JAKSA Beber Kronologi Lisa Rachmat Otak Suap Eks Ketua Hakim PN Surabaya Rudi Suparmono Rp 511 Juta
Jaksa membeberkan kronologi suap eks Ketua Hakim PN Surabaya Rudi Suparmono Rp 511 Juta untuk mengatur tiga hakim pengadil Gregorius Ronald Tannur.
SURYAMALANG.COM | JAKARTA - Jaksa membeberkan kronologi suap eks Ketua Hakim PN Surabaya Rudi Suparmono Rp 511 Juta untuk mengatur tiga hakim pengadil Gregorius Ronald Tannur.
Hal itu terungkap dalam sidang perdana kasus suap dengan terdakwa Rudi Suparmono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).
Lisa Rachmat, selaku pengacara Ronald Tannur menyerahkan uang senilai 43.000 Dollar Singapura atau sekitar Rp 511 juta saat bertemu Rudi Suparmono di PN Surabaya, pada 4 Maret 2024.
Pada waktu itu, Lisa Rachmat menyerahkan uang dalam amplop dan menaruh di meja Rudi Suparmono.
Adapun tujuan penyuapan tersebut, kata Jaksa, untuk menentukan tiga hakim sesuai permintaan Lisa Rachmat.
Setelah Lisa Rachmat meninggalkan ruang Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono kemudian memasukkan uang dalam amplop tersebut ke laci meja.
Berikut Jaksa Kejagung membeberkan kronologi penyuapan terhadap eks Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono untuk menentukan tiga hakim mengadili Ronlad Tannur.
Suap itu pun mulus. Majelis hakim PN Surabaya membebaskan Ronald Tannur dari kasus pembunuhan.
Namun, setelah pembebasan Ronald Tannur, kasus itu pun menjadi perhatian publik dan viral hingga para hakim tersebut kini menjadi terdakwa kasus suap.
"Berawal ketika Meirizka Widjaja selaku ibu kandung dari Gregorius Ronald Tannur meminta kepada Lisa Rachmat untuk bertindak sebagai Penasihat hukum Gregorius Ronald Tannur," kata jaksa di persidangan saat membacakan surat dakwaan.
"Kemudian Meirizka Widjaja menemui Lisa Rachmat di kantornya," sambungnya.
"Dalam pertemuan tersebut Lisa Rachmat meminta Meirizka Widjaja menyiapkan sejumlah uang untuk pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur,” imbuhnya.
Menindaklanjuti permintaan tersebut, kata Jaksa, pada Maret 2024 Lisa Rachmat menghubungi Zarof Ricar untuk meminta bantuan agar mengenalkannya dengan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono.
Jaksa melanjutkana, pada 4 Maret 2024, Lisa Rachmat datang ke PN Surabaya bertemu terdakwa Rudi Suparmono di ruang kerjanya.
“Pada pertemuan tersebut Lisa Rachmat meminta kepada terdakwa Rudi Suparmono agar menunjuk hakim Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo untuk mengadili perkara atas nama Gregorius Ronald Tannur,” ujar jaksa.
Setelah itu, kata Jaksa, Lisa Rachmat menemui hakim Erintuah Damanik untuk memperkenalkan diri sebagai penasihat hukum Ronald Tannur.
Kepada Rudi Suparmono, Lisa Rachmat mengatakan sudah bertemu dengan Heru Hanindyo dan Mangapul.
“(Heru Hanindyo dan Mangapul) yang akan menjadi anggota majelis hakim dalam perkara pidana Ronald Tannur padahal penetapan penunjukkan majelis hakim perkara pidana tersebut belum ada,” imbuh JPU.
Lanjut penuntut umum setelah penetapan penunjukan majelis hakim tersebut keluar, selanjutnya bertempat di ruang kerja ketua PN Surabaya.
Lisa Rachmat menemui terdakwa Rudi Suparmono dan menyerahkan amplop berisi uang sebesar SGD 43,000 atau setara Rp 511 juta.
“Dengan cara Lisa Rachmat meletakan amplop berisi uang tersebut ke atas meja terdakwa Rudi Suparmono sambil mengatakan ‘terima kasih,’ kemudian terdakwa memindahkan amplop berisi uang tersebut ke dalam laci meja kerja terdakwa,” kata Jaksa di persidangan.
“Pada saat pulang kantor kemudian terdakwa Rudi Suparmono memindahkan amplop yang berisi uang yang diterima dari Lisa Rachmat tersebut ke dalam koper dan selanjutnya terdakwa masukan ke dalam mobil,” jelasnya.
Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Rudi Suparmono melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 12 B junto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di persidangan terdakwa Rudi Suparmono dan kuasa hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan tersebut.
Sidang selanjutnya bakal digelar 25 Mei 2025 mendengar keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Kejagung siap eksekusi
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan, pihaknya siap mengeksekusi dua hakim pemberi vonis bebas Ronald Tannur, jika tak ajukan banding.
Dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya tersebut, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul.
Menurut Harli, apabila tak ada upaya hukum banding yang diajukan kedua terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi tersebut, maka dapat dimaknai mereka menerima vonis majelis hakim.
"Ya, seandainya (dua terdakwa) menerima (vonis). Kalau jaksa penuntut umum menerima, ya tentu putusan sudah berkekuatan hukum tetap dan dilakukan proses eksekusi," kata Harli, kepada wartawan di Gedung Puspenkum Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (15/5/2025).
Untuk diketahui, vonis terhadap tiga hakim nonaktif PN Surabaya itu dibacakan dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada Kamis (8/5/2025).
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memberikan waktu 7 hari kepada tiga terdakwa dan jaksa penuntut umum Kejagung untuk berpikir-pikir terlebih dahulu mengenai pengajuan upaya hukum banding.
Sebelumnya, hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Heru Hanindyo akan mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepadanya dalam kasus putusan bebas Ronald Tannur.
Heru Hanindyo dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.
Kuasa hukum hakim nonaktif Heru Hanindyo, Farih Romdoni Putra memastikan kliennya akan mengajukan upaya banding tersebut.
"Rencana akan kita ajukan banding ya," kata Farih, saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (13/5/2025).
Farih menjelaskan, banding diajukan pihak Heru Hanindyo karena menilai ada poin-poin pembelaan yang belum dipertimbangkan majelis hakim.
Poin-poin tersebut, ia menekankan, terkait pembuktian adanya penyerahan sejumlah uang dari terdakwa Lisa Rachmat kepada Heru Hanindyo.
"Banding diajukan karena kami berpendapat hakim belum mempertimbangkan poin-poin dalam pembelaan. Faktanya penyerahan uang dari Lisa ke Pak Heru tidak dapat dibuktikan, dan di hari yang dituduhkan ada bagi-bagi uang antar hakim pun Pak Heru tidak ada di Surabaya," pungkas Farih.
Seperti diketahui, dalam kasus suap hakim putusan bebas Ronald Tannur ini, terdakwa Heru Hanindyo menerima hukuman paling berat daripada dua rekan kerjanya di PN Surabaya itu.
Heru divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.
Sementara Erintuah dan Mangapul sama-sama divonis 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.
Atas perbuatannya, ketiga hakim nonaktif PN Surabaya itu dinyatakan melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kumulatif pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.
Majelis hakim juga menyebut Erintuah, Mangapul, dan Heru melanggar sumpah jabatan hakim dan tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com berjudul Kejaksaan Agung Siap Eksekusi Dua Hakim Pembebas Ronald Tannur Jika Tak Ajukan Banding dan Atur Susunan Hakim Vonis Bebas, Eks Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono Didakwa Terima Suap Rp 511 Juta
Ronald Tannur
Rudi Suparmono
Gregoris Ronald Tannur
ibu Ronald Tannur
suap Ronald Tannur
PN Surabaya
suap hakim PN Surabyaa
Lisa Rachmat
Meirizka Widjaja
SURYAMALANG.COM
Berisi 60 Ton Ikan Cakalang Senilai Rp 1 Miliar, Kapal Ikan Terdampar di Pantai Niyama Tulungagung |
![]() |
---|
Solidaritas untuk Affan Kurniawan di Alun-Alun Merdeka Kota Malang, Warga Gelar Doa Bersama |
![]() |
---|
Lewati 10 Tahapan, Sebanyak 60 Bidang Tanah di Desa Sumberbrantas Kota Batu Tuntaskan Redistribusi |
![]() |
---|
2 Calon Sekda Kabupaten Malang Kompak Evakuasi Balita Penderita Hidrosefalus |
![]() |
---|
Mutasi 15 Kepala OPD di Kabupaten Blitar, Bupati Rijanto : Mutasi untuk Penyegaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.