Travelling

Napak Tilas Kampung Keraton Surabaya, Mulai Kramat Gantung, Bubutan, dan Maspati

Penulis: Delya Octovie
Editor: Zainuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemandu Surabaya Heritage Track ‘Napak Tilas Kampung Keraton’, Aji Destiawan menjelaskan sejarah dibalik kampung pada peserta tur, Jumat (14/12/2018).

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - House of Sampoerna menggelar tur melalui program Surabaya Heritage Track (SHT) bertajuk ‘Napak Tilas Kampung Keraton.

Tur dimulai dari Kampung Keraton, alias Kramat Gantung, dan Alun-alun Contong. 

“Saat ini bisa dibilang kita sedang berada di jantung keraton Surabaya.”

Ramalan Cuaca BMKG Kota Malang, Surabaya, Sidoarjo & Jakarta Sabtu 15 Desember 2018, Waspada Hujan

“Dulu kawasan ini merupakan keraton-keraton. Biasanya keraton kan ada pendopo di tengahnya. Tapi, ini tidak ada,” tutur Aji Destiawan, pemandu SHT di depan bekas keraton tak berpenghuni di Kramat Gantung, Jumat (14/12/2018) sore.

Menurutnya, Mataram melakukan serangkaian serangan ke Surabaya pada tahun 1652.

Lebih dari satu abad kemudian, Belanda mengambil alih kekuasaan Surabaya setelah adanya perjanjian politik dengan Pakubuwono II pada tahun 1743.

Rekor Persebaya Surabaya di Liga 1 2018, Mulai Paling Produktif sampai Tembakan Terbanyak

Hal ini memicu terjadinya perubahan struktur perkampungan dan hilangnya bukti arkeologis keraton secara berangsur-angsur.

Setelah itu Aji mengajak rombongan ke Gang Temanggungan II, Bubutan.

Nama Gang Temanggungan berasal dari kata temanggung yang berarti wakil patih.

Kecelakaan di Purwosari, Pasuruan - Bus Jurusan Surabaya-Malang Tabrak Taman, dan TL

Diduga dulu gang ini merupakan tempat tinggal para wakill patih.

Aji menunjukkan rumah ketua RT yang merupakan bukti akulturasi budaya antara Belanda dan Jawa.

Bangunan itu menggunakan pilar-pilar di teras.

Maling dari Sidoarjo dan Jombang Berkolaborasi Mencuri Kabel PT KAI di Surabaya

“Rumah ini tidak ada perubahan. Dari dulu sampai sekarang ya seperti ini.”

“Mungkin dulu bangunan dibuat tidak memakai semen. Cukup memakai batu bata dan gamping sudah jadi.”

“Makanya temboknya mudah rusak. Kalau ditutup semen malah tidak bertahan lama,” kata Kusnoadi (66), penghuni rumah.

Ngaku Sebagai Anggota TNI, Aksi Tipu-tipu Pria Asal Surabaya Ini Terbongkar di Lamongan

Halaman
12

Berita Terkini