SURYAMALANG.COM, KOTA BATU - Rasha warga Kota Batu yang kini bekerja di luar pulau tidak melewatkan masa cuti untuk tidak mencicipi kuliner bakso.
Bakso yang sudah menjadi langganannya sejak duduk di bangku SMP itu adalah Bakso Mujos, di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji.
Begitu datang, ia langsung mengambil mangkok dan membuka dandang bakso.
Layaknya rumah sendiri ia mengambil porsi bakso tanpa rasa canggung.
Tak cukup semangkok saja, ia menambahkan porsi baksonya, hampir lima bakso lebih ia makan.
Bagi dia sepiring bakso Mujos lumayan untuk melepas rasa rindunya.
“Pas SMP kalau pulang sekolah sama teman-teman pasti ke sini.”
“Ya gini ambil sendiri, buka dandang sendiri. Aroma kuahnya yang bikin kangen,” kata dia sembari menyantap bakso.
Selain itu, yang ia suka dari bakso Mujos ini adalah pentol baksonya.
Ia paling suka makan bakso kasar (isi campuran). Kalau pas lapar ia bisa makan lima pentol kasar.
“Meskipun pentol kasar tapi isinya enak, tidak ada tulangnya.”
“Kalaupun ada tulang muda, jadi nggak keras,” imbuhnya.
Ternyata hal serupa juga diungkapkan Pramesti Putri, wisatawan asal Jombang.
Ia kebetulan berwisata di Coban Talun, dan mampir untuk makan bakso.
Menurutnya yang pertama kali makan bakso Mujos ini rasanya kuahnya enak dan segar.
“Rasa bawangnya terasa, pentolnya juga enak empuk.”
“Dan saya ke sini karena rekomendasi dari teman saya. Ternyata memang enak,” kata dia.
Bakso Mujos ini ada di pinggir jalan, tepatnya jika dari arah Malang, setelah pertigaan menuju Tempat Rekreasi Selecta.
Warung bakso ini sangat sederhana, dilengkapi satu rombong saja.
Pemilik Bakso Mujos, Muji Samsul mengatakan ia sudah berjualan sejak 1990 an.
Sejak pertama kali ia buka, ia tidak menggunakan alat selep atau penggilingan daging.
Muji lebih memilih menghancurkan daging secara manual.
“Kalau pakai mesin dagingnya ini memang hancur, lembut. Tapi lebih empuk jika pakai manual,” kata Muji.
Ia pakai media kayu untuk membuat daging ini empuk.
Dan bakso yang ia suguhkan ini tidak disimpan di freezer atau lemari pendingin.
Sehingga ia menyajikan daging segar setiap harinya dan langsung diolah.
Setiap hari daging sapi yang ia jadikan bahan pentol bakso sekitar 5 kilogram.
“Ya saya dan istri subuh itu sudah gepuk-gepuk (memukul) daging biar halus.”
“Paling tidak satu jam buat menghaluskan, baru siang jam 10 saya buka,” imbuhnya.
Tidak ada bahan kimia apa pun dalam pengolahan dagingnya.
Salah satu alasan pakai kayu dan tidak pakai mesin ini adalah agar tahan lama empuknya.
Selain menu bakso, yang jadi favorit juga adalah siomay.
Di dalam adonan siomay terdapat ampela. Itu yang banyak diburu, bahkan ia tidak sampai sore baksonya laris terjual.
Selain pentol bakso, juga ada gorengan, siomay, tahu goreng, tahu putih, mie kuning.