Pengelolaan Sampah Surabaya

Menteri Lingkuhan Hidup Puji Pengelolaan Sampah di Kota Surabaya, Anggaran Nyaris Setengah Triliun

Menteri Lingkuhan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memuji dan mengapresiasi sistem pengelolaan sampah di Kota Surabaya dilakukan secara masif.

SURYAMALANG.COM/BOBBY KOLOWAY
AJAK KOLABORASI PERUSAHAAN - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiqberkunjung ke PT Cheil Jedang (CJ), Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan, Rabu sore (7/5/2025). Menteri Hanif mengajak pelaku industri di Jawa Timur untuk mendukung pengelolaan sampah secara komprehensif. 

SURYAMALANG.COM | SURABAYA - Menteri Lingkuhan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memuji dan mengapresiasi sistem pengelolaan sampah di Kota Surabaya dilakukan menggunakan sistem waste energy melalui proses gasifikasi.

Hanif Faisol Nurofiq mengatakan persoalan sampah sudah menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto.

Hanif Faisol Nurofiq pun telah memetakan 33 kota yang diindikasikan memiliki timbulan sampah sekitar 1.000 ton per hari. 

Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, permasalahan sampah tidak dilakukan dengan cara mengubah budaya masyarakat secara cepat, perlu adanya energi masif dalam menangani timbulan sampah tersebut.

“Ini sedang digodok di level kabinet, mudah-mudahan tidak terlalu lama (rencana strategis) diselesaikan, sehingga kita akan mempunyai penyelesaian terhadap sampah yang timbulannya besar,” kata Hanif, Senin (12/5/2025).

Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan itu saat ditemui reporter SURYAMALANG.COM usai acara Forum Lingkungan Hidup Seluruh Indonesia di ruang Diamon, Grand City Convex Surabaya lalu.

Hanif mengatakan, penyelesaian permasalahan sampah di Kota Surabaya berjalan masif melalui waste energy melalui proses gasifikasi.

Baca juga: Kelola Sampah, Pemkot Surabaya Habiskan Anggaran Nyaris Setengah Triliun per Tahunnya

“Surabaya salah satu kota yang mencoba menyelesaikan (sampah) secara masif melalui waste energy melalui gasifikasi, dan Pak Wali Kota (Eri Cahyadi) masih mempunyai target kinerja utama yang menjadi rujukan penanganan sampah di kota. Surabaya selesai (permasalahan) sampah, insyaallah Jawa Timur klir," kata Hanif.

Sementara itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan waste energy Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo telah menjadi rujukan kota-kota di Indonesia.

Pihaknya berharap seluruh stakeholder sama-sama ikut berkontribusi dalam pengelolaan sampah.

“Orang-orang hari ini itu berpikirnya, pokoknya sampah itu tanggung jawab pemerintah, padahal tidak. Di dalam undang-undang tidak seperti itu, karena itu kami akan sosialisasikan, kami akan undang Pak Menteri LH, seluruh komunitas, dan warga Surabaya,” kata Wali Kota Eri.

Pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyebut persoalan sampah masih menjadi atensi hingga saat ini. 

Apalagi, produksi sampah yang tinggi juga berimplikasi pada angka kebutuhan anggaran yang juga meningkat.

Data Pemkot, jumlah produksi sampah di Surabaya mencapai 1.805,5 ton perhari.

Besarnya produksi tersebut mengakibatkan besarnya anggaran pengelolaan sampah hingga mencapai Rp 462 miliar pertahunnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya Dedik Irianto mengungkapkan, satu di antara pos kebutuhan pengelolaan sampah dibutuhkan untuk biaya (tipping fee) pengelolaan TPA Benowo. 

Melalui kerjasama dengan PT Sumber Organik (PTSO) sebagai pengelola TPA Benowo, Pemkot mengeluarkan tipping fee sebesar Rp232 ribu per ton.

Selain itu, anggaran pengelolaan sampah juga digunakan untuk pos-pos anggaran lain seperti mendukung alat angkut, pembelian BBM, alat sosialisasi, gaji pegawai dan Satgas hingga berbagai program pengelolaan sampah lainnya di tingkat kota. 

Di TPA Benowo, PTSO juga mengembangkan Infrastuktur Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) Benowo, Surabaya.

"Melalui lelang, kita memilih vendor yang menggunakan teknologi bagus dengan tipping fee murah. Memang, dari awal sudah ada ketentuan pembayaran tipping fee," kata Dedik ketika dikonfirmasi di Surabaya.

Kerjasama tersebut telah berlangsung sejak 2012 dengan nilai tipping fee yang mengalami penyesuaian tiap tahunnya.

Pada awal kerjasama, tipping fee dihargai Rp191 ribu perton.

"Dari tahun 2012, sudah ada kenaikan dengan nilai inflasi dan pengaruh lainnya. Dari yang awalnya Rp191 ribu di tahun pertama hingga di tahun ke-13 menjadi Rp232 ribu perton. Penyesuaian ini akan terus dilakukan sampai di tahun ke-20. Sudah ada ketentuannya di tipping fee," kata Dedik.

Dedik juga telah menyiapkan sejumlah skema untuk mengurangi sampah mulai dari hulu.

Di antaranya, diet plastik di pasar tradisional, penambahan TPS 3R, menggelar lomba program komunitas kampung iklim (Proklim), lomba asah terampil, ECO enzim, hingga merekrut duta melalui pangeran putri dan lingkungan.

DLH juga menggandeng Kader Surabaya Hebat (KSH) untuk melakukan sosialisasi pemilahan dan pengelolaan sampah dengan target 500 RW menuju zero waste.

"Kami menargetkan dapat mengelola sampah sejak dari RW di masing-masing wilayah. Saat ini sudah ada sekitar 130 kampung dengan predikat menuju Zero Waste," kata Dedik.

Nantinya, masing-masing RW akan terintegrasi dengan bank sampah. Dengan 680 bank sampah unit ditambah 4 bank sampah induk, pengelolaan sampah bisa mencapai 20 ton perhari.

Pemkot Surabaya juga akan menggandeng sejumlah pihak swasta dalam mengelola sampah.

Di antaranya, melalui kerjasama dalam pola Refuse Derived Fuel atau RDF.

RDF merupakan pengolahan sampah dengan dikeringkan untuk menurunkan kadar air hingga lebih dari 25 persen.

Melalui pencacahan terlebih dahulu, RDF akan menyeragamkan ukurannya menjadi 2-10 cm.

Hingga saat ini sudah ada dua perusahaan yang akan ikut terlibat dalam pengelolaan sampah ini.

"Total kapasitasnya bisa mencapai 335 ton perhari," katanya.

Pemkot Surabaya pada prinsipnya mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah.

"Dengan adanya kampung percontohan pengurangan sampah/kampung zero waste hingga kampus zero waste, maka partisipasi masyarakat menjadi strategis dalam hal mengurangi sampah," tandas Dedik.

Menteri LH ajak perusahaan

Sementara itu, Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengajak pelaku industri di Jawa Timur untuk mendukung pengelolaan sampah secara menyeluruh. 

Tak hanya pada pengelolaan di hilir, perusahaan diharap mengambil andil dalam antisipasi sampah sejak produksi.

Hal ini disampaikan Menteri Hanif ketika berkunjung ke PT Cheil Jedang (CJ), Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan, Rabu sore (7/5/2025).

Menurutnya, Chail Jedong sebagai anak perusahaan dari CJ Group asal Korea Selatan memiliki potensi besar dalam pengembangan tersebut.

Di sisi hulu, Menteri Hanif mengajak perusahaan yang bergerak di bidang bioteknologi untuk memperbanyak produksi kemasan ramah lingkungan.

Hal ini bisa mencegah pencemaran lingkungan yang disebabkan timbunan plastik karena sulit terurai.

"Kami ingin mengajak CJ untuk membuat packaging yang bisa terurai di lingkungan. Sesuai arahan Bapak Presiden (Prabowo Subianto), kami melakukan intervensi pengurangan plastik secara serius," kata Menteri Hanif ketika dikonfirmasi Kamis (8/5/2025).

Selama ini, CJ memang memiliki langkah signifikan dalam memproduksi kemasan ramah lingkungan sebagai bagian dari komitmen terhadap prinsip zero waste.

CheilJedang telah mengembangkan dan memproduksi Polyhydroxyalkanoate (PHA) sebagai plastik biodegradable yang dapat terurai di lingkungan laut dan tanah. 

Produksi massal PHA ini dilakukan di pabrik bio mereka di Pasuruan, Indonesia, dengan kapasitas awal sebesar 5.000 ton per tahun dan rencana peningkatan hingga 65.000 ton per tahun pada 2025.

Mereka juga telah meluncurkan merek PHACT yang fokus pada material biodegradable, untuk memperluas penggunaan PHA dalam berbagai produk kemasan ramah lingkungan.

Menteri Hanif melanjutkan, Indonesia menghadapi masalah serius dalam pengelolaan sampah domestik.

Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada 2023, sekitar 38,25 pesen dari 38,2 juta ton sampah di Indonesia tidak terkelola dengan baik. 

Sampah plastik menyumbang 19,21 persen dari total volume tersebut.

Selain itu, impor sampah plastik sering kali membawa limbah yang terkontaminasi atau tidak sesuai dengan perjanjian, yang memperburuk pencemaran lingkungan dan membebani fasilitas pengolahan lokal.

"Karenanya, sejak November 2024, kami menghentikan importasi sampah plastik daur ulang, termasuk yang telah disortir. Sebab, volume sampah domestik yang sangat besar," tandas Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup ini.

Selain di hulu, perusahaan juga bisa mengambil peran dalam pengelolaan sampah di hilir.

Transfer teknologi hingga CSR bisa menjadi alternatif solusi untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah secara optimal sekaligus menggantikan pola tradisional saat ini.

Menteri Hanif mencotohkan, Pemerintah telah melarang praktik pembuangan sampah terbuka (open dumping).

Sayangnya, meskipun sebagai metode pengelolaan sampah tidak ramah lingkungan, praktik ini masih terjadi di beberapa daerah karena keterbatasan infrastruktur dan kurangnya pengawasan.

Pun demikian pula dengan pembakaran sampah tanpa pengendalian atau open burning yang juga dianggap turut menyuplai polusi di daerah.

"Kami telah melarang kegiatan tidak ramah lingkungan seperti open dumping. Ini berbahaya untuk lingkungan," tandasnya.

"Dengan berbagai tantangan tersebut, pemerintah ingin mengajak perusahaan untuk kolaborasi. Mulai dari produksi kemasan ramah lingkungan yang tetap terjangkau, CSR dalam pengelolaan sampah, hingga transfer teknologi dengan masyarakat sekitar. Harapannya ini bisa menunjang program KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pengelolaan sampah yang sebelumnya juga telah disiapkan Pemerintah Pusat," tandas penggagas program "Revolusi Hijau" di Kalimantan Selatan ini.

Pada kunjungan tersebut, Menteri Hanif sempat berdiskusi dengan jajaran direksi PT Cheil Jedang.

Di sela pertemuan, Menteri Hanif juga melakukan penanaman pohon di area perusahaan.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved