Berita Blitar Hari Ini

Perajin Kendang Jimbe Kota Blitar Banyak yang Berhenti Produksi Akibat Pandemi Covid-19

Penulis: Samsul Hadi
Editor: isy
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang pekerja sedang memberi motif warna pada kendang jimbe di rumah Sigit Widodo, Kelurahan Sentul, Kota Blitar, Selasa (12/10/2021).

Berita Blitar Hari Ini
Reporter: Samsul Hadi
Editor: Irwan Sy (ISY)

SURYAMALANG.COM | BLITAR - Pandemi Covid-19 membuat para pelaku UMKM bertumbangan termasuk perajin kendang jimbe di Kelurahan Sentul, Kepanjenkidul, Kota Blitar.

Banyak perajin kendang jimbe di Kelurahan Sentul yang berhenti produksi setelah dihantam badai pandemi Covid-19.

Dari 25 perajin kendang jimbe di Kelurahan Sentul, sekarang tinggal sekitar tujuh perajin yang masih bertahan produksi.

Salah satunya, Sigit Siswondo (41), perajin kendang jimbe di Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar.

"Awal pandemi, sempat berhenti produksi selama dua bulan. Setelah itu jalan lagi (produksi) sampai sekarang," kata Sigit.

Sejumlah pekerja terlihat sibuk menyelesaikan pesanan kendang jimbe di belakang rumah Wondo, panggilan akrab Sigit Siswondo, Selasa (12/10/2021).

Sebagian pekerja tampak menghaluskan kayu bahan kendang jimbe yang sudah setengah jadi lalu memberikan cat dasar.

Pekerja lain terlihat membentuk kawat melingkar sebagai tempat kulit kendang.

Satu pekerja lagi memberikan motif warna pada kendang jimbe yang sudah hampir jadi.

"Kemarin baru kirim, sekarang produksi lagi untuk pengiriman pekan ini," ujar bapak dua anak itu.

Tiap pekan, Wondo, rata-rata memproduksi 600 kendang jimbe untuk dikirim ke Cina.

Dia sudah memiliki pengepul yang mengekspor produksi kendang jimbenya ke Cina.

"Produksi saya tidak banyak, rata-rata 600 kendang per minggu," ujar pria yang menekuni kerajinan kendang jimbe sejak 2003 itu.

Wondo mengatakan, pasar kendang jimbe paling besar di Cina.

Para perajin rata-rata memproduksi kendang jimbe untuk melayani pesanan dari Cina.

Ketika terjadi pandemi yang berawal dari Cina, otomatis permintaan kendang jimbe ikut berhenti karena ada pembatasan ekspor.

"Begitu ekspor dibuka lagi, permintaan kendang jimbe dari Cina datang lagi," katanya.

Tapi, kata Wondo, tidak semua perajin kembali mendapat pesanan kendang jimbe dari Cina.

Pengepul atau buyer yang mengekspor kendang jimbe ke Cina lebih selektif.

Para perajin yang dianggap kualitas produksinya bagus tetap mendapat pesanan kendang jimbe dari Cina.

"Buyer sendiri yang memilih perajin. Kalau produksinya dianggap bagus tetap dapat pesanan. Yang tidak dapat pesanan, akhirnya berhenti produksi," katanya.

Selain itu, menurutnya, soal perubahan harga juga membuat beberapa perajin memilih tidak mengirim kendang jimbe ke Cina.

Sejak terjadi pandemi, harga kendang jimbe yang diekspor ke Cina ikut turun.

Kendang jimbe diameter 40 cm yang biasanya dibeli dengan harga Rp 75.000 turun menjadi Rp 60.000.

"Saya tetap jalan, yang penting masih ada sisa dari biaya produksi. Kalau berhenti, pekerja saya menganggur," katanya.

Selama ini, Wondo memang tidak memproduksi kendang jimbe dalam jumlah besar.

Produksinya stabil sekitar 600 kendang jimbe per minggu.

Sebenarnya, permintaan kendang jimbe dari buyer lebih dari itu.

"Saya menjaga kualitas, tidak mengejar kuantitas. Saya bisa memperbanyak produksi, tapi pasti berpengaruh ke kualitas. Produksi sedikit tidak apa-apa yang penting pesanan lancar terus," ujarnya.

Di sisi lain, Wondo juga mengeluhkan kurangnya perhatian dari Pemkot Blitar terhadap para perajin kendang jimbe.

Selama pandemi, tidak ada bantuan modal atau dukungan pemasaran dari Pemkot Blitar.

Padahal, kerajinan kendang jimbe menjadi salah satu ikon di Kota Blitar.

"Kami berharap ada perhatian dari Pemkot Blitar. Terutama dalam kondisi pandemi ini, banyak perajin kendang jimbe mengalami kesulitan," katanya.

Perajin kendang jimbe lainnya, Sugeng Hariyanto mengatakan sekarang tinggal sekitar tujuh perajin kendang jimbe di Kelurahan Sentul yang masih bertahan produksi.

Sebelumnya, jumlah perajin kendang jimbe di Kelurahan Sentul mencapai 25 orang.

"Termasuk saya, sekarang masih berhenti memproduksi kendang jimbe," kata Sugeng.

Padahal, sebelum pandemi, Sugeng rata-rata juga memproduksi 500-600 kendang jimbe dalam sepekan untuk dikirim ke Cina.

Sejak harga beli kendang jimbe dari Cina turun, Sugeng untuk sementara berhenti produksi.

Sekarang, Sugeng kembali beralih ke produksi lama, yaitu, membuat stempel dan alat mengaduk madu.

"Untuk kendang jimbe, saya produksi yang kecil, biasanya untuk suvenir. Itupun hanya melayani pesanan pasar lokal," ujarnya.

Sugeng juga berharap ada campur tangan dari pemerintah soal nasib para perajin kendang jimbe di Kota Blitar.

"Kami harap pembinaan dari pemerintah kepada perajin terus berlanjut. Selain itu, soal harga harus ada campur tangan pemerintah agar perajin tidak kalah," katanya.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Blitar, Hakim Sisworo mengatakan belum ada program bantuan modal untuk perajin kendang jimbe.

Tapi, sekarang Disperdagin sedang membuat konsep untuk membantu promosi produk kendang jimbe dari perajin di Kota Blitar.

Disperdagin akan menggandeng Pasar Induk Puspa Agro di Sidoarjo untuk promosi produk kendang jimbe dari perajin Kota Blitar.

"Kami akan menggandeng Pasar Induk Puspa Agro di Sidoarjo, untuk menampung produk UMKM yang ekspor. Kami masih melakukan penjajakan," katanya.

Berita Terkini