Biodata Ningsih Tinampi Ahli Pengobatan Alternatif Asal Pasuruan, Dipolisikan Soal Hak Asuh Anak
Berikut ini biodata Ningsih Tinampi ahli pengobatan alternatif asal Pasuruan Jawa Timur yang namanya menjadi sorotan beberapa hari terakhir.
Penulis: Frida Anjani | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM - Berikut ini biodata Ningsih Tinampi ahli pengobatan alternatif asal Pasuruan Jawa Timur yang namanya menjadi sorotan beberapa hari terakhir.
Bukan perkara pengobatan tradisionalnya yang fenomenal, namun Ningsih Tinampi muncul karena sengketa hak asuh anak.
Sosok Ningsih Tinampi sendiri sudah banyak diketahui berkat aktivitasnya memberikan pengobatan spiritual.
Perempuan asal Pasuruan, Jawa Timur itu mengunggah sejumlah proses pengobatan yang dilakukannya ke sebuah akun YouTube hingga tersebar viral.
Siapakah sebenarnya sosok Ningsih Tinampi?
Ningsih berkisah perjalanannya menjadi pengobat penyakit non medis tidak lepas dari masalah keluarga yang dialaminya.

Saat itu, ia merasa galau dan sedih karena sang suami 'ibaratnya' punya selingkuhan.
Suami yang selama ini jadi pria yang sangat setia, sayang pada anak dan keluarga, jadi sosok 'orang lain' dalam kehidupan Ningsih Tinampi.
Ia pun berusaha menyembuhkan sang suami dengan mendatangi beberapa dukun.
"Pokoknya berawal dari suamiku. Dia ibaratnya punya selingkuhan. Terus aku kondisinya galau banget. Sedih banget, ya gitu lah."
"Setiap hari mendukun (datang ke dukun), satu hari dukunnya sampai enam, empat. Sampai menghabiskan Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu per hari."
"Gimana caranya suamiku sembuh,” katanya, melansir TribunKaltim.co berjudul Biografi Ningsih Tinampi Fakta-fakta Pengobatan Serta Perjalanan Hidup Sebelum jadi 'Orang Pintar'.
Di tengah pencariannya akan kesembuhan suaminya itu, Ningsih akhirnya bertemu dengan seseorang.
Seseorang itu mengatakan, sang suami tidak bisa disembuhkan karena penyakit non medis yang bersarang di tubuhnya sudah banyak.
Hal itu merupakan cobaan bagi Ningsih Tinampi.
Seseorang itu juga mengatakan, di dalam diri Ningsih Tinampi terdapat kekuatan yang dapat menyembuhkan penyakit non medis.
“Yang namanya Pak Damon ini bilang begini, jangan diobati suaminya."
"Karena ada satu ilmu yang sampeyan punya sejak sampeyan ada di dalam kandungan,” kata Ningsih menirukan perkataan seseorang yang ditemuinya.
Kekuatan itu sudah berusaha masuk ke dalam dirinya sejak berusia 35 tahun.
Namun, kekuatan itu tidak kunjung bisa menyatu dengan diri Ningsih.
Akhirnya ia menyadari, kehilangan suami adalah cobaan baginya.
“Ujiannya berat banget, suami yang sangat setia, sayang banget sama anak dan keluarga, akhirnya jadi siluman di dalam keluarga."
"Bahkan saya mau dibunuh. Tidak mau menghiraukan anak. Hilang lah semuanya,” katanya.
“Ternyata kejadian ini menuntun saya ke dukun-dukun dengan tujuan supaya ada yang bisa membantu ilmu itu masuk ke badanku,” katanya.
Ningsih mengatakan, ilmu yang didapatnya ini adalah ilmu Al Fatihah.
Ia selalu menggunakan surat pertama dalam Alquran itu sebagai doa penyembuh bagi pasien-pasiennya.
Sengketa Hak Asuh Anak
Cerita awalnya, tiga tahun yang lalu, ada seorang perempuan bernama Clara dari Sidoarjo yang datang ke tempat praktik Ningsih Tinampi.
Clara mengaku sakit perut sudah 10 tahun dan tidak sembuh sekalipun sudah dibawa ke beberapa tempat pengobatan.
Singkat cerita, ternyata setelah satu bulan dirawat di tempat praktik Ningsih Tinampi, Clara ini melahirkan seorang anak laki - laki.
“Saya sebenarnya sejak awal sudah curiga dengan gelagat Clara. Saya yakin ada yang disembunyikan dari keluarganya,” katanya, Jumat (2/12/2022) sore.
Setelah melahirkan, kata Ningsih, perwakilan keluarga Clara ini menawarkan bayi itu ke beberapa orang untuk mengasuhnya.
“Karena tetangga saya ini tidak berlebih, saya putuskan saya yang mengasuhnya. Itu bapaknya Clara yang memberikan ke saya,” terangnya.
Namun, perjalanan waktu, ia banyak kesibukan karena pasiennya yang bertambah, akhirnya anak itu dititipkan ke kerabatnya.
Setelah tiga tahun dirawat dan dibesarkan, kata Ningsih, tiba-tiba datang ke rumah kerabatnya, petugas Dinas Sosial Kabupaten Pasuruan.
Mereka tidak datang sendirian tapi rombongan. Ada juga perwakilan dari tim PPT PPA dan perwakilan Polres Pasuruan.
Rombongan petugas itu mendadak minta anak yang dirawat dikembalikan ke orang tuanya yakni Clara. Hal itu membuat Ningsih dan kerabatnya kaget.
“Saya kecewa dengan penanganan yang menggunakan cara-cara pemaksaan dan tanpa tata krama,” ungkap dia.
Ia secara pribadi, tidak akan menahan anak ini. Namun, apakah dengan cara seperti ini setelah tiga tahun tidak memberi kabar.
“Apa seperti ini caranya berterima kasih ke kami. Misalnya , berbicara baik - baik kan bisa tanpa harus melapor dan memfitnah keluarga ini,” ujarnya.
Ia mengaku kecewa dengan sikap dari petugas Dinas Sosial Kabupaten Pasuruan yang datang bersama rombongan.
Ningsih meminta Dinas Sosial Kabupaten Pasuruan tidak mengulangi cara-cara pemaksaan untuk mengambil alih hak asuh.
Dinas Sosial harus mempertimbangkan faktor psikologis dan kejiwaan anak dan orangtua yang telah mengasuhnya selama tiga tahun.
Menurutnya, proses asuh anak itu didasarkan atas rasa kemanusiaan. Jadi, perlu dipertimbangkan psikis anak dalam ini.
Ningsih juga menyebut bahwa penyerahan anak ini dilakukan oleh ibu dan keluarga karena tidak mengakui anak hasil hubungan gelap.
"Clara dan ayahnya sudah menandatangani pernyataan penyerahan anaknya. Ini juga disaksikan aparat Babinsa, Babinkamtibmas,” paparnya.
Disampaikan Ningsih, keluarganya justru sudah berniat baik dengan menolong agar anak yang tidak dikehendaki keluarganya ini menjadi anak terlantar.
dr Aris Budi Pratikto, Sub Koordinator Rehabilitasi Sosial Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Kabupaten Pasuruan, menyangkal upaya pemaksaan.
”kami bergerak setelah menerima limpahan pengaduan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT PPA) Kabupaten Pasuruan,” paparnya.
Ia mengaku tidak tahu, Clara mengadu ke PPT PPA menyertakan bukti otentik bahwa ia adalah ibu kandung anak tersebut.
“Kami hanya ingin melakukan mediasi dan menempatkan hak asuh dan perlindungan anak secara prosedural,” tambah dia.
Menurut dr Aris, pihaknya tidak pernah melakukan upaya paksa dan intimidasi dalam proses tersebut. Mediasi para pihak juga sudah dilakukan.
“Mediasi sudah kami lakukan dua kali. Kami ingin agar prosedur hak asuh anak yang menjadi anak negara dilakukan secara benar," kata Aris.
Untuk prosesnya, kata dia, anak itu harus diserahkan ke negara. Setelah itu, Clara akan dan kerabat ningsih tinampi akan ikut assesment.
“Assesment itu untuk mengetahui siapa yang berhak atas anak ini, Sehingga hak dasar dan perlindungan anak terjamin,” sambungnya.
Direktur LBH Pijar, Lujeng Sudarto, yang menjadi pendamping ibu angkat anak, menyatakan kekecewaannya atas tindakan ini.
Ia tidak membenarkan, proses pengambilan hak asuh dengan cara pemaksaan seperti yang dilakukan selama ini.
Menurutnya, para pihak tidak bisa hanya memperhatikan prosedural adopsi anak, tetapi juga harus secara substansial persoalan tersebut.
Karena faktanya, Clara tidak memiliki tanggung jawab ketika melahirkan anak ini, justru ditawarkan ke beberapa pihak untuk merawat anak itu.
“Yang menjadi ironis, Dinas Sosial bertindak cepat hanya berdasarkan pengakuan sepihak dari pihak Clara,” urainya.
Menurutnya, Dinsos tidak mempertanyakan bukti otentik bahwa anak yang diasuh Ningsih Tinampi adalah anak kandung Clara.
"Dinas Sosial tidak bisa memaksakan kehendak atas dasar anak tersebut menjadi anak negara. Harus dilihat secara substansial,” jelasnya.
Utamanya, dengan memperhatikan psikologis dan kejiwaan anak dan orangtua yang mengasuhnya. Dinas Sosial tidak fair dan tidak adil.
Mengutip Surya.co.id, 'Biodata Ningsih Tinampi yang Buka Pengobatan dan Viral' dan TribunJatim.com, 'Rawat Anak yang Ditelantarkan Ibunya, Ningsih Tinampi Malah Didatangi Dinsos'.