Berita Blitar hari Ini

Langgar Gantung di Kota Blitar Baru Sekali Renovasi, Kayu dan Anyaman Bambu Tetap Dipertahankan

Konstruksi Langgar Gantung kombinasi kayu dan bambu dengan gaya arsitektur rumah Jawa model atap limasan.

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Samsul Hadi
Isman Hadi menabuh bedug di Langgar Gantung, Kelurahan Plosokerep, Kota Blitar, Rabu (13/3/2024).  

SURYAMALANG.COM , BLITAR - Musala Annur atau terkenal dengan sebutan Langgar Gantung yang usianya hampir 2 abad ternyata baru sekali menjalani renovasi.

Meski demikiancirikhas Langgar Gantung yang bahan utama bangunannya dari kayu dan anyaman bambu tetap dipertahankan hingga saat ini.

Baca juga: Kisah Langgar Gantung di Kota Blitar Berusia 2 Abad, Peninggalan Prajurit Pangeran Diponegoro

Langgar Gantung didirikan Mbah Irodikoro sekitar 1825 atau pada masa perang Diponegoro (1825-1830).

Saat ini, usia Langgar Gantung 199 tahun atau hampir dua abad. Namun, bangunan Langgar Gantung masih berdiri kokoh dan masih difungsikan sebagai tempat ibadah di Kelurahan Plosokerep.

Konstruksi Langgar Gantung kombinasi kayu dan bambu dengan gaya arsitektur rumah Jawa model atap limasan.

Konstruksi pilar dan lantai Langgar Gantung berbahan kayu. Sedang dinding dan plafon terbuat dari anyaman bambu.

Pintu masuk Langgar model kupu tarung yang di samping kanan kirinya ditambah jendela semi terbuka.

Terdapat teras atau serambi di bagian muka Langgar.

Musala Annur atau dikenal dengan sebutan Langgar Gantung yang berada di Jl Kemuning No 16 Kelurahan Plosokerep, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, bisa dibilang menjadi salah satu saksi penyebaran Islam di Kota Blitar
Musala Annur atau dikenal dengan sebutan Langgar Gantung yang berada di Jl Kemuning No 16 Kelurahan Plosokerep, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, bisa dibilang menjadi salah satu saksi penyebaran Islam di Kota Blitar (SURYAMALANG.COM/Samsul Hadi)

Di bagian tempat imam salat terdapat ornamen ukiran kayu. Di kanan kiri tempat imam salat juga terdapat ornamen ukiran kayu.

Terdapat empat jendela ukuran lumayan lebar yang posisinya dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan yang membuat udara di dalam Langgar tetap sejuk meski tanpa kipas angin.

"Dulu, kayu untuk bangunan Langgar ini semua dari kayu jati. Ukiran di tempat imam juga mendatangkan langsung tukang ukir dari Jepara," kata Ketua Takmir Langgar Gantung, Isman Hadi.

Langgar Gantung juga dilengkapi sarana prasarana seperti bedug.

Bedug yang diletakkan di serambi Langgar itu usianya juga sama dengan usia bangunan Langgar.

"Bedug ini ada sejak Langgar berdiri. Sampai sekarang masih difungsikan. Pernah sekali ganti kulit. Selain bedug sebenarnya juga ada kentongan, tapi sudah rusak dan disimpan di bawah Langgar," ujar Isman Hadi yang merupakan cucu mantu dari generasi kelima keturunan Irodikoro, pendiri Langgar Gantung.

Dulu, bedug dan kentongan ini dibunyikan sebagai sarana memanggil masyarakat datang ke Langgar untuk menunaikan salat jemaah. Karena, dulu belum ada pengeras suara.

"Kemudian di samping Langgar juga ada tempat wudhu. Juga ada kolam dan sumur yang digunakan untuk mandi dan mencuci oleh masyarakat. Sekarang tempat wudhu sudah dibangun model baru," katanya.

Menurut Isam, sesuai cerita tutur turun temurun, alasan Langgar dibangun model gantung atau panggung, untuk menghindari hewan buas.

Karena, waktu itu di Plosokerep kondisinya masih hutan belantara dan masih banyak hewan buas.

"Khawatirnya hewan buas masuk ke Langgar. Akhirnya model bangunannya dibuat model panggung," ujarnya.

Dikatakannya, Langgar Gantung pernah direnovasi sekali pada 1995.

Renovasi hanya dilakukan di bagian atap, yaitu genteng serta kayu usuk dan kayu reng.

Bagian plafon juga diganti karena kondisinya sudah lapuk dimakan usia. Bagian plafon terbuat dari anyaman bambu.

Ketika renovasi pertama, bagian plafon sempat diganti menggunakan bahan tripleks. Namun, pada 2023, bagian plafon dikembalikan lagi menggunakan anyaman bambu baru yang dipesan dari Tasikmalaya, Jawa Barat.

Beberapa kayu pada lantai langgar juga ada yang diganti karena kondisi sudah lapuk karena usia dan akibat bencana alama letusan Gunung Kelud.

Tangga di depan teras juga merupakan bangunan baru untuk memudahkan akses bagi para jemaah naik ke musala. Bangunan awalnya, hanya ada satu tangga untuk naik ke musala.

Sedang, bagian dinding yang terbuat dari anyaman bambu masih asli seperti semula Langgar dibangun.

Kayu pilar, jendela dan pintu juga masih asli dari kali pertama Langgar berdiri.

"Kalau Ramadan seperti sekarang ini, Langgar Gantung juga dipakai untuk salat tarawih. Lalu, paginya untuk tadarus ibu-ibu. Malam setelah salat tarawih juga dipakai tadarus oleh jemaah laki-laki," ujarnya. (sha)

 

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved