Teroris Serang Jawa Timur

Brainwashing, Ini Fakta dan Tahapan Teroris Cuci Otak Calon Anggota

Editor: Zainuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasukan Densus 88 berjaga-jaga usai penembakan terhadap Teguh alias Anto (45), terduga teroris yang disergap di tempat kosnya di Jalan Sikatan 4/6A, Surabaya, 15 Mei 2018 petang.

Awalnya konsep cuci otak dikembangkan pada 1950-an oleh pemerintah Tiongkok.

Cara ini dilakukan untuk membuat orang kerja sama dengan mereka.

3. Bermula dari diskusi dan dibutuhkan orang yang pintar

Brainwashing bekerja dengan cara diskusi.

Tak heran jika para teroris butuh orang yang pintar.

Hal ini ditutukan Ahmad Faiz Zainuddin, teman ngaji Dita Oepriarto (pelaku bom bunuh diri di Surabaya).

Pria yang statusnya sempat viral di Facebook ini mengatakan sejak dahulu para kelompok jalur keras selalu mencari bibit unggul.

“Kenapa? Karena proses brainwashing kan harus diajak diskusi.”

“Nah yang suka diskusi ini biasanya adalah anak-anak unggulan.”

“Tapi brainwashing saat SMA dulu nggak ngajak perang.”

“Tapi hanya menyalahkan sistem negara yang tidak sesuai Islam. Stadium dua lah,” tuturnya kepada SURYAMALANG.COM, Selasa (22/5/2018).

4. Korban mendapat stres berulang

Korban brainwashing dapat mengalami stres berulang.

Dilansir dari thenakedscientists.com, menurut Dr. Kathleen Taylor dari Oxford University, otak dapat berubah jika mengalami tekanan atau stres yang mendalam.

Dengan stres yang berulang, hal ini akan mudah bagi pelaku untuk meruntuhkan jati diri, memperkenalkan doktrin baru, kemudian membangun jati diri korban yang baru.

Halaman
123

Berita Terkini