Merawat Kemabruran Puasa

Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati

Kadang-kadang sufi sejati dianggap sufi palsu atau bukan sufi, karena penampilan fisik dan lahiriah tidak sesuai espektasinya.

Editor: Dyan Rekohadi
FOTO DOKUMENTASI PRIBADI
Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA 

Sedangkan tanda-tanda sederhana sufi palsu ialah suka mengangkat diri sebagai pemimpin atau tokoh spiritual, suka mengumbar janji keberhasilan kepada jamaah dengan doa dan wirid, sering mencela ustas atau tokoh spiritual lainnya, muru’ah-nya kurang, mencintai pujian dan popularitas, tidak bisa menyembunyikan kecintaannya terhadap materi dan dunia, bahkan hidupnya tergantung pada jamaahnya, gampang tersinggung dan marah.

Dia juga cenderung membeda-bedakan kelas sosial-ekonomi jamaahnya, lebih respek dan lebih mudah memberikan pelayanan terhadap kelas masyarakat atas dan cenderung menyepelekan jamaah yang tidak berkelas. 

Dia memiliki mobilitas tinggi dalam melayani permintaan orang atau jamaah khususnya, sementara murid-murid di padepokannya cenderung ditelantarkan.

Sufi sejati membimbing dan mengajar dengan hati dan rohani, sehingga dirasakan betul di dalam hati para murid dan jamaahnya.

Segala sesuatu darinya bersumber dari hati nurani sehingga meyakinkan para muridnya. Persis seperti qaul yang mengatakan: “Segala yang keluar dari hati akan mendarat di hati” (kullu ma kharaja minal qalb waqa’a fil qalb).

Sedangkan sufi palsu, pintar membolak balik kata-kata, berpenampilan menarik dan memukau, tetapi sayang seperti kata qaul: Ucapannya “masuk di telinga kanan keluar dari telinga kiri”, tanpa ada yang tersimpan.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved