Nasib Keluarga Gak Mampu Bayar BBM, Jenazah Bayi Diturunkan Sopir Ambulans di SPBU Ternyata Pungli

Nasib keluarga gak mampu bayar BBM, jenazah bayi diturunkan sopir ambulans di SPBU ternyata pungli, direktur rumah sakit sebut menyalahi prosedur.

|
Youtube Tribun Sumsel/TRIBUNPONTIANAK.CO.ID
Suwardi (kanan) sopir ambulans, keluarga pasien (kiri) gak mampu bayar BBM, jenazah bayi diturunkan di SPBU ternyata pungli, direktur rumah sakit sebut menyalahi prosedur. 

SURYAMALANG.COM, - Sosok sopir ambulans menurunkan jenazah bayi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) menjadi sorotan banyak pihak. 

Dari Direktur rumah sakit sampai Kepala Dinas Kesehatan angkat bicara mengenai aksi sopir ambulans yang ternyata melakukan pemungutan liar alias pungli.

Gara-gara keluarga jenazah bayi tidak sanggup membayar biaya BBM yang diminta sopir ambulans maka mereka pun memutuskan untuk turun. 

Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar) Senin (15/7/24) malam WIB di sekitar kawasan Tugu Beji. 

Seorang nenek keluar dari mobil ambulans seraya menggendong jenazah cucunya yang baru saja lahir.

Bersama keluarga, nenek itu membawa jenazah bayi laki-laki meninggalkan mobil ambulans sebab tidak ada uang untuk memenuhi permintaan sopir.

Bayi tersebut lahir normal di RSUD Ade M Djoen Sintang. Namun, sudah meninggal dalam kandungan.

Ojong, kakek bayi malang tersebut menceritakan jika pihaknya sudah membayar biaya ambulans sebesar Rp 690.000 ribu rupiah di kasir RSUD Ade M Djoen Sintang.

"Itu pun kami ndak punya uang. Terus minta tolong. Dibantu sama Pak Dewan," kata Ojong ditemui di lokasi kejadian melansir Tribunpontianak.com (grup suryamalang), Selasa, (16/7/2024).

Setelah membayar biaya jasa ambulans, keluarga dan jenazah bayi tersebut berangkat ke Nanga Mau, Kecamatan Kayan Hilir.

Namun di tengah perjalanan pihak keluarga sakit hati dengan ucapan sopir ambulans karena meminta biaya tambahan untuk bayar BBM. 

Saat itu mobil ambulans berhenti sebentar di SPBU untuk mengisi BBM.

Kata Ojong, oknum sopir tersebut meminta tambahan biaya untuk membayar minyak jenis Dexlite sebesar Rp 600 ribu rupiah.

Ojong dan keluarga yang sudah tidak punya uang lagi memutuskan keluar dari mobil. 

Cukup lama mobil ambulans berhenti di area SPBU sementara jenazah bayi sudah digendong keluar oleh neneknya.

"Hati saya sakit. Kami masih sadar (tidak berbuat anarkis) saya ndak terima. Cucu meninggal," kata Ojong.

Ojong pun tak kuasa menahan tangis karena diperlakukan tak masuk akal.

Baca juga: Firasat Dosen ITB Ketemu Anak Penjual Gorengan Sidoarjo Bisa Ubah Nasib Keluarga, Lulus Jadi Sukses

Setelah lebih dari 1 jam, jenazah bayi tersebut akhirnya dibawa ke rumah duka menggunakan mobil penumpang dan tiba di Nanga Mau sekitar pukul 01.00 WIB dini hari.

"Kami selaku masyarakat tidak terima seperti ini. Cara seperti ini menindas rakyat. Betul betul Kami tidak terima. Jangan sampai terjadi seperti ini. Tolong kasian masyarakat lain," ujar Ojong sesenggukan.

Sosok Sopir Ambulans

Sosok sopir ambulans itu ternyata bernama Suwardi. 

Setelah masalah ini mencuat, Suwardi mengaku bersalah kepada keluarga pasien yang sedang berduka karena meminta biaya tambahan untuk bayar BBM mobil ambulans

"Saya merasa berdosa dan sangat bersalah. Karena tidak membantu orang. Tapi saya sering membantu orang. Bahkan yang gratis pun sering bantu," kata Suwardi.

Suwardi mengakui meminta meminta biaya tambahan untuk mengganti selisih harga BBM yang dia beli menggunakan uang pribadi.

Sebelum berangkat, Suwardi sudah menjelaskan ke keluarga pasien jika ambulans yang digunakan beda dengan Perbup.

"Karena ambulans yang saya gunakan ini menggunakan BBM jenis Dexlite. Harganya perliter 14.900. Sementara perbup yang ada di rumah sakit, BBM yang ditanggung sebesar 9.500 rupiah" ungkap Suwardi.

"Selisih BBM itu yang saya minta pada keluarga pasien ternyata keluarga pasien mengeluarkan surat bahwanya sudah dibayar di kasir" lanjut Suwardi.

"Saya bilang selisih BBM dari 14.900 itu dikurangi perbup 9.500 selisih 5.400 rupiah itu saya minta pergantian pada pihak kelaurga," tambah Suwardi.

Akibat penambahan biaya inilah kemudian terjadi perselisihan, sehingga pihak keluarga membawa jenazah bayi turun dari ambulans di sekitar Tugu Beji.

"Sehingga timbul perselisihan bahwasanya saya menurunkan keluarga pasien dan sebagainya" ujar Suwardi.

"Saya bilang, saya ingin menurunkan keluarga pasien dengan mengganti ambulans yang standar perbup," imbuh Suwardi.

Atas nama pribadi, Suwardi menyatakan bersalah dan siap mendapatkan sanksi dari pihak managemen RSUD Ade M Djoen Sintang.

Suwardi Terbukti Melanggar Prosedur

Direktur RSUD Ade M Djoen Sintang, Ridwan Hasiholan Pane menyayangkan ada oknum Sopir ambulans yang meminta uang selisih harga BBM kepada keluarga pasien.

Seharusnya, jika keluarga pasien sudah membayar biaya di kasir rumah sakit dengan harga sesuai dalam Perbup maka, sopir tidak diperkenankan untuk meminta biaya tambahan dalam bentuk apapun.

"Memang benar itu ambulans kami. Dan kami memastikan bahwa pelayanan kemarin sudah sesuai dengan SOP" ungkap Ridwan, Selasa (16/7/2024).

"Pembayaran sudah lewat kasir sesuai perbup. Namun kemudian oleh oknum sopir kami ada rencananya menarik (biaya tambahan) karena pada akhirnya tidak terjadi, karena baru direncanakan sebesar 400 ribu," lanjut Ridwan.

"Ketika kami klarifikasi, kenapa dijawab karena memang selisih harga BBM dexlite sementara di perbup masih menggunakan pertalit sehingga ada selisih bayar. Hal ini tidak kami perkenankan," jelas Ridwan.

Ridwan menyebut, ambulans dengan bahan bakar Dexlite tersebut tidak direkomendasikan digunakan ke luar kota dengan alasan selisih harga BBM dengan Perbup.

Namun, jika ambulans itu terpaksa digunakan, harus mendapatkan persetujuan manajemen.

"Kalau digunakan itu pun atas persetujuan direktur dan biaya dibebankan ke rumah sakit. Itu alternatif terakhir" lanjut Ridwan. 

"Kalaupun ada selisih bayar, kita yang tanggung bukan keluarga pasien," imbuh Ridwan.

Ridwan mengklaim jika semua jenis operasional ambulans sudah diatur dalam perbup baik BBM, biaya sopir dan perawat bahkan, BBM ambulans juga sudah terisi dan siap digunakan.

"Sudah ada uang operasional di perbup. Ada uang sopir perawat bensin semua dibayarkan kalau dia sudah kerja" papar Ridwan. 

"Uang baru dikasih setelah kerja. BBM selalu tersedia kan diisi umpamanya sopir berangkat setelah digunakan diisi lagi" imbuhnya. 

"Dexlite sebenarnya tidak kita rekomendasikan ya karena ada selisih harga kalaupun darurat selisih itu tidak boleh dibebankan ke pasien" lanjutnya. 

"Harus rumah sakit yang tanggung. Karena mobil itu memang digunakan di kota saja," tegas Ridwan.

Soal narasi yang berkembang oknum sopir menurunkan Jenazah bayi di jalan, Ridwan menyebut sopir berencana untuk ganti mobil yang standar perbup menggunakan pertalite.

"Mungkin ada komunikasi tidak pas antara sopir dengan keluarga pasien sampai akhirnya tidak jadi menggunakan ambulans kita," ungkap Ridwan.

Ridwan memastikan, pelayanan terhadap pemulangan jenazah bayi ke Nanga Mau sudah sesuai dengan SOP. Keluarga juga sudah membayar Rp 690.000 ke kasir RSUD untuk ambulans.

"Cuman memang beliau berusaha meminta lebih itu di luar pengetahuan kami dan dia sudah minta maaf" kata Ridwan. 

"Ada konsekuensi ada nanti dari managemen ada aturan kepegawaian akan kami tindaklanjuti" jelasnya. 

"Kami minta maaf memang tidak semua sopir. Ada oknum," pungkas Ridwan.

Kepala Dinas Kesehatan Akan Beri Sanksi

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Erna Yulianti telah meminta keterangan kepada pihak RSUD Ade M Djoen Sintang terkait viralnya jenazah diturunkan sopir ambulans di SPBU.

Peristiwa tersebut terjadi pada Senin, 15 Juli 2024 malam di sekitar kawasan Tugu Beji, Sintang, Kalimantan Barat.

Jenazah bayi laki-laki bernasib malang setelah diturunkan oleh sopir ambulans RSUD Ade M Djoen Sintang, Kalimantan Barat, lantaran keluarga tidak mampu membayar uang bensin Rp400 ribu yang diminta.

Terkait hal ini, Erna Yulianti menyimpulkan kejadian yang dimaksud memang murni dilakukan oleh oknum sopir bernama Suwardi.

Saat ini, sambung Erna oknum sopir sudah diberi sanksi tegas sesuai dengan mekanisme kepegawaian yang berlaku.

Mengenai sanksi kepegawaian yang akan diberikan, Erna mengatakan akan ditetapkan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sintan dan masih dilakukan rapat terkait sanksi apa yang akan diberikan.

"Kita juga sudah pastikan bahwa pihak RSUD memberi sanksi tegas, dan yang bersangkutan juga sudah memberikan klarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf melalui media massa atas kejadian tersebut," tegas Erna dilansir dari Tribunpontianak.com, Rabu, (17/7/2024).

"Selain itu, kita juga meminta kepada pihak Rumah Sakit untuk menjadikan ini sebagai pelajaran, dan mereka (RSUD Ade M Djoen) juga berjanji akan meningkatkan pelayanan Rumah Sakit agar kejadian serupa tidak kembali terulang," jelas Erna. 

Erna menjelaskan tarif biaya ambulans di RS pemerintah baik di tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota sudah diatur dalam peraturan daerah.

 

 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved