Berita Batu Hari Ini

Joko Gendang, Si Penabuh, Pembuat dan Tukang Servis Gendang di Kota Batu Generasi Penjaga Budaya

Penulis: Benni Indo
Editor: Dyan Rekohadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Joko Warsito dan gendang andalannya. Ia merupakan pengrajin gendang generasi ketiga dari keluarganya asal Kota Batu. Upayanya menjaga dan melestarikan budaya dilakukan melalui gendang yang ia buat. 

SURYAMALANG.COM, BATU - Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga dan melestarikan budaya tradisional di tengah arus modernisasi.

Satu dari sekian banyak caranya adalah memproduksi peralatan musik tradisional.

Di Kota Batu, seorang lelaki bernama Joko Warsito melakukan cara tersebut sebagai cara menjaga dan melestarikan kebudayaan, khususnya kebudayaan jaranan.

Pria kelahiran 27 Maret 1983 ini merupakan generasi ketiga dari keluarga yang memiliki kecintaan terhadap gendang dan jaranan.

Kakek dan ayahnya adalah seorang pemukul gendang handal. Keahlian dua generasi sebelumnya itu ia teruskan hingga saat ini.

Joko Warsito juga dikenal banyak orang dengan sebutan Joko Gendang.

Gendang adalah alat musik tradisional dengan bentuk bulat panjang.

Biasanya terbuat dari kayu yang didalamnya terdapat rongga.

Dua lobang diberi kulit untuk dipukul.

Keahlian lelaki asal Desa Pendem ini membuat dan memperbaiki gendang membuat ia dikenal dengan sebutan Joko Gendang. 

Gendang-gendang yang ia buat dihargai mulai Rp 600 ribu hingga Rp 8 juta.

Jika ingin memperbaiki gendang, tarifnya antara Rp 1,7 juta hingga Rp 2 juta. 

Joko membuat gendang sejak 2004.

Ia memberanikan diri memulai usaha produksi gendang dengan dana seadanya.

Ia melakukan semua itu karena didorong oleh kesenangannya bermain gendang. 

Di rumahnya yang terletak di Dusun Sekar Putih, Desa Pendem, Kota Batu, sejumlah kulit sapi yang tergulung dipajang di depan rumah.

Di bagian depan rumahnya juga terlihat sejumlah gendang yang masih dalam proses perbaikan.

Di dalam rumah, ada banyak gendang yang sudah jadi, bahkan ada salah satu gendang yang dibungkus khusus di dalam tas.

"Sejak memulai usaha pada 2004, dua tahun kemudian, saya berani menjual produk dan memperbaiki gendang," ungkapnya.

Joko mengaku tidak tahu bagaimana cara memasarkan produknya saat awal-awal membangun usaha produksi gendang. Ia benar-benar nekat.

Tahu diri kalau ia belum memiliki jam terbang, Joko pun belajar untuk memasarkan barang-barangnya. 

Perlahan, usahanya tersebut berhasil. Dengan usaha kerasnya, ia mulai menemukan pelanggan.

Saat ini, pelanggannya tersebar ke berbagai daerah, tidak sekadar di kawasan Malang Raya. 

"Ada yang dari Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera," ujarnya.

Di rumahnya, ada puluhan gendang yang harus ia perbaiki. Beberapa di antaranya berasal dari luar daerah Malang Raya.

Selain harus memperbaiki gendang, Joko juga membuat beberapa gendang. 

Dalam sebulan, ada tiga hingga empat gendang yang ia perbaiki.

Ia banyak memperbaiki kulit gendang yang rusak.

Sedangkan gendang-gendang yang baru, ia buat sesuai pesanan pelanggan.

Pendapatannya per bulan bisa di atas Rp 4 juta.

"Selain memperbaiki dan membuat gendang, saya juga mendirikan paguyuban jaranan bernama Turonggo Mulyo," katanya.

Siapapun bisa memesan pertunjukan jaranan melalui Turonggo Mulyo.

Tarifnya mulai Rp 7 juta. Pun, bisa dilakukan negosiasi harga jika memang diperlukan.

Anggota di Turonggo Mulyo ini mencapai 45 orang.

Capaian yang telah diraih Joko saat ini bukan didapat tanpa kerja keras.

Ada perjuangan panjang yang ia lalui hingga sampai seperti saat ini.

Ia yang awalnya tidak tahu menahu tentang pemasaran gendang hingga harus menghadapi pandemi Covid-19.

"Saat pandemi, itu luar biasa sekali turunnya. Kondisinya betul-betul sepi. Tanggapan tidak ada, permintaan servis pun juga tidak ada," terangnya.

Ketika semuanya menjadi sepi, Joko kembali bercocok tanam.

Hal itu ia lakukan demi mempertahankan perekonomian keluarga. Ia juga sesekali membuat pesanan konsumen.

Ketika pandemi sudah melandai lagi, kegiatan kebudayaan pun mulai bergeliat.

Kondisi mulai membaik seperti sedia kala. Usahanya kembali bergairah.

"Namun saya tidak lupa akan tujuan melestarikan budaya ini. Siapapun yang datang ke sini dan belajar main gendang akan saya terima," ujarnya.

Ia sangat terbuka kepada siapapun yang ingin belajar.

Orang-orang yang datang dan belajar main gendang di rumahnya diajari tanpa dipungut biaya.

Melalui gendang-gendang yang ia buat, Joko memberikan edukasi kepada orang lain tentang kebudayaan jaranan.

Gendang-gendangnya juga menjadi 'pengendali' lantunan musik jaranan hampir di setiap pertunjukan yang ada di Kota Batu. 

Sebuah upaya yang luar biasa meski terlihat cukup sederhana. Apalagi jika melihat upayanya menjaga tradisi di dalam keluarga yang tidak bisa dilepaskan dari gendang.

 

 

Berita Terkini