Surabaya

Pengusaha Bus Larang Putar Lagu Indonesia, Kru Bus Sambatan Kena Dampak Teror Royalti

Para kru bus merasa musik merupakan teman mereka dalam menjalani pekerjaan di jalanan.

Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Tony Hermawan
TEROR ROYALTI - Tirta, kondektur Bus Eka saat ditemui di Terminal Purabaya, Sidoarjo, Senin (18/8/2025). Ia mengungkap keluhannya ketika dilarang memutar lagu sepanjang perjalanan, tapi tak berkutik menghadapi teror royalti. 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Keputusan pihak manajemen Perusahaan otobus di Jatim yang melarang awak bus memutar lagu, khususnya lagu Indonesia selama perjalanan melayani penumpang ternyata dikeluhkan para awak atau kru bus.

Para kru bus merasa musik merupakan teman mereka dalam menjalani pekerjaan di jalanan.

Baca juga: BREAKING NEWS : PO Bus di Jatim Larang Kru Putar Musik di Dalam Bus, Ketakutan Ditagih Royalti

Tapi para kru bus tak bisa berbuat banyak, mereka menyerah menjadi korban dampak 'teror' royalti musik.

Mereka lebih baik menerima ketetapan perusahaan daripada diminta membayar jika pihak perusahaan PO bus mendapat tagihan membayar royalti.  

"Lha iya, orang Indonesia dilarang muter lagu Indonesia," keluh Tirta, kondektur Bus Eka, Senin (18/8).

Di sela kesibukannya mencari penumpang, ia melontarkan keluhan di dunia perbusan. 

Tirta bercerita, beberapa perusahaan otobus (PO) kini lebih berhati-hati memutar musik dalam perjalanan.

Perusahaan di tempatnya kerja sudah melarang kru bus menyetel lagu.

Sebab ada kebijakan menghidupkan lagu bisa dianggap melanggar aturan hak cipta dan memicu tagihan royalti. 

“Daripada kena masalah, banyak PO akhirnya melarang kru bus muter musik,” katanya.

Padahal, bagi kru bus, musik ibaratnya  menjadi teman setia di jalanan.

Lagu-lagu koplo sering jadi pengusir kantuk.

Ia sendiri tidak  setuju bila sekadar memutar lagu di perjalanan langsung dikaitkan dengan pungutan.

Sebab, musik di bus untuk hiburan buat penumpang dan awak bus. Bukan untuk  komersial.

Baca juga: Pemutaran Lagu di Bus Termasuk Komersial dan Wajib Bayar Royalti, Ini Kata Pakar Hukum UM Surabaya

Kini, perjalanan panjang tanpa musik perlahan jadi suasana baru di sejumlah bus antarkota. Sepi tanpa irama.

Suara  deru mesin dan dengung ban yang menemani.

Bagi Tirta, aturan ini seperti menghilangkan warna di tengah kerasnya hidup di jalan.

"Tapi gimana lagi, sekarang DPR isinya penyanyi, artis. Kita sebagai wong cilik ya wes, ngikuti saja. Gak boleh, ya sudah dituruti,” ucapnya.

Sumber: BolaSport.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved