Teroris Serang Jawa Timur

Brainwashing, Ini Fakta dan Tahapan Teroris Cuci Otak Calon Anggota

Editor: Zainuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasukan Densus 88 berjaga-jaga usai penembakan terhadap Teguh alias Anto (45), terduga teroris yang disergap di tempat kosnya di Jalan Sikatan 4/6A, Surabaya, 15 Mei 2018 petang.

SURAYAMALANG.COM – Teroris sudah beberapa meledakkan bom di Indonesia.

Beragam cara untuk meledakkan bom.

Beberapa kali peledakkan bom dilakukan dengan cara bunuh diri, seperti yang terjadi di Surabaya.

Para teroris merekrut anggota baru dengan cara brainwashing atau cuci otak.

Metode brainwashing digunakan untuk mempengaruhi seseorang agar mengikuti jalan mereka.

Brainwashing dapat terjadi dimana saja dan oleh siapa saja.

Seperti apa sih teknik brainwashing?

Dikutip dari Wikipedia dan sumber lain, berikut ini beberapa fakta mengenai brainwashing.

1. Dikendalikan oleh psikologis

Brainwashing juga dikenal sebagai mind control, menticide, persuasi paksaan, pengendalian pikiran, reformasi pikiran, dan pendidikan ulang.

Biasanya cara kerja brainwashing adalah mengubah pikiran manusia dengan teknik psikolgis tertentu.

Cuci otak dikatakan mengurangi kemampuan subjek untuk berpikir secara kritis atau independen.

Hal itu memungkinkan pengenalan pikiran dan ide baru yang tidak diinginkan ke dalam pikiran subjek.

Selain itu juga untuk mengubah sikap, nilai, dan keyakinannya.

2. Sejarah

Awalnya konsep cuci otak dikembangkan pada 1950-an oleh pemerintah Tiongkok.

Cara ini dilakukan untuk membuat orang kerja sama dengan mereka.

3. Bermula dari diskusi dan dibutuhkan orang yang pintar

Brainwashing bekerja dengan cara diskusi.

Tak heran jika para teroris butuh orang yang pintar.

Hal ini ditutukan Ahmad Faiz Zainuddin, teman ngaji Dita Oepriarto (pelaku bom bunuh diri di Surabaya).

Pria yang statusnya sempat viral di Facebook ini mengatakan sejak dahulu para kelompok jalur keras selalu mencari bibit unggul.

“Kenapa? Karena proses brainwashing kan harus diajak diskusi.”

“Nah yang suka diskusi ini biasanya adalah anak-anak unggulan.”

“Tapi brainwashing saat SMA dulu nggak ngajak perang.”

“Tapi hanya menyalahkan sistem negara yang tidak sesuai Islam. Stadium dua lah,” tuturnya kepada SURYAMALANG.COM, Selasa (22/5/2018).

4. Korban mendapat stres berulang

Korban brainwashing dapat mengalami stres berulang.

Dilansir dari thenakedscientists.com, menurut Dr. Kathleen Taylor dari Oxford University, otak dapat berubah jika mengalami tekanan atau stres yang mendalam.

Dengan stres yang berulang, hal ini akan mudah bagi pelaku untuk meruntuhkan jati diri, memperkenalkan doktrin baru, kemudian membangun jati diri korban yang baru.

5. Diisolasi

Selain stres berulang, korban juga mendapat isolasi.

Hal ini untuk menghindari korban dari kehidupan sosial di luar.

Pasalnya, kehidupan sosial akan memungkinkan dalam membentuk pola pikir mereka kembali.

Jadi, doktrin para pelaku akan sia-sia jika korban memiliki pola pikir mereka kembali.

Artikel ini telah tayang di Tribunstyle.com dengan judul Metodenya Kejam, Ini 5 Fakta Seputar Brain Washing, Teknik yang Digunakan Teroris Rekrut Anggota.

Berita Terkini