Keluarga Beber Fakta Baru Penyebab Kematian dr Aulia Risma, Bukan Perundungan tapi Syaraf Kejepit

Kematian dr Aulia Risma Lestari masih ramai dibicarakan publik. Kini, keluarga mengungkap kematiannya bukan karena perundungan, tapi syaraf kejepit.

Editor: iksan fauzi
Kolase TribunJateng.com
Kuasa hukum keluarga dr Aulia Risma Lestari, Susyanto membeber fakta baru penyebab kematian mahasiswi PPDS Undip itu bukan karena perundungan tapi akibat syaraf kejepit. 

SURYAMALANG.COM, TEGAL – Kematian dr Aulia Risma Lestari (30) masih ramai menjadi pembicaraan publik lantaran kematiannya di kamar kos menyisakan tanda tanya.

Kini, pihak keluarga dr Aulia Risma pun angkat bicara setelah kasus kematian mahasiswi program pendidikan spesialis (PPDS) itu viral.

Kuasa hukum keluarga dr Aulia Risma, Susyanto SH MH awalnya tidak memberikan penjelasan atas penyebab kematian dokter anestesia itu karena perundungan atau tidak.

Pasalnya, Susyanto khawatir nanti jawabannya akan blunder.

Ia pun akan memberikan keterangan penyebab kematian dr Aulia Risma kepada kepolisian.

"Terkait yang viral katanya, nuwun sewu korban meninggal karena bunuh diri itu kami sangkal. Itu tidak benar. Bahwa almarhumah meninggal dunia karena sakit," tutur Susyanto di rumahnya di Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jumat (16/8/2024).

Ia menyatakan dr Aulia Risma memiliki riwayat penyakit saraf kejepit. Adapun ketika mengalami jika kelelahan, dr Aulia Risma merasakan sakit tak bias ditahan.

Mungkin saat dalam keadaan darurat, dr Aulia Risma menyuntikkan obat anestesi dan kelebihan dosis.

"Intinya pihak keluarga menampik terkait bahwa korban almarhumah itu meninggal dunia karena bunuh diri. Kami sebagai kuasa hukum dari keluarga itu menolak berita tersebut," bebernya.

Apakah dr Aulia Risma pernah bercerita ke orangtuanya saat menjalani PPDS? Susyanto mengatakan hal itu akan dibuka apabila penegak hukum meminta keterangan resmi dari pihak keluarga.

Ia khawatir jika disampaikan kepada media justru akan menjadi fitnah.

Kemudian menanggapi jika hasil investigasi Kemenkes ditemukan perundungan, pihak keluarga menyerahkan kepada Kemenkes RI.

"Itu kewenangan dari pihak Kementerian Kesehatan untuk menata dapur rumah tangganya. Kami hanya sebatas memberikan keterangan apa yang dibutuhkan oleh Kemenkes RI," jelasnya.

Undip menepis

Sementara itu, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menepis dugaan tewasnya dr Aulia Risma akibat perundungan.

"Mengenai pemberitaan meninggalnya almarhumah berkaitan dengan dugaan perundungan, yang terjadi dari investigasi internal kami hal tersebut tidak benar," tegas Rektor Undip Suharmono melalui Manager layanan terpadu dan humas Undip Utami Setyowati, Kamis (15/8/2024).

Menurutnya, dr Aulia Risma merupakan mahasiswi yang berdedikasi dalam pekerjaannya.

Namun dia mempunyai masalah kesehatan yang mempengaruhi proses belajar yang sedang ditempuh.

Utami tidak menyebut penyakit yang diderita Aulia.

"Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai konfidensialitas (kerahasiaan) medis dan privasi almarhumah, kami tidak dapat menyampaikan detail masalah kesehatan yang dialami selama proses pendidikan," jelasnya.

Utami menyebut pengelola pendidikan program studi anestesi juga menyikapi masalah kesehatan yang  diderita Aulia dengan memantau aktif kesehatannya.

Bahkan karena kondisi kesehatan itu, Aulia sempat mengajukan untuk mengundurkan diri.

"Namun karena beliau adalah penerima beasiswa sehingga secara administratif terikat dengan ketentuan penerima beasiswa, sehingga almarhumah mengurungkan niat itu," tuturnya.

Pihaknya sangat terbuka dengan fakta-fakta valid lain di luar hasil investigasinya.

Tak hanya itu Undip siap berkoordinasi dengan pihak manapun untuk menindaklanjuti tujuan pendidikan dengan menerapkan zero bullying di Fakultas Kedokteran Undip.

"Fakultas kedokteran Undip telah menerapkan gerakan zero bullying yang dipantau secara aktif oleh tim pencegahan dan penanganan perundungan dan kekerasan seksual pada Fakultas Kedokteran Undip sejak 1 Agustus 2023," jelasnya.

Berkait dengan Surat Dirjen Yankes Nomor TK.02.02/D44137/2024, kata dia, tim fakultas Kedokteran Undip bersama dengan tim RSUP dr. Kariadi telah melakukan pertemuan dengan Dirjen Yankes dan menyampaikan klarifikasi mengenai hal-hal itu.

"Undip siap berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengklarifikasi, mendiskusikan dan melakukan penanganan lebih lanjut," tuturnya.

Terkait hasil investigasi, Utami mengatakan belum dilakukan secara detil. Pihaknya hanya merespon meninggalnya Aulia. Begitu juga beasiswa didapatkan Aulia  tak diterangkan secara detail.

"Kami tidak bisa menyebutkan beasiswanya," tuturnya.

Utami juga tidak bisa menyebutkan denda administrasi sebesar Rp 500 juta yang dikenakan Aulia saat mengajukan pengunduruan diri.

"Ya itu nanti kami tanyakan," kata dia.

Ia menegaskan meninggalnya Aulia bukan karena perundungan tetapi memiliki riwayat sakit.

Namun Utami tak menjawab saat ditanya apakah Aulia tewas karena bunuh diri.

"Kalau bunuh diri atau tidak nanti urusan Polisi," tandasnya.

Klarifikasi RSUP Dr Kariadi

Terpisah, pihak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi juga telah menanggapi kasus tewasnya dr Aulia Risma.

"Kami tidak paham, kasus ini juga ditelusuri polisi (soal perundungan). Terkait jam kerja (overtime) silakan konfirmasi ke program studinya (Undip)," beber Staf Humas RSUP Dr Kariadi Semarang, Aditya, Kamis (15/8/2024).

Di sisi lain, pembekuan program Anestesi Undip oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdampak terhadap pelayanan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi Semarang.

Kemenkes melakukan pembekuan program tersebut mulai 14 Agustus 2024 menyusul kasus tewasnya Dr Aulia Risma Lestari.

Terkait terganggunya pelayanan, dibenarkan pihak RSUP Kariadi. Namun, rumah sakit pelat merah ini tidak membeberkan detail dampak dari pemberhentian program tersebut.

"Kami masih melakukan koordinasi kedepannya harus bagaimana karena kejadian ini pasti ada imbasnya (ke pelayanan)," ujar Adit.

Pemberhentian program anestesi Universitas Diponegoro dari Kementerian Kesehatan dilakukan melalui surat yang ditunjukan ke Direktur Utama RSUP Kariadi dengan ditanda tangani oleh dr Azhar Jaya Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.

Surat itu menyatakan, pembekuan program anestesi Undip berlangsung sampai selesainya investigasi dan  langkah pertanggung jawaban jajaran Direksi RSUP Kariadi Semarang dan Fakultas Kedokteran Undip.

"Surat edaran dari Kemenkes berupa pembekuan sementara, belum paham pembekuan sementara atau periodik karena menunggu (hasil investigasi) Kemenkes dan Undip," ungkap Adit.

Selain itu, pihaknya meliputi Direksi dan Manajemen rumah sakit sudah memanggil berbagai pihak terkait kasus yang terjadi.

"Dirjen Kemenkes sudah datang ke Kariadi, kami menunggu karena (kasus ini) dilimpahkan ke Kemenkes dan Undip," terangnya.

Polisi selidiki motif

Sebelumnya, polisi masih menyelidiki motif kematian dr Aulia Risma Lestari.

Kepolisian telah memintai keterangan para saksi termasuk dari pihak kampus.

Terutama terkait informasi adanya perundungan atau bullying yang diterima korban.

"Ada beberapa saksi yang sudah kami mintai keterangan. Kami juga Koordinasi dengan Undip yang mana info dari kampus korban ada permasalahan pribadi," ujar Kasatreskrim Polrestabes Semarang Kompol Andika Dharma Sena, Kamis (15/8/2024).

Dia menyebut, hasil olah tempat kejadian perkara, kamar kos korban terkunci dari dalam.

Polisi juga  mempelajari beberapa rekaman kamera CCTV.

"Tubuh korban tidak ada tanda kekerasan, ada bekas suntikan di tubuh korban yang diduga (dilakukan) dari yang bersangkutan," paparnya.

Akibat kematian korban, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia mendorong penyelidikan atas kasus kematian korban.  

“PB IDI menghormati proses penyelidikan yang masih berlangsung oleh aparat yang berwenang," kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia,  Moh. Adib Khumaidi,  dalam keterangan tertulis.

Dari  kejadian ini, pihaknya menekankan pentingnya dukungan kesehatan mental selama pendidikan.

"Kami mendorong pembentukan Pusat Trauma dan evaluasi kesehatan mental secara berkala untuk memastikan bahwa mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan kedokteran dan spesialis menerima perawatan dan dukungan yang diperlukan," sambungnya. (sumber: TribunJateng.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved