"Selama ini selongsong-selongsong besinya dikemanain?" tanya Dedi Mulyadi.
"Enggak tahu bapak itu mah, yang penting saya cuma menjinakan," kata Agus.
Agus mengaku, menerima upah Rp150-Rp200 ribu dari TNI.
"Bapak diupah sehari Rp150 ribu. Tiap hari itu kerjanya?" tanya Dedi Mulyadi lagi.
"Enggak lama pak, paling lama 15 hari," papar Agus.
"Sebulan (kerja) 15 hari?" tanya Dedi Mulyadi.
"Maksudnya tiap kesatuan, yang sekarang kesatuan dari Jakarta, itunya (kerjanya) 15 hari, kadang enggak sampai 15 hari," jawab Agus.
Mendengar hal tersebut, Dedi Mulyadi sempat terdiam.
Terkait dengan keahlian membongkar selongsong peluru, Agus mengaku tidak punya bukti sertifikasi.
"Posisi bapak bukan mulung, bukan berburu besi bekas? bukan berburu selongsong?" tanya Dedi Mulyadi.
"Bukan bapak," beber Agus.
"Posisi di situ bekerja, kuli dengan upah sehari Rp150 sampai Rp200 ribu, yang dapat gaji Rp200 siapa?" tanya Dedi Mulyadi lagi.
"Almarhum pak Iyus, sesepuh," jawab Agus.
Meski ada yang membantu TNI memereteli amunisi, ada juga yang bekerja mengumpulkan serpihan peluru pasca-diledakkan dan hasilnya akan dijual.
"Kan di sana bukan posisi mulung tapi posisi kerja. Pertanyaannya di antara ini suka bawa besi dijual enggak?" tanya Dedi Mulyadi.