jOMBANG

Angka Perceraian di Jombang Melonjak, Jumlah Kasus di Kecamatan Kota Paling Menonjol

Daerah perkotaan Kecamatan Jombang mencatat 190 kasus perceraian, sedangkan yang paling rendah ada di Ngusikan, hanya 27 perkara

Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Anggit Pujie Widodo
ILUSTRASI PERCERAIAN JOMBANG - Kantor Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (27/8/2025).  

Laporan : Anggit Puji Widodo

SURYAMALANG.COM, JOMBANG - Fenomena perceraian di kabupaten yang dikenal sebagai kota santri ini memang kian mengkhawatirkan.

Data terbaru yang dirilis PA Jombang per hari ini Rabu (27/8/2025) menunjukkan, ratusan perkara telah diputus sepanjang tahun 2025, dengan angka yang tidak merata antar kecamatan.

“Daerah perkotaan masih menjadi penyumbang terbanyak. Kecamatan Jombang mencatat 190 kasus, sedangkan yang paling rendah ada di Ngusikan, hanya 27 perkara,” ucap Humas PA Jombang, Ulil Uswah saat dikonfirmasi pada Rabu (27/8/2025). 

Jika dipetakan, ada jurang yang jelas antara kecamatan pusat kota dengan kawasan pelosok.

Kecamatan Jombang berada di posisi teratas, disusul Mojowarno (146 kasus) dan Diwek (140 kasus).

Sementara itu, kecamatan di ujung utara, seperti Ngusikan dan Ploso, justru mencatat angka perceraian yang jauh lebih rendah.

Peringkat 5 besar kasus perceraian tertinggi ada di Kecamatan Jombang dengan 190 kasus, Kecamatan Mojowarno 146 kasus, Kecamatan Diwek Diwek 140 kasus, Kecamatan Sumobito 125 kasus dan Kecamatan Ngoro 109 kasus. 

Sedangkan peringkat kasus perceraian menengah menyebar di 11 kecamatan, Jogoroto 101 kasus, Mojoagung 99 kasus, Bareng 98 kasus, Kesamben 83 kasus, Gudo 81 kasus, Peterongan 79 kasus, Tembelang 67 kasus, Wonosalam 61 kasus, Bandarkedungmulyo 59 kasus, Perak 59 kasus, Megaluh 55 kasus. 

Untuk peringkat 5 besar kasus perceraian terendah ada di Kecamatan Ngusikan dengan 27 kasus, Ploso 32 kasus, Plandaan 44 kasus, Kabuh 46 kasus, dan Kudu 46 kasus. 


Mengapa Perkotaan Lebih Rawan?

Fenomena ini mengundang pertanyaan besar, mengapa daerah perkotaan lebih rentan?

Banyak pihak menilai, dinamika kehidupan kota yang serba cepat, tuntutan ekonomi, hingga tekanan sosial berperan besar. 

Konflik rumah tangga, perselingkuhan, hingga masalah finansial kerap menjadi alasan utama di balik keputusan berpisah.

Sementara itu, di wilayah pedesaan, pola kehidupan masyarakat yang lebih tradisional, hubungan sosial yang erat, serta peran tokoh agama dan keluarga besar dalam menyelesaikan konflik, dinilai turut menekan angka perceraian.

Bagi PA Jombang, data ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin perubahan sosial di masyarakat. 

“Perceraian itu selalu kompleks, tidak bisa disederhanakan hanya pada satu faktor. Ada masalah komunikasi, ekonomi, bahkan pola hidup,” pungkas Ulil. 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved