Batu terus berkurang.
Pada awal kasus ini dipublikasikan oleh Kejaksaan Negeri Batu, kerugian negara yang diumumkan oleh Kasi Intel, Edi Sutomo sebanyak Rp.1.084.311.510.
Laporan kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Perwakilan Propinsi Jawa Timur Nomor : SR-548/PW13/5/2022 tanggal 25 Agustus 2022. Kini, kerugian keuangan negara tersisa Rp 77,3 juta.
Edi mengatakan, hingga kini Kejaksaan Negeri Batu telah menghimpun sebanyak Rp1.006.618.400 untuk pemulihan kerugian keuangan negara.
Pemulihan kerugian negara diperoleh dari belasan wajib pajak. Mereka mengembalikan kerugian negara dengan nilai yang bervariatif.
Pada awal pekan ini, dua wajib pajak mengembalikan kerugian negara sebesar Rp16,76 juta.
Jika diruntut, pengembalian kerugian oleh wajib pajak dilakukan pada pada 22 dan 27 September.
"Kemudian pada 5 Oktober, 20 dan 21 Oktober. Terbaru pada Senin 7 November 2022," urai Edi.
Kejari Batu harus kerja keras dan cerdas untuk membongkar kasus korupsi tersebut.
Pasalnya, Kejari Batu dituntut tidak sekadar mengusut kasus pidananya, namun juga memulihkan kerugian negara.
"Sebagaimana dalam penyidikan perkara ini , Tim Penyidk Bidang Pidsus mendorong ada perubahan di Bapenda Kota Batu agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan dalam pungutan Pajak BPHTB dan PBB serta pungutan pajak lainnya," tegasnya.
Dua orang telah ditetapkan tersangka lantaran bersekongkol melakukan penyelewengan bea perolehan hak atas tanah bangunan (BPHTB) dan pajak bumi bangunan (PBB).
Ranah ini berada di Badan Keuangan Daerah (BKD). Kini nomenklaturnya berganti menjadi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Kedua tersangka berinisial AFR menjabat sebagai Staf Analisa Pajak Bapenda Kota Batu. Serta satu tersangka pihak swasta berinisial J selaku makelar tanah.
AFR mengendalikan pengoperasian sistem manajemen informasi objek pajak (SISMIOP). Dengan jabatannya itu, AFR mengubah kelas serta menurunkan nilai jual objek pajak (NJOP).
Sehingga pemungutan jumlah BPHTB dan PBB yang seharusnya dibayarkan oleh wajib pajak menjadi berkurang.
“AFR menurunkan BPHTB setelah menerima suap yang diberikan tersangka J selaku makelar tanah untuk mendapatkan keuntungan. AFR mengubah kelas objek pajak pada NJOP, membuat nomor objek pajak (NOP) baru serta mencetak SPPT-PBB tidak sesuai ketentuan,” ungkap Edi.
Perbuatan yang dilakukan tersangka AFR melanggar ketentuan Perda Kota Batu Nomor 7 tahun 2019 tentang pajak daerah dan Perwali Kota Batu nomor 54 tahun 2020 tentang tata cara pemungutan PBB.
Perkara dugaan penyelewengan pajak daerah tersebut diusut Kejari Kota Batu sejak 2021 lalu. Pada Januari 2022 perkara ini dinaikkan statusnya ke tingkat penyidikan dengan menghadirkan 53 saksi untuk diminta keterangan atas perkara gratifikasi penyelewengan pajak.
“Penyidik meyakini telah terjadi tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 juncto pasal 18 UU nomor 31 tahun 2019 yang diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” tutup Edi.