Jendela Dunia

Mampu Menyelam Belasan Menit Tanpa Alat, Ini Rahasia Suku Bajo, Ada Bagian yang Tak Ada di Suku Lain

Editor: Zainuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

SURYAMALANG.COM – Ketika berada di dalam air, berapa lama Anda bisa menahan tidak bernapas?

Umumnya orang hanya mampu bertahan dalam hitungan detik.

Saat menahan napas dalam air, tubuh Anda otomatis memicu respons menyelam.

Respons tersebut membuat denyut jantung melambat, pembuluh darah menyempit, dan kontraksi limpa.

Reaksi tersebut membantu tubuh untuk menghemat energi saat Anda kekurangan oksigen.

Ternyata Suku Bajo mampu menahan napas lebih lama dibandingkan mayoritas orang.

( Baca juga : Tak Berkabar, Penampilan Diana Pungky Jinny Oh Jinny Terbaru di Mall Bikin Warganet Keheranan )

Suku Bajo hidup berpindah-pindah di perairan sekitar Filipina, Malaysia, dan Indonesia.

Mereka bisa menyelam bebas atau tanpa bantuan alat selama 13 menit.

Bahkan, mereka bisa menyelam sampai kedalaman 70 meter.

Jadi mereka bisa menahan napas di bawah air selama 13 menit.

Ini mungkin dipengaruhi kebiasaan mereka menyelam untuk menangkap ikan, gurita, hingga kepiting.

Uniknya, penyelaman yang setiap hari dilakukan ini tanpa bantuan alat modern.

Mereka hanya berbekal tombak untuk mendapat buruannya.

( Baca juga : Hasil Akhir PSMS Medan Vs Arema FC Skor 2-0, Pulang Dengan Tangan Kosong )

Kebiasaan Suku Bajo ini mendapat perhatian dari para peneliti.

Di antaranya adalah Melissa Llardo, kandidat doktor di Pusat GeoGenetika, University of Copenhagen.

Llardo penasaran apakah orang-orang suku Bajo telah beradaptasi secara genetis agar bisa menghabiskan waktu lebih lama di dalam air.

Llardo menghabiskan beberapa bulan di Jaya Bakti, Indonesia untuk mengamati suku ini.

Dia dibantu seorang penerjemah untuk penelitiannya ini.

Llardo juga membandingkan kebisaan suku Bajo dengan suku lain yang tidak punya kebiasaan menyelam, yaitu Suku Saluan.

“Saya menghabiskan seluruh kunjungan pertama saya ke Jaya Bakti untuk memperkenalkan diri, proyek, dan ilmu pengetahuan yang mendasarinya,” ujar Llardo dikutip dari AFP, Kamis (19/04/2018).

“Saya ingin memastikan bahwa mereka mengerti apa yang saya minta dari mereka.”

( Baca juga : Penjambret di Malang Ini Apes, Gagal Dapat HP, Motor Dibakar Warga, Lalu Masuk Penjara )

“Sehingga mereka bisa membantu mengarahkan proyek ini sebagai cerminan ketertarikan mereka.”

“Mereka sangat bersemangat dan ingin tahu tentang penelitian ini,” imbuhnya.

Demi memperlancar penelitiannya, Llardo belajar bahasa Indonesia agar bisa komunikasi langsung dengan Suku Bajo.

Pada kunjungan kedua ini, Llardo membawa peralatan ilmiahnya.

“Pada kunjungan kedua, saya membawa mesin ultrasound portabel dan peralatan pengumpulan ludah.”

“Kami keliling ke rumah yang berbeda, dan mengambil citra limpa mereka,” ujarnya dikutip dari National Geographic, Kamis (19/04/2018).

Ukuran Limpa dan Gen

Dia juga memeriksa Suku Saluan yang mendiami satu wilayah di Sulawesi Selatan.

Kemudian dia membandingkan dua sampel setelah kembali ke Kopenhagen.

( Baca juga : Bukan Mulan Apalagi Maia, Muncul Seseorang di Video Ulangtahun Ahmad Dhani Bikin Salfok )

Hasilnya, ukuran rata-rata limpa suku Bajau 50 persen lebih besar daripada milik suku Saluan.

“Jika ada sesuatu yang terjadi pada tingkat genetik, Anda harus memiliki limpa berukuran tertentu.”

“Kami melihat perbedaan yang sangat signifikan di sana,” ujarnya.

Limpa merupakan organ terpenting dalam aktivitas menyelam.

Limpa akan melepaskan lebih banyak oksigen ke dalam darah ketika tubuh sedang tertekan atau menahan napas dalam air.

Setelah mendapat temuan bahwa ukuran limpa yang lebih besar pada suku Bajo, Llardo tertarik pada alasan perbedaan tersebut.

Dia pun mengnalisis lebih lanjut DNA suku tersebut.

( Baca juga : Pelatih Mario Gomez Siap Tinggalkan Persib Bandung, Ternyata Klub Ini yang Siap Menariknya )

Dari analisis tersebut, para peneliti menemukan gen yang disebut PDE10A pada suku Bajo.

Uniknya, gen ini tidak ditemukan pada suku Saluan.

Pada tikus, hormon tersebut dikaitkan dengan ukuran limpa.

Beberapa tikus yang dimanipulasi agar punya hormon ini lebih sedikit menunjukkan ukuran limpa yang lebih kecil.

“PDE10A dikenal untuk mengatur hormon tiroid yang mengontrol ukura limpa.”

“Itu memberi dukungan untuk gagasan bahwa suku Bajo mungkin mengembangkan ukuran limpa yang diperlukan untuk bertahan pada penyelaman yang panjang dan sering dilakukan,” tulis para peneliti dalam laporan di jurnal Cell.

Bidang Medis

Llardo optimis penelitiannya punya implikasi dalam bidang medis atau kedokteran.

( Baca juga : Chicco Jerikho Rekam Cantik Istri Saat Hamil Besar, Netizen Keheran Lihat Pertumbuhan Perutnya )

Respons menyelam mirip dengan kondisi medis yang disebut dengan hipoksia akut, di mana manusia mengalami kehilangan oksigen dengan cepat.

Kondisi ini sering menjadi penyebab kematian di ruang gawat darurat.

Memahami bagaimana tubuh bereaksi terhadap kehilangan oksigen bisa menjadi jalan untuk lebih baik mencari penanganan terbaik.

Dengan kata lain, mempelajari Suku Bajo secara efektif bisa menjadi laboratorium baru untuk memahami hipoksia.

“Ini benar-benar memberi tahu kita betapa berharga dan penting penduduk pribumi yang hidup dengan gaya hidup ekstrem di seluruh dunia,” ungkap Eske Willerslev, co-author dalam penelitian ini.

Pendapat ini juga diamini Llardo.

( Baca juga : Cantik dan Seksinya Rahma Azhari Saat Tunjukkan Mendukung Liverpool, Lihat Foto-Foto Beraninya )

“Suku Bajo dan pengembara laut lain sangat luar biasa.”

“Saya ingin bisa membuktikan hal itu pada dunia,” katanya.

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Menguak Rahasia Suku Bajo yang Sanggup Menyelam Puluhan Meter Selama Belasan Menit Tanpa Alat!

Berita Terkini