Tak hanya itu, ketika Suroyo meminta alat pencuci darah, tapi alat itu tak kunjung tiba sampai Bung Karno wafat.
Untuk memeriksa darah Bung Karno, Suroyo sering hanya menggunakan laboratorium kecil milik Institut Pertanian Bogor.
Itupun dengan menyamarkan nama Presiden Soekarno.
Kesaksian putri Bung Hatta
Dalam buku Mengenang Bung Hatta (1988), Iding Widjaja Wangsa menuliskan kesaksian putri Bung Hatta, Meutia Hatta sesaat sebelum Soekarno wafat.
Saat menjenguk Bung Karno bersama ayahnya di RSPAD Gatot Soebroto, Meutia menyebut wajah Bung Karno telah pucat dan tak sadarkan diri.
Mengetahui kondisi itu, Bung Hatta beserta rombongan pun meninggalkan ruang perawatan itu.
Namun, Bung Karno tiba-tiba siuman dan tangannya seperti menggapai-gapai dan menunjuk sesuatu di atas kepalanya.
Gerakan itu mengisyaratkan perawat untuk mengambilkan kacamata untuknya.
Setelah memakainya, Bung Karno kemudian melambaikan tangannya seakan meminta Bung Hatta mendekat.
Menurut kesaksian Meutia Hatta, Soekarno mengucapkan kalimat yang sulit ditangkap, karena dalam bahasa Belanda:
"Hoe gaat het met jou? (apa kabar)" sambil menitikkan air mata.
Ia memandangi kawannya, Hatta yang terus memijit lengannya.
Tak ada yang bisa dilakukan Hatta kecuali berpesan padanya.
"Ya, sudahlah. Kuatkan hatimu, tawakkal saja pada Allah. Saya doakan agar lekas sembuh," kata Bung Hatta.
Tak lama setelah itu, Bung Karno pun menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu, 21 Juni 1970 pukul 07.00 WIB.
Bung Karno kemudian dimakamkan di Blitar, tempat Ibunya juga dimakamkan.