SURYAMALANG.COM, MALANG - Terminal Arjosari terlihat sepi pada Selasa (25/6/2024).
Tidak terlihat lagi antrean angkutan kota menunggu penumpang.
Angkutan kota lalu lalang masuk dan keluar terminal.
Baca juga: Sopir Angkot Kota Malang Akan Digaji Setara UMR, Transportasi Publik Lebih Baik Mulai Tahun 2025
Beberapa orang terlihat duduk di warung dan pinggir jalan. Beberapa yang lainnya terlihat sedang membersihkan mobil angkutan kota.
Ketua Paguyuban Sopir angkot AMG, Mujib, berharap ada langkah kongkret dari pemerintah untuk membantu mereka mentas dari keterpurukan.
Saking sulitnya kondisi kesejahteraan sopirangkot, Mujib mengatakan tidak bisa menjelaskan kondisi keterpurukan melalui kata-kata.
"Tidak bisa saya jelaskan dengan kata-kata keterpurukan saat ini," ujarnya.
Kendala serius yang dihadapi sopir saat ini adalah persaingan dengan transportasi publik berbasis aplikasi.
Sopir angkutan kota tidak bisa mengimbangi 'pertarungan' merebut calon penumpang.
Angkutan kota masih menggunakan sistemn konvensional.
Keluar terminal, jalan sesuai trayeknya. Lalu berhenti menunggu penumpang.
Sedangkan penumpan telah banyak berpindah pilihan ke transportasi publik berbasis aplikasi.
Harapan yang disampaikan Pemkot Malang mengenai progam buy the service memberikan angin segar bagi para sopir angkutan kota.
Mujib berharap harapan itu bisa diwujudkan dengan baik.
Sudah banyak ia mendengar janji-janji memperbaiki sistem transportasi publik di Kota Malang.
Namun sejauh ini kondisinya tidak banyak berubah. Justru semakin sulit bagi sopir angkutan kota mendapatkan penumpang.
"Kami ingin sebaik-baiknya. Apapun yang direncanakan Pemkot Malang kami tanggapi dengan baik. Kondisi di lapangan sudah sangat prihatih," kata Mujib yang terlihat putus asa.
Mujib juga mendukung kalau unit angkutan kota diperbaiki.
Menurutnya itu bisa menjadi solusi agar penumpang mau naik angkutan kota.
Meski begitu, ia meminta agar tidak ada setoran yang terlalu tinggi sehingga bisa membebani sopir.
"Syukur kalau pemerintah ikut membantu," katanya.
Saeful, seorang pemilik kendaraan merespon rencana gajian yang dilontarkan Pemkot Malang.
Selama ini, ada kondisi yang memisahkan antara pemilik kendaraan dan sopir.
Terkadang, ada sopir yang tidak memiliki kendaraan. Para sopir ini memberikan setoran ke pemilik kendaraan.
Jika nanti ada sistem gajian untuk para sopir, Saeful khawatir pemilik kendaraan tidak dapat setoran.
Pun Saeful, sejak dua tahun ini dia menjadi sopir. Dulu, sebagai pemilik kendaraan, ia mendapat setoran dari sopir.
Kini, kondisi seperti itu tidak bisa dia dapatkan lagi. Terlebih ketika pandemi melanda.
"Sejak pandemi itu, saya sopir sendiri kendaraan saya. Mau dijual pun sudah murah. Dulu beli Rp 90 juta, sekarang harganya Rp 10 juta," katanya.
Ia meminta pemerintah bisa memperhatikan hal tersebut jika ada skema gajian.
Sejauh ini, belum ada penjelasan detail mengenai skema gajian yang akan diterima sopir.
Beberapa waktu lalu, Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat hanya mengatakan kalau para sopir akan digaji per bulan.
Terlepas dari skema gajian yang belum jelas, bagi Saeful rencana untuk memperbaiki moda transportasi yang lebih baik harus didukung.
Sama seperti Mujib, Saeful sendiri merasakan sulitnya menjalankan usaha sebagai sopir angkutan kota.
Kondisi mereka saat ini betul-betul membutuhkan bantuan.
"Kami mendukung jika kondisinya untuk kebaikan transportasi di Kota Malang," paparnya.
Hariyono, sopir angkutan kota yang selama ini memberikan setoran ke pemilik kendaraan juga berharap program pemerintah bisa menyejahterakan dirinya.
Hariyono telah menjadi sopir angkutan kota lebih dari 20 tahun.
Ia melihat sendiri perubahan sistem transportasi publik di Kota Malang. Mulai dari yang jalur bebas hingga persaingan ketat dengan transportasi publik berbasis aplikasi.
Saat ditemui di Terminal Arjosari, Selasa (25/6/2024), Hariyono baru saja menyelesaikan perjalanan sebanyak tiga kali.
Dari tiga kali perjalanan bolak-balik itu, ia hanya mendapatkan empat penumpang. Setiap penumpang membayar Rp 5.000.
Nilai yang ia terima bahkan tidak cukup untuk membeli bahan bakar.
"Kalau menerima penumpang masih ada, tapi sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Hariyono berangkat mengendarai angkutan kota mulai pukul 5 pagi. Ia pulang kembali ke rumah pukul 5 sore.
Rata-rata penumpang yang ia angkut dalam sehari tidak lebih dari 10 orang.
Pemerintah Kota Malang diharapkan bisa memecahkan persoalan yang dihadapi para sopir angkutan kota. (Benni Indo)