Travelling

Gedung de Javasche Bank Surabaya Kembali Dibuka untuk Umum

Penulis: Sri Handi Lestari
Editor: Zainuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas de Javasche Bank, Risky Jayanto menunjukkan alat-alat yang dipamerkan di gedung cagar budaya tersebut.

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Gedung cagar budaya de Javasche Bank (dJB) kembali dibuka untuk umum.

Gedung bekas Bank Central era Hindia Belanda yang berada di Jalan Garuda, Krembangan, Surabaya tersebut mulai banyak diminati masyarakat, terutama di area ruang bawah tanah atau basement atau rubanah.

"Rubanah ini merupakan bagian dari ruang penyimpanan bank, yaitu banker untuk menyimpan uang dan banker untuk menyimpan emas logam," kata Risky Jayanto, petugas gedung De Javasche Bank kepada SURYAMALANG.COM.

Bunker tersebut berupa kamar atau ruangan. Pintu masuknya berupa besi tebal seberat lebih dari 100 Kg.

Ada meja-meja kaca dengan koleksi uang kuno zaman Hindia Belanda di ruangan tersebut.

Ada rak besi yang dilengkapi pagar untuk menata uangnya. Juga ada lubang di atas ruang tersebut.

"Lubang itu merupakan penghubung dengan ruang teller bank di lantai atasnya. Sehingga untuk menyimpan uang yang dari teller langsung ke brangkas langsung lewat lubang tersebut," jelas Risky.

Di antara lorong-lorong ruang brankas tersebut terdapat kaca-kaca berjajar yang membentuk saling pantul.

Menurut Risky, kaca-kaca itu berfungsi semacam kamera pengawas. "Kalau ada orang di sekitar kamar brankas ini akan kelihatan," ujar Risky.

Di depan kamar brankas ada ruangan brankas baru dengan pintu besi yang juga tebal. Brankas tersebut sebagai ruang penyimpanan emas logam.

Saat ini ruang tersebut juga menyimpan mesin-mesin penghitung uang logam atau uang kertas.

"Saat ini kami tata gedung cagar budaya ini menjadi ruang yang instagramable, tapi dengan tidak meninggalkan kekhasan dari ruang-ruangnya," terang Risky.

Di antara rubanah dan lantai selanjutnya ada ruangan penerima tamu.

Ruang terima tamu ini harus turun di beberapa tangga, kemudian masuk ke lorong kecil ke kiri untuk naik ke lantai dua sebagai ruang utama dJB.

Bila ke kanan, akan masuk ke ruang bawah tanah.

Terlihat aula besar di ruang utama lantai dua. Pintu utama ada di sisi utara dengan pintu yang dilengkapi kaca putar.

Ada area teller di bagian barat. Pada masa itu, nasabah yang akan mendapat layanan dari teller bisa masuk ke ruang dengan pagar kayu, dan menutup pagar kayu itu untuk bertransaksi dengan teller.

Di depan ruang teller itu terdapat beberapa kursi kayu lama yang menjadi ruang tunggu.

Saat ini kursi kayu tersebut masih ada, namun pengunjung tidak diizinkan untuk diduduki.

Sementara aula luas yang ada depan ruang teller kini menjadi tempat bagi pengunjung untuk berfoto. Memanfaatkan langit-langit yang tinggi, pilar dan lantai dengan motif tegel kuno, menjadi hal yang menarik.

"Gedung ini belum jadi museum, masih sebagai cagar budaya," terang Risky.

Berita Terkini