Sambungan antara gerbong nomor lima, dengan gerbong nomor enam, juga diputus. Hal itu dilakukan karena ada beberapa perbaikan di gerbong tersebut, antara lain, mengganti karet yang ada di sambungan gerbong, dan masalah kelistrikan.
Nah, saat dalam masa perbaikan itu, empat gerbong paling belakang, tiba-tiba berjalan sendiri.
Sejumlah teknisi yang dimintai keterangan memastikan, tidak ada satu pun teknisi yang berada di dalam empat gerbong tersebut.
Para teknisi juga mengaku, sudah melakukan semua standar operasional keamanan, termasuk memberi stop block, atau ganjalan khusus yang digunakan untuk menghambat roda kereta saat berhenti.
Kereta itu akhirnya terus berjalan, menempuh jarak sekitar 2,5 kilometer sampai Stasiun Kota Lama, hingga akhirnya ’dipaksa’ berhenti di sana.
Petugas sinyal di stasiun Kota Lama saat itu, Achmad Suyuthi, lalu membelokkan rel yang dilintasi kereta itu.
”Tujuannya, agar kereta bisa menabrak spoor-box,” terang Suyuthi kepada sejumlah polisi saat itu, dikutip dari berita Surya.co.id.
Spoor-box adalah semacam beton yang dipasang di ujung rel mati. Fungsinya, memang untuk ditabrakkan kereta yang tidak bisa berhenti.
Keputusan membelokkan kereta ke spoor box ini memang sebuah prosedur standar.
Menurut Suyuthi, kalau saja kereta itu tidak ditabrakkan spoor-box, akibatnya bisa lebih fatal.
Kereta bisa terus bergerak liar, dan bisa ditabrak kereta lain yang datang dari arah selatan. Kereta memang akhirnya berbelok dan menabrak beton tebal tersebut.
Namun, laju dan beban empat gerbong tersebut nyatanya terlalu kuat untuk ditahan.
Keempat gerbong itu terus melaju, hingga akhirnya menerjang tiga rumah warga di bantaran rel.
Tiga rumah yang punya alamat resmi Jl Simpang Peltu Sujono RT 11/RW 3, Kelurahan Ciptomulyo, Kecamatan Sukun itu, antara lain, milik Misno (46), Jamil (70), dan Sutrisno (50).
Rumah milik Misno dan Jamil hancur rata dengan tanah.