Menurut Reny, investor asing kembali percaya pada pasar keuangan Indonesia karena pasar obligasi dalam negeri menawarkan yield yang menarik dan kompetitif. Selain itu, investor tertarik investasi di Indonesia karena pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa satbil di 5 persen.
Kebijakan dagang Trump
Sementara analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra menyebut, pergerakan rupiah sangat bergantung pada hasil pertemuan Presiden Trump dan Xi Jinping. Di mana hubungan dagang kedua negara ini yang sempat retak karena adanya perang dagang.
Dari hasil pertemuan pun, dua negara ini sepakat untuk tidak mengenakan tarif tambahan di sektor perdagangan setelah 1 Januari 2019.
“Rupiah berpotensi menguat lagi pekan ini. Kalaupun The Fed menaikkan lagi suku bunga bulan Desember, efeknya tidak akan terlalu besar karena The Fed sudah mengindikasikan suku bunga hampir netral. Jadi kemungkinan tahun depan kenaikan satu atau dua kali lagi,” ujar Putu.
Tidak seperti yang ditakutkan oleh pelaku pasar, kenaikan suku bunga oleh The Fed tidak akan naik tajam. Sehingga, Putu melihat akhir tahun ini, rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.300 per dollar AS hingga Rp 14.500 per dollar AS.
Sedangkan David melihat bahwa prospek perang dagang memang sudah ada cerita baik dimana tidak adanya tarif tambahan di sektor perdagangan.
Hanya saja, David melihat kemungkinan ada kemungkinan perang dagang bisa berlanjut lagi nanti. Untuk itu, David memperkirakan rupiah akhir tahun berkisar di rentang Rp 14.000 sampai 14.500 per dollar AS.
“PDB Indonesia tidak berubah signifikan ada kemungkinan perang dagang berlanjut,” tandasnya.
Sementara tahun depan, David yakin bahwa diselenggarakannya Pemilihan Umum Presiden Indonesia, rupiah akan bergerak naik sekitar Rp 14.500 per dollar AS. Pasalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik 0,1 persen karena kuota ekonomi akan besar tahun depan.