LIPSUS Anak di Malang Raya Tak Sekolah

Pemkot Malang LIbatkan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar untuk Mengatasi Anak Tidak Sekolah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana pembelajaran di PKBM Kartini Jalan Akordion Kota Malang.

SURYAMALANG.COM, MALANG - Pemkot Malang melibatkan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) untuk menjalankan program mengentaskan Anak Tidak Sekolah (ATS).

Di Kota Malang ada 24 PKBM. Salah satunya adalah PKBM Kartini di Jalan Akordion. Untuk ke PKBM ini, dari jalan raya tinggal masuk gang sedikit.

Saat SURYAMALANG.COM datang ke PKBM pada Senin malam 7 Oktober 2024, ada kegiatan belajar mengajar warga belajar (sebutan bagi siswa PKBM) untuk paket B dan C. Warga belajar mendengarkan tutornya memberikan penjelasan.

Bening Salsabiil, Kepala Satuan Pendidikan PKBM Kartini menjelaskan untuk program tersebut, pihaknya masih menunggu hasil pemetaan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang terkait pembagian data siswa.

"Kami menunggu instruksi dari dinas terkait," kata dia.

Namun dari assesement yang dilakukan pihaknya, lebih dari empat orang warga belajarnya sudah lulus paket C namun masuk ke ATS.

"Mungkin sekarang sudah kuliah," kata dia.

Di PKBM-nya di melayani warga belajar Paket A (setara SD),  B (setara SMP) dan C (setara SMA). Karena keterbatasan ruangan, pihaknya juga memberikan pelajaran di luar kelas.

Dengan mendatangi wajib belajar mitranya. Seperti ke pondok pesantren atau lokasi mitra perusahaan dimana warga belajarnya adalah karyawan di sana.

"Seperti mitra kami dari perusahaan itu memang berkomitmen agar karyawannya mendapatkan pendidikan lebih baik lewat paket. Sehingga bisa meningkatkan ijazah yang dimiliki pekerjanya," katanya.

Perusahaan bahkan membayarkan biayanya pendidikan di PKBM. Sedang tutornya mengajar anak-anak di ponpes karena santrinya memang dilarang keluar pondok. Sehingga sama-sama mendapatkan solusi.

SURYAMALANG.COM saat di PKBM Kartini juga bertemu dengan Noval Aditya Saputra, kelas 2 SMP atau kelas 2 Paket B. Ia bekerja di bagian laundry di sebuah asrama.

"Saya awalnya ya putus sekolah kelas 4 pada 2022. Atas dorongan teman-teman, saya melanjutkan ke Paket A. Setelah lulus melanjutkan ke Paket B sekarang," jawab Noval.

Ia bekerja untuk membantu orangtuanya. Awalnya ia bersekolah di sebuah SD di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang dan mrotol di kelas 4.

"Alhamdulillah saya bisa meneruskan sekolah. Saya nanti akan meneruskan ke Paket C," jawab dia.

Respons orangtuanya juga senang karena ia bisa meneruskan sekolahnya.

"Saya kan bekerja sampai jam 15.00 WIB, malam harinya sekolah di PKBM," jelasnya.

Di PKBM Kartini, hari sekolahnya pada Senin sampai Kamis mulai pukul 18.00 sampai 21.00 WIB. Tapi di setiap PKBM tidak sama. Dengan durasi belajar tiga jam, maka tidak ada jam istirahat.

Warga belajar lainnya di PKBM Kartini adalah Bayu Saputra. Ia kelas 2 Paket C. Ia awalnya sekolah di sebuah SMK Negeri di Kota Malang. Ia keluar dari sekolah formal pada 2022.

Dengan sekolah paket, ia bisa fokus main game sebagai joki di game online PUBG untuk mendapat uang namun masih bisa meneruskan pendidikan.

"Kalau lulus Paket C, saya akan bekerja atau kuliah," jawab Bayu.

Orang tuanya juga mendukungnya meneruskan sekolah di PKBM.

Menurut Bening, warga belajar PKBM trendnya berbeda beberapa tahun terakhir. Jika dulu pernah anak jalanan, tapi sekarang memang siswa dengan kesadaran sendiri langsung sekolah ke PKBM dibanding ke sekolah formal. Apalagi jika anak tersebut sudah menemukan passionnya.

Sehingga antara passion dengan belajar di pendidikan non formal sama-sama berjalan. Bahkan anak-anak yang memiliki prestasi non akademik banyak yang ke PKBM karena fleksibelitas waktunya.

Tapi juga masih ada PNS yang meneruskan ke PKBM untuk perbaikan masa depannya dengan meningkatkan jenjang pendidikannya. Misalkan tukang sapu di DLH.

Menurut Bening, tutornya memakai guru fresh graduate dari univeraitas di Kota Malang. Juga ada praktisi karena tergerak menjadi tutor di lembaganya. Ia mengakui pernah juga memakai guru dari sekolah formal. Tapi justru "bentrok" dengan warga belajar karena sang guru membawa feel dari sekolah formal ke PKBM.

"Mereka (warga belajar) kadang belum-belum sudah terhakimi oleh gurunya. Karena membawa rasa yang sama dengan sekolah formal," cerita Bening.

Sehingga sekolah non formal jadi seperti sekolah formal. Maka ada yang lalu malas sekolah.

"Maka kita pakai yang fresh graduate. Masih muda-muda dan bisa mengikuti alurnya gen Z yang susah dikendalikan ketika dibenturkan dengan yang sedikit kolot."

"Dari pembelajaran saja ada yang request maunya begini. Saya mau ulangannya bentuk kuis, game. Ulangan mau dikirimi. Itu mereka ajukan ke tutor," tambah wanita berhijab ini.

Jumlah warga belajar di PKBM ini pada tahun ini sebanyak 230 an dari Paket A hingga C. Satu rombel di Dapodik, minimal ada 15 orang di program paket.

"Jika ada instasi membutuhkan layanan kami ya kita tawarkan pembelajaran yang fleksibel dan tidak menyita waktu bagi mereka yang bekerja. Ini sebagai upaya mencari warga belajar."

"Tapi terus terang ini kebijakan baru mengingat terbatas sarprasnya. Kalau datang semua ya gak cukup. Kita ambil jalan keluar dengan cara itu," papar Bening.

Untuk di PKBM, pihaknya hanya menagihkan biaya pada mereka yang di luar usia belajar.

Kalau usia belajar masih memiliki bantuan dari pemerintah. Jika sekolah formal ada BOS, di PKBM ada BOP untuk siswa usia belajar. Untuk warga belajar usia di atas 24 tahun, maka akan dikenakan biaya reguler. Paket C Rp 4 juta. Paket B Rp 3,5 juta. Paket A Rp 2.750.000. Itu biaya sampai mereka lulus.

Tapi ada juga warga belajar yang mutasi dari sekolah sebelumnya. Maka ketika melanjutkan jenjang pendidikan di PKBM akan dikenakan  biayanya beda dengan mereka yang masuk PKBM sejak awal. Bagaimana dengan tingkat "mrotol" warga belajar? Ia menjawab rata-rata di paket jarang.

"Kasusnya adalah malas sekolah iya. Makanya kita mengadakan pembekajaran luring dan daring. Luring pembelajaran Senin sampai Kamis. Saat pembelajaran luring juga kita share pembelajaran daring," paparnya.

Tujuannya karena mereka sebenarnya mau belajar tapi ya terbentur rasa malasnya dengan berbagai alasan. Maka PKBM mengikuti alurnya mereka tapi masih bisa dikendalikan.

"Sejatinya mereka punya kesadaran sendiri dan tergugah kewajibannya sekolah. Misalkan tidak sekolah tapi harus memenuhi tugas-tugas sekolahnya. Bahkan bapak-bapak yang kerjanya jadi satpam, di DLH tukang sapu masih semangat sekolah meski tidak hadir tiap hari," katanya.

Sebab pulang kerja sore hari. Kadang ada yang rumahnya jauh. Jadi minta pembelajaran daring. Pemerintah sendiri sudah memberikan kurikulum merdeka. Tapi masih terlalu sukar untuk dijangka warga belajar.

Misalkan karena kendala jaringan,  gaptek. Jadi yanhg ada di platform merdeka belajar, tutor mengadopsi dan disederhanakan buat waega belajar di grup WA kelas. Dengan memakai kurikulum merdeka, PKBM juga memberikan materi untuk life skill warga belajar.

"Tapi sifatnya ya insidentil. Semacam pelatihan atau worahop sesuai keinginan warga belajar. Kalau dibuat lama, anak-anak cepat bosan. Sebab anak sekarang suka eksplorasi. Maka PKBM menggali kemauan mereka apa dulu. Seperti barista, konten kreator, desain grafis," pungkas dia.

 

Berita Terkini