Menyendirikan jiwa-raganya untuk menemukan kesejatian, me-nyuwung-kan jasad memendarkan ruhani menyapa Illahi dengan gerakan uzla, topo, memes rogo lan roso, bertahannuts, berkhalwat, bermeditasi mendialogkan diri kepada Yang Maha Tinggi.
Langkah ini ditempuh mengingat di luaran Gua Hira terjadi tragedi kehidupan yang mengerikan. Manusia kehilangan martabatnya dengan bertindak mungkar, zalim dan nista.
Pembunuhan anak-anak perempuan yang baru lahir dan merendahkan derajat perempuan serta menjadikan materi (batu maupun adonan kue) sebagai sesembahan, berhala, adalah ekspresi jiwa yang sangat jahil, bodoh sebodoh-bodohnya.
Nabi Muhammad SAW terpanggil untuk mengatasi kejahiliaan jiwa ini mengingat secara fisik bangsa Quraisy amatlah maju infrastrukturnya, Makkah adalah pusat 'adat dan perdagangan'.
Kota transkafila yang menguntungkan secara ekonomi. Makkah memiliki sumber daya teologis sempurna dari Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS dengan Ka’bah dan Sumur Zam-zam.
Hanya saja akibat watak jahiliyah (orang cerdas tanpa hidayah) inilah yang mempertindakkan manusia menjadikan Baitullah diberi ornamen patung-patung, arca-arca yang disembah sebagai Tuhan.
Selingkup kahanan yang memerihkan hati Baginda Muhammad SAW hingga Allah SWT menjawab dengan penyampaian wahyu di 17 Ramadhan, yang dalam hitungan Hijriyah, saat itu 'deklarasi utusan Tuhan': Rasulullah Muhammad SAW dalam usai 40 tahun, 6 bulan 12 hari. Diwahyukan Alquran Surat Al-Alaq ayat 1-5:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Perintah ini spektakuler, pencahayaan iman dan ilmu secara integral.
Menjemput Lailatul Qodar
Pewahyuan Alquran itu pada bulan Ramadhan merupakan 'dekrit teologis' yang merombak secara 'radikal' status manusia bergelar Al-Amin yang semula dikenal sebagai Muhammad bin Abdullah semata, berubah menjadi Baginda Muhammad Rasulullah SAW.
Ini adalah peristiwa besar yang berasal dari ungkapan suci yang kini tertera dalam Alquran, Surat Al-alaq, ayat 1-5 tersebut.
Peristiwa kenabian dan kerasulan Muhammad SAW merupakan 'proklamasi peradaban' yang spektakuler.
Konstruksi sosial dan kenegaraan terombak secara total dari kejahiliaan, niradab, menuju era peradaban mulia. Pengaruhnya sangat luas, sehingga Rasulullah SAW menurut para ahli yang berkelas internasional, adalah sosok agung yang paling berpengaruh dalam sejarah.
Tidak ada manusia, nabi dan rasul yang tingkat pengaruhnya melebihi Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam pun telah Allah SWT sempurnakan melalui utusan-utusan-Nya selama itu, dengan puncak supremasi utusan di tangan Muhammad SAW.
Pada spektrum itu, Islam menjadi agama paripurna sebagaimana dapat dibaca dalam Alquran.