“Mekanismenya mungkin bisa 50, 30, 20. Keuntungan 50 persen untuk investor, 30 persen untuk kami (pemda) karena kami yang punya lahan, dan 20 persen dikembalikan ke kelompok,” kata Mas Ipin.
Dengan demikian, Mas Ipin yakin permasalahan soal harga dan serapan porang bisa diminimalisir.
“Dengan begitu, petani akan loyal ke perusahaan. Tidak mencari pabrik lain untuk menjual, karena mereka merasa turut memiliki perusahaan juga,” sambungnya.
Mas Ipin menjelaskan, kapasitas produksi porang di Kabupaten Trenggalek pada masa panen raya kali ini mencapai 280 ribu ton.
Lahan yang dipakai untuk bertanam porang di wilayah itu seluas 4 ribu hektare.
“Jadi cukup besar kapasitasnya, dan itu setiap tahunnya bertambah,” sambung Mas Ipin, sapaan akrabnya.
Di wilayah tersebut, harga jual porang tingkat petani berkisar antara Rp 7.200 hingga Rp 7.300 per kilogram (kg).