Oleh Said Abdullah (Ketua DPP PDI Perjuangan)
SURYAMALANG.COM - Semalam, Pak Kwik Kian Gie, meninggalkan kita di usia 90 tahun.
Kita kehilangan ekonom gigih, guru bangsa yang terus menyuarakan idealisme hingga akhir hayat.
Awal mula saya bertemu Pak Kwik seingat saya tahun 1988, ketika itu saya sebagai Sekretaris PDI Kabupaen Sumenep ikut rapat koordinasi di Kantor DPD PDI Jawa Timur.
Rapat koordinasi dipimpin oleh Pak Marsusi selaku Ketua DPD.
Saat itu Pak Kwik hadir sebagai pembicara kunci, sekaligus Ketua Balitbangpus DPP PDI.
Teringat dalam kenangan momen itu, Pak Kwik dengan cakapnya mengulas persoalan-persoalan ekonomi bangsa.
"Ekonomi kita semuanya impor. Kita cuma menjadi bangsa perakit," cetusnya lantang.
Pikiran-pikiran Pak Kwik selalu bernas dan kritis, terutama soal soal ekonomi dan politik.
Tak peduli, di dalam dan di luar kekuasaan, sikap politik dan kepribadiannya tidak berubah.
Idealisme menjadi rel penyangga sekaligus 'hakim' untuk menentukan langkah-langkahnya.
Kecintaannya terhadap republik ini tidak surut dibarter oleh apapun.
Saat krisis 1997/1998, Pak Kwik menonjol sebagai figur terdepan mempersoalkan skema penyelesaian ala IMF terhadap utang para obligor.
IMF dan sejumlah menteri di kabinet menyetujui skema pengambil alihkan aset para obligor atas utang mereka di bank yang diambil alih oleh BPPN.
Pak Kwik menilai, sejumlah aset perusahaan yang disita BPPN jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah utang, sebab asetnya jauh lebih kecil dibandingkan kewajibannya.