SURYAMALANG.COM, KEPANJEN - Suasana gedung DPRD Kabupaten Malang siang ini mendadak berselimut sendu kesedihan haru dari para ribuan guru honorer arau guru tidak tetap (GTT) yang didominasi perempuan itu, Kamis (20/9/2018).
Sebagian besar dari mereka besar telah mengabdi untuk turut mencerdaskan bangsa selama 12-14 tahun di sekolah negeri di Kabupaten Malang.
Tak sedikit dari mereka menitikkan air mata saat berdoa di depan pintu masuk gedung DPRD sembari menunggu perwakilan mereka yang berada di lantai dua.
Baca: Minta Jasanya Diperhatikan, Guru Tidak Tetap se-Kabupaten Malang Menangis di Gedung Dewan
Sambil duduk bersila di lantai, mereka satu demi satu menyampaikan kekecewaan dan kesedihannya atas perlakuan pemerintah.
Isakan dan tangisan mengiringi berbagai rangkaian kisah perjuangan mereka.
Meski lowongan CPNS akan dibuka tapi perasaan mereka tidak terlalu lega. Pasalnya regulasi Reformasi Birokrasi (Permen PAN RB) Nomor 36 dan 37 Tahun 2018 menyebut adanya pembatasan usia.
Selain itu para GTT tidak otomatis diangkat meski sudah lama mengabdikan pengetahuannya kepada anak didik.
"Gaji kami loh mas ada yang 200 sampai 400 ribu hidup model kayak gimana dapat uang segitu, kami sudah mengabdi lama sekali, tolong kami diangkat PNS harapanya seperti itu," ujar guru perempuan yang mengajar di salah satu sekolah di Kalipare yang enggan menyebutkan namanya itu.
"Jiwa kita adalah jiwa patriotis sehingga kita tidak bisa melepaskan tanggung jawab sebagai pendidik. Kita tidak ingin lari dari tanggung jawab, hargai kami," sambung para guru yang berteriak.
Tangisan ribuan guru honorer yang diselingi doa kepada bupati Malang, DPRD, kementerian terkait serta Presiden Jokowi.
Para petinggi di daerah dan pusat itu diharapkan mampu membuka perhatian dan tindakan atas harapan yang diusungnya selama ini.
"Kalau tuntutan kami tidak diakomodir, kami akan demo di Jakarta, jika masih tidak dipenuhi mogok masal saja," ucap Ari Susilo, ketua FHK2 PGRI Kabupaten Malang.