SURYAMALANG.COM, PONOROGO - Kekeringan yang melanda wilayah Kabupaten Ponorogo tahun 2018 dinilai lebih parah dibandingkan tahun sebelumnya. Ini setelah jumlah desa yang terdampak musim kemarau lebih banyak dibandingkan musim kemarau tahun sebelumnya.
Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ponorogo, Setyo Budiono, mengatakan, saat ini ada 15 titik kekeringan yang tersebar di delapan kecamatan di seluruh wilayah Ponorogo. Delapan kecamatan tersebut yaitu Pulung, Balong, Slahung, Badegan, Sampung, Bungkal, Mlarak, dan Sawoo.
Budi menuturkan, pada Juni 2018, titik kekeringan terjadi di 11 titik di lima kecamatan yaitu Pulung, Balong, Badegan, Sampung, Bungkal, dan Mlarak. Kemudian pada awal Oktober, wilayah kekeringan meluas di Kecamatan Bungkal, Slahung, dan Sawoo.
“Dua pekan terakhir kekeringan meluas di empat desa, antara lain Desa Munggu Kecamatan Bungkal, Desa Slahung Kecamatan Slahung, dan Desa Tumpuk Kecamatan Sawoo,” kata Budi, Jumat (19/10/2018).
Budi mengatakan, ada tiga desa yang baru tahun ini mengalami kekeringan yakni. Ketiga desa tersebut, yakni Desa Munggu, Desa Slahung, dan Desa Tumpuk.
Ia menduga, penyebab kekeringan di tiga desa itu karena telah terjadi kerusakan alam sehingga membuat sumber air di desa tersebut habis.
Dikatakan Budi, BPBD Ponorogo sejak Juni lalu telah mendroping air bersih ke sejumlah desa terdampak. BPBD juga melakukan survei ke lokasi untuk melihat kondisi medan yang akan dilalui dan ketersediaan tandon untuk air bersih.
“Kami survei dulu, kalau belum memiliki tandon air, kami akan buatkan embung kecil dari terpal untuk menampung air bersih,” kata Budi.
Seminggu sekali di tiap titik lokasi kekeringan akan mendapat jatah droping air bersih sebanyak dua kali. Satu kali droping air yaitu 12 ribu liter air atau dua tangki. Air bersih ini digunakan masyarakat untuk kebutuhan air minum, memasak, dan untuk kebutuhan MCK.
Medan dan lokasi titik kekeringan menjadi kendala bagi BPBd untuk menyalurkan air bersih. Jarak tempuh yang cukup jauh terkadang menyebabkan droping air bersih menjadi molor dari jadwal yang ditentukan.
Selain faktor jarak dan medan jalan menuju titik lokasi droping, keterbtasan jumlah armada truk tangki juga menjadi kendala, mengingat banyaknya lokasi yang harus diantar.
“Truk tangki air BPBD cuma ada tiga. Tapi kami juga dibantu menggunakan truk tangki dari PDAM,” jelasnya.
Budi menambahkan, sejak Juni hingga Oktober 2018, BPBD Ponrogo sudah mendistribusikan lebih dari sekitar 500 tangki air atau sekitar 3 juta liter air bersih ke masyarakat yang terdampak kekeringan. Karena kemarau diprediksi juga masih panjang, Budi mengimabu masyarakat agar lebih menghemat menggunakan air bersih.