Lumajang

Ada Insiden Salim Kancil, Bupati Baru Tutup Tambang Liar, Terlambatkah?

Penulis: Sri Wahyunik
Editor: Aji Bramastra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kematian tragis Salim Kancil memicu demo sejumlah elemen masyarakat.

SURYAMALANG.COM, LUMAJANG - Bupati Lumajang As'at Malik memerintahkan penambangan pasir di Lumajang ditutup. Penambangan tidak berizin di pinggir pantai selatan dilarang beroperasi.

Namun As'at masih enggan menutup penambangan pasir di wilayah daerah aliran sungai (DAS).

"Kami akan menutup semua penambangan illegal, terutama yang di pinggir pantai. Kalau yang di daerah aliran sungai kalau tidak ditambang nanti malah dangkal," ujar As'at usai menemui pendemo di depan kantor Pemkab, Selasa (29/9/2015).

Penambangan pasir pantai itu tersebar di Kecamatan Yosowilangun, Kunir, Tempeh, Pasirian, dan Tempursari. Kelima kecamatan itu berbatasan dengan pantai selatan. Sedangkan penambangan di daerah aliran sungai berada di Kecamatan Candipuro dan Pronojiwo.

Penambangan pasir di pantai seperti yang terjadi di Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian ditengarai tidak berizin.

"Kalau yang berizin namun di bibir pantai, akan kami usulkan kepada gubernur untuk menutupnya. Karena sejak 1 Januari 2015, izin operasional tambang itu di gubernur," imbuh As'at.

Ia sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan forum pimpinan daerah di Lumajang terkait penutupan itu. Kamis (1/10/2015) bupati mengumpulkan tujuh camat dan kepala desa di tujuh kecamatan yang memiliki tambang pasir. Pemkab akan menyosialisasikan rencana penutupan tersebut.

Namun saat ditanya langkah Pemkab paska penutupan, bupati tidak menjelaskan lebih lanjut. Ia juga tidak menyebutkan berapa jumlah titik penambangan pasir di Lumajang.

Dari informasi yang dihimpun Surya, ada sekitar 70an lokasi tambang baik legal dan illegal di Lumajang.

As'at juga mengutuk keras aksi kekerasan yang menewaskan warganya.

"Saya mengutuk keras tindak kekerasan yang menimpa rakyat saya," tegasnya.

Ia juga menyebut jika penganiayaan di balai desa merupakan perbuatan salah.

"Menganiaya, membunuh itu salah. Apalagi di balai desa, sangat salah," kecamnya.

Meski begitu ia tidak akan memberikan sanksi kepada Kepala Desa Selok Awar-Awar Hariyono atas insiden tersebut. Menurutnya persoalan itu menjadi wilayah hukum yang kini ditangani oleh penyidik.

Sementara itu, sejumlah warga Desa Selok Awar-Awar menolak penambangan pasir di pantai Watu Pecak. Menurut mereka penambangan itu merugikan pertanian di sekitar pantai.

Lisun, petani setempat hanya bisa memandangi dua petak sawahnya yang terendam air laut, Selasa (29/9/2015). Sawahnya berdekatan dengan milik Saim Kancil.

Semenjak penambangan besar-besaran dilakukan, sawahnya kerap terendam air laut.

"Padahal padi saya masih berusia seminggu. Kalau terendam begini ya mungkin mati. Sejak ada penambangan pakai alat berat, air lautnya lompat dan merendam sawah kami," ujar Lisun.

Hal senada diamini Sakim. Dulu air laut tidak merendam sawah karena air laut tida bisa melompati gunung pasir di bibir pantai

Gunung pasir itulah yang ditambang memakai alat berat. Akibatnya gunung pasir kandas hanya dalam waktu beberapa tahun saja. Kini gelombang bisa melompati tebing pasir hingga merendam sawah di seberang tebing pasir.

"Kami ingin jangan ada penambangan pasir lagi," tegas Sakim.

Dari pantauan Surya, paska kejadian pembunuhan terhadap Salim Kancil dan penganiayaan kepada Tosan, tidak ada lagi penambangan pasir di pantai Watu Pecak. Alat berat yang biasanya nangkring di tebing pasir. Siang malam alat berat mengeruk pasir di tempat itu.

Tidak hanya penambangan skala besar, para penambang tradisional yang hanya memakai alat manual juga berhenti. Mereka tidak mengayak pasir lagi sejak pembantaian terjadi Sabtu (26/9/2015). (*)

Berita Terkini