Tak tahu jembatan putus
Jarak tempat bertugas bidan Dona dengan rumah pasien TBC sekitar 27 kilometer.
Untuk menuju ke rumah pasien tersebut, bidan Dona menempuhnya dengan menyewa ojek.
Bidan Dona pun menghabiskan sekitar Rp 400 ribu dari uang pribadinya.
Semangat bidan Dona rupanya diuji kembali ketika di tengah perjalanan mendengar jembatan penghubung antara dua nagari sudah roboh diterjang arus sungai.
Jembatan penghubung itu satu-satunya akses yang menghubungkan dua nagari tersebut.
“Sampai di Lanai, warga bilang jembatan sudah putus. Awalnya saya kira masih bisa dilewati dengan berjalan kaki, tapi ternyata sudah roboh total,” ujar bidan Dona.
Namun, bidan Dona tak putus asa.
Mendatangi pasien di rumahnya adalah bentuk komitmen menempati janji yang sebelumnya disampaikannya.
Bidan Dona pun memutuskan untuk melewati sungai tersebut dengan berenang.
“Saya tidak tahu kalau jembatannya putus, jadi tidak bawa perlengkapan apapun. Tapi karena pasien butuh bantuan dan tidak mungkin saya menolak, saya putuskan berenang,” ucap bidan Dona.
Di dalam pikirannya, ia hanya memikirkan kesembuhan pasiennya.
Saat berenang, ia terlihat berusaha menyelamatkan peralatan medis yang ada di punggungnya.
“Saya hanya dengar suara orang memanggil dari seberang, bilang ‘ke sinilah’,” katanya.
Bidan Dona kembali bercerita, lika-liku perjalannya bukan hanya menerjang sungai saja.