Penerimaan Cukai Turun, Pendapatan dari CHT Capai Rp 72 Triliun

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada akhir April 2023 sebanyak Rp 72,35 triliun.

Editor: Zainuddin
DOK./ITIC
Aktivitas pengolahan tembakau di PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC). 

SURYAMALANG.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada akhir April 2023 sebanyak Rp 72,35 triliun.

Realisasi ini menurun 5,16 persen YoY dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 76,29 triliun.

Penurunan ini disebabkan oleh penurunan produksi, terutama golongan I dan tingginya basis penerimaan April 2022 karena pelunasan maju.

"Penerimaan selama Januari-April sebesar Rp 72,35 triliun atau turun 5,16 persen," ujar Sri Mulyani, Menteri Keuangan (Menkeu), Senin (22/5).

Menurutnya, produksi hasil tembakau naik sebesar 1,71 persen YoY. Hanya saja secara kumulatif Januari-April mengalami kontraksi 15,25 persen.

Tarif rata-rata tertimbang 2023 sebesar Rp 689 per batang atau naik 1,92 persen dari tahun 2022 yang sebesar Rp 676 per batang.

Dalam dokumen APBN, Kemenkeu menjelaskan penurunan penerimaan CHT ini juga disebabkan oleh turunnya pemesanan pita cukai.

Penurunan kinerja ini masih dipengaruhi pola bulanan penerimaan CHT yang cenderung fluktuatif, terutama pada awal tahun.

"Diharap penerimaan cukai masih akan kembali tumbuh seiring dengan peningkatan tarif CHT," tulis Kemenkeu.

Kemenkeu melaporkan penerimaan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) alias minuman beralkohol juga menurun pada akhir April 2023.

Dalam Laporan APBN, realisasi penerimaan cukai minuman beralkohol pada akhir April 2023 mencapai Rp 2,16 triliun.

Angka ini setara 24,88 persen dari target yang tertuang dalam APBN 2023 yang sebesar Rp 8,67 triliun. Penerimaan cukai MME ini menurun 1,36 persen secara tahunan.

Faktor utama dari pencapaian tersebut adalah adanya penurunan produksi MME, terutama di dalam negeri. Sedangkan berdasarkan kadar alkoholnya, peningkatan masih terjadi pada golongan A.

MMEA golongan A merupakan minuman dengan kadar alkohol terendah, dengan maksimal kandungan sebanyak 5 persen.

"MMEA tersebut juga memiliki volume peredaran terbesar di pasar Indonesia dengan porsi sekitar 60 persen," tulis Kemenkeu.

ITIC Optimis

Sementara itu, PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) optimistis bisa meneruskan performa positif pada tahun 2023.

Produsen tembakau iris ini mengejar konsistensi pertumbuhan secara top line maupun bottom line.

Komisaris Utama Indonesian Tobacco, Shirley Suwantinna mengatakan ITIC mengejar pertumbuhan penjualan sebanyak 10 persen.

"Tentunya diikuti oleh pengaturan biaya dan penggunaan sumber daya sehingga diharap akhir tahun dapat menciptakan kenaikan laba bersih," kata Shirley, Rabu (24/5).

Shirley membeberkan ITIC konsisten menumbuhkan bottom line sejak tahun 2020. ITIC meraih laba bersih sebesar Rp 6,12 miliar pada 2020, kemudian meroket menjadi Rp 18,36 miliar pada tahun 2021.

Sedangkan pada tahun 2022, ITIC membukukan laba bersih sebesar Rp 23,95 miliar atau tumbuh 30,44 persen dibandingkan 2021.

Lonjakan bottom line ITIC didorong oleh kinerja positif penjualan yang meningkat 17,10 persen (YoY) menjadi Rp 279,18 miliar pada tahun lalu.

ITIC juga memperbaiki posisi keuangan dengan penurunan liabilitas sebesar 6,5 persen menjadi Rp 188,9 miliar.

Kemudian kenaikan aset sebanyak 5 persen menjadi Rp 553,2 miliar pada tahun 2022. Di samping itu, ekuitas ITIC turut terdongkrak 12,2 persen menjadi Rp 364,3 miliar.

"Perseroan juga membukukan kenaikan EBITDA sebesar 8,74 persen pada menjadi sebesar Rp 54,9 miliar," ungkap Shirley.

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved