Kisah Taufan Soekarnoputra Putra Sulung Soekarno yang Meninggal di Usia Muda, Anak dari Hartini

Penulis: Frida Anjani
Editor: Frida Anjani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kisah Taufan Soekarnoputra Putra Sulung Soekarno yang Meninggal di Usai Muda, Anak dari Hartini

SURYAMALANG.COM - Beginilah kisah Taufan Soekarnoputra putra sulung Soekarno meninggal dunia di usia muda. 

Diketahui, Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno memiliki putra bernama Taufan Soekarnoputra dari pernikahannya dengan Hartini.

Taufan Soekarnoputra memiliki nama lengkap Mohammad Taufan Soekarnoputra.

Dia lahir di Paviliun Amarta, Istana Bogor, Jawa Barat, Indonesia pada 27 Maret 1955.

Taufan Soekarnoputra memiliki adik kandung bernama Bayu Soekarnoputra.

Dia juga memiliki lima saudara tiri dari pihak ibunya dan 11 dari pihak ayahnya.

Taufan Soekarnoputra menghabiskan masa kecilnya di Paviliun Amarta, Istana Bogor bersama Hartini. 

Setiap akhir pekan pada hari Jumat, Soekarno akan mengunjungi mereka dan kembali ke Jakarta pada hari Sabtu atau Minggu sore.

Taufan Soekarnoputra pertama kali bertemu dengan calon istrinya, Iryani Levana Danubrata (lahir di Bandung pada 5 Januari 1958), ketika dia masih berkuliah pada tahun 1973.

Levana, anak kedua dari empat bersaudara, merupakan putri tunggal dari pasangan Sidik Danubrata yang berasal dari Sunda dan Linda Grave, yang memiliki darah campuran Rusia dan Jepang.

Kisah Taufan Soekarnoputra Putra Sulung Soekarno yang Meninggal di Usai Muda (Tribunnews)

Baca juga: Kabar Faisal Korban Congkel Mata di Gunung Putri Masih Belum Bisa Melihat, Bisa Jadi Tersangka

Baca juga: Sosok Penjual Martabak Dituduh Pembunuh Bocah di Cilegon, Berawal Dari Omongan Pelaku yang Ditangkap

Saat pertemuan tersebut, Levana masih duduk di bangku SMP.

Mereka baru menjalin hubungan yang lebih serius pada tahun 1977.

Setelah Taufan Soekarnoputra menyelesaikan studinya di Fakultas Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung, dengan fokus pada Desain Industri, dan Levana meraih gelar sarjana muda dari Fakultas Sastra Prancis di Universitas Padjadjaran, mereka bertunangan pada 25 April 1981.

Pernikahan mereka dilangsungkan pada Minggu, 18 Oktober 1981, di kediaman keluarga Levana, di Jalan Dr. Setiabudhi 261-263 Bandung.

Setelah menikah, Taufan Soekarnoputra melanjutkan pendidikan di California State University, Amerika Serikat, dan berhasil meraih gelar Master of Arts (M.A.) dalam bidang Desain Industri.

Namun, di akhir tahun 1985, Taufan didiagnosis menderita kanker usus besar dan penyakit liver yang diperkirakan telah dideritanya selama 3-4 tahun sebelumnya.

 Sosok Taufan Soekarnoputra, Putra Sulung Soekarno dengan Hartini yang Meninggal Dunia di Usia Muda (Instagram/@thebigbung) ()

Baca juga: Nasib Guru Tampar Siswa Saat Mengajar Gegara Dipanggil Tanpa Sapaan Ibu di Lamongan, Berakhir Damai

Baca juga: Kaesang Pangarep Jawab Soal Roti Rp 400 Ribu yang Dipamerkan Erina di Amerika, Ngaku Tak Sanggup

Baru tiga bulan sebelum wafat, penyakit tersebut terdeteksi.

Bersama istrinya, Taufan Soekarnoputra menjalani perawatan di St. Mary Hospital, Long Beach, Los Angeles.

Dari hasil pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa penyakit yang diderita Taufan Soekarnoputra sudah dalam tahap akut.

Meskipun sempat menjalani operasi liver, tim medis akhirnya menyatakan bahwa mereka tidak dapat lagi merawatnya lebih lanjut.

Pada 25 Desember 1985, Taufan Soekarnoputra dan Levana kembali ke Jakarta.

Setibanya di Jakarta, Taufan Soekarnoputra segera dirawat di RSPAD Gatot Subroto oleh tim dokter kepresidenan.

Namun, karena kondisi kesehatannya tidak kunjung membaik, keluarganya memutuskan untuk merawat Taufan Soekarnoputra di rumah mereka, di Jalan Proklamasi 62, Jakarta Pusat.

Menjelang ajalnya, Hartini dan Levana hampir selalu berada di sisinya.

Taufan Soekarnoputra wafat di kediamannya di Jalan Proklamasi 62, Jakarta Pusat, pada hari Jumat, 17 Januari 1986, pukul 14.40. Hingga saat itu, ia dan istrinya belum memiliki anak.

Kakak iparnya, Kris, menyatakan bahwa Taufan Soekarnoputra meninggal dengan tenang tanpa meninggalkan pesan apa pun.

Jenazah Taufan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Pusat, tidak jauh dari makam ibu tirinya, Fatmawati Soekarno mengutip Tribun Trends.

Baca juga: Heboh Santriwati Melahirkan Bayi Saat Mondok di Trenggalek, Ribuan Warga Geruduk Minta Ketemu Kiai

Baca juga: Kisah Ayah Bakar Motor Anaknya yang Hobi Balapan Liar, Takut Dapat Kabar Anak Mati di Jalan

Kisah Cinta Presiden Soekarno dan Hartini yang Jarang Disorot

Inilah kisah cinta Presiden Soekarno dan Hartini yang selama ini jarang disorot. 

Presiden RI pertama Soekarno diketahui memiliki 9 orang istri.

Kisah Cinta Presiden Soekarno dan Hartini yang Jarang Disorot, Pernikahan Ditentang Fatmawati

Salah satunya adalah Hartini yang merupakan seorang janda anak 5.

Jarang terekspos, kisah cinta Soekarno dan Hartini ternyata bak adegan di drama Korea.

Bisa dibilang perjalanan cinta Soekarno dan Hartini cukup dramatis.

Di usia belia, Hartini menikah dengan Suwondo dan pindah ke Salatiga.

Namun, pernikahan pertamanya tak berlangsung lama. Ia bercerai dengan Suwondo di usia 28 tahun dan memiliki 5 orang anak.

Jatuh cinta di Salatiga

Kisah Cinta Presiden Soekarno dan Hartini yang Jarang Disorot (Tribunnews)

Baca juga: Video Pemakaman Presiden Soekarno Dihadiri Para Istri, Ratna Sari Dewi Menangis di Pusara Suami

Kisah percintaan Soekarno ini terjadi saat dirinya tengah berkunjung ke Salatiga tepatnya Kota Baru, Yogyakarta yang hendak melakukan peresmian Masjid.

Namun, di tengah perjalanan Soekarno mampir sejenak ke rumah Walikota Salatiga pada siang hari.

Di sana Soekarno menyantap hidangan sayur lodeh.

Menurut Soekarno, sayur lodeh yang ia makan begitu enak di lidah.

Soekarno pun dibuat penasaran dengan siapa yang membuat sayur lodeh yang enak itu.

Gegara sayur lodeh tersebut, Soekarno pun akhirnya bertemu dengan Hartini.

Selepas pertemuannya itu, membuat Soekarno jatuh cinta pada pandangan pertama.

Hingga sesampainya di Jakarta Soekarno membuat surat untuk Hartini.

"Tuhan telah mempertemukan kita Tien, dan aku mencintaimu. Itu adalah takdir," ungkap Soekarno yang diucap ulang oleh narator kanal YouTube Historia Biography.

Namun, Hartini membaca surat dari seorang Presiden membuatnya merasa tidak karuan bahkan bingung bukan kepalang.

Setelah Hartini menerima surat pertama dari Presiden Soekarno itu, kemudian berlanjut ke surat-surat berikutnya.

Setahun kemudian, mereka kembali bertemu di peresmian teater terbuka Ramayana di Candi Prambanan.

Melalui temannya, Bung Karno kemudian mengirimkan sepucuk surat untuk Hartini dengan nama samaran Srihana.

Seminggu kemudian Hartini mengirimkan sepucuk surat kepada Presiden Soekarno.

"Ketika aku melihatmu untuk kali yang pertama hatiku bergetar.

Mungkin kau pun punya perasaan yang sama," sambungnya.

Dalam surat tersebut Hartini menujukannya untuk Srihana.

Memang keduanya selalu memakai nama samaran atau istilah sekarang panggilan kesayangan ketika sedang dimabuk cinta.

Pernikahan Ditentang

Kisah Cinta Presiden Soekarno dan Hartini yang Jarang Disorot (Tribunnews)

Baca juga: Foto Kartika Sari Dewi Anak Presiden Soekarno jadi Model Majalah Saat Masih Muda, Terlihat Bak Bule

Pada 15 Januari 1953, Bung Karno meminta izin Fatmawati, istrinya, untuk menikahi Hartini.

Namun, Fatmawati menolak poligami.

Diceritakan, saat itu Hartini meminta Fatmawati untuk tetap menjadi ibu negara, sedangkan ia tetap menjadi istri kedua.

Akhirnya Bung Karno menikah dengan Hartini di Istana Cipanas pada 7 Juli 1953 dan tinggal cukup lama di sana. 

Sekitar tahun 1964, Hartini pindah ke salah satu paviliun di Istana Bogor.

Pernikahan Hartini dan Bung Karno sempat mendapat kecaman dari organisasi perempuan Indonesia.

Setelah menikahi Hartini, secara berturut-turut Soekarno juga menikahi Ratna Sari Dewi (1961), Haryati (Mei 1963), dan Yurike Sanger (1964).

Namun, Hartinii tetap mempertahankan pernikahannya hingga akhir usia Bung Karno.

Bahkan, ia juga menjadi saksi lahirnya Supersemar pada tahun 1966. 

Setelah peristiwa Supersemar, jalan hidup dan karier politik Bung Karno berakhir.

Soekarno dan Hartini di Slovenia. (Tribunnews)

Baca juga: Fakta Paundrakarna Cucu Soekarno yang Jadi Aktor FTV, Seorang Pangeran Anak Raja Mangkunegara IX

Setelah Soeharto dilantik menjadi presiden pada Maret 1967, Bung Karno menetap di paviliun Istana Bogor ditemani Hartini.

Hingga pada akhirnya, Bung Karno pindah ke sebuah rumah di daerah Batu Tulis, Bogor bersama Hartini.

Kondisi kesehatan Bung Karno memburuk

Atas permintaan Bung Karno, Hartini mengirim surat kepada Presiden Soeharto dan memohon suaminya diizinkan pindah ke Jakarta agar dapat perawatan yang layak.

Saat itu, ginjal kiri Bung Karno sudah tak berfungsi sama sekali, dan fungsi ginjal kanan tinggal 25 persen.

Kisah Cinta Presiden Soekarno dan Hartini yang Jarang Disorot (Tribunnews)

Baca juga: Pesona Frederik Kiran Cucu Presiden Soekarno dan Ratna Sari Dewi, Berdarah Jepang-Belanda-Indonesia

Berbulan-bulan surat tersebut tak ada tanggapan. Hartini kembali mengirim surat kedua dan meminta Rachmawati untuk mengantarkan surat itu langsung ke Presiden Soeharto di Cendana.

Pada Februari 1969, Bung Karno dipindahkan ke Wisma Yaso yang kini jadi Museum Satria Mandala.

Kondisi Bung Karno semakin renta. Namun, Hartini tetap merawat Bung Karno dan mereka tinggal di Wisma Yaso hingga 1970.

Walaupun kodisinya menurun, Bung Karno menolak dibawa ke RSPAD. Namun, setelah dibujuk oleh Hartini, Bung Karno luluh.

Setelah beberapa hari di RSPAD, Bung Karno pun mengembuskan napas terakhirnya pada 21 Juli 1970 di usia 69 tahun sekitar pukul 07.00 WIB.

Saat meninggal, ia tetap ditemani oleh Hartini yang setia mendampingi.

(Tribuntrends.com)

Berita Terkini