SURYAMALANG.COM | MALANG - Sulitnya mencari bahan baku salak dan apel, menjadi kendala yang dirasakan para produsen kripik buah di Kota Malang.
Untuk mensiasati hal tersebut, produsen kini harus berpaling mencari ke wilayah luar Malang Raya.
Kendala tersebut dirasakan oleh produsen kripik buah merek SoKressH, Effendi.
Menurutnya, berjualan kripik buah tidak semudah seperti yang dibayangkan.
Menurut Effendi hal itu karena banyak faktor yang mempengaruhinya, karena buah bersifat musiman.
"Jadi produksinya enggak bisa ready setiap saat. Contohnya, musim seperti ini tidak mungkin produksi kripik nangka, sehingga beralih ke kripik semangka atau melon dan bulan depan baru produksi kripik nangka," ujar Effendi kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (10/8/2025).
Di tempat produksi yang juga sekaligus rumahnya di Jalan Polowijen Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Effendi menghasilkan berbagai jenis kripik buah, termasuk kripik apel dan salak.
Untuk bahan baku apel maupun salak, ia mengaku sulit mendapatkannya, sehingga harus mencari ke petani di luar Malang Raya.
Baca juga: Salak Suwaru Asli Malang Berasa Manis Daging Tebal Kini Ditinggalkan Petani
"Untuk salak Bali, saya ambil langsung dari petani di Bali dan bentuknya sudah kupasan. Kalau untuk salak pondoh, saya ambil dari petani di Pronojiwo dan Kalibening Kabupaten Lumajang,"
Namun, untuk mendapatkan bahan baku buah apel, Effendi mendapatkannya dari petani di wilayah Kota Batu dan Gubukklakah Kabupaten Malang.
Tetapi, Effendi tidak membeli dalam jumlah besar, karena bahan baku buah apel mulai sulit didapatkannya.
"Kalah bersaing juga dengan mereka di sana yang sama-sama produksi kripik apel," bebernya.
Diketahui, faktor tidak dapat memenuhi pasokan yang diminta menjadi kendala.
Sehingga, Effendi terpaksa mengambil bahan baku buah khususnya salak dari petani di luar wilayah Malang Raya.
Baca juga: 6 PENYEBAB Hasil Panen Apel Batu Turun Drastis, Tahun 2024 Hanya 140 Kwintal
"Sepertinya, belum ada petani di Malang yang mampu mencukupi pasokan. Dan ini tidak hanya berlaku untuk bahan baku salak saja, melainkan nangka juga saya ambil dari Lumajang dan Semarang," tambahnya.
Untuk pasokan buah yang diminta, Effendi mengaku mengambil pasokan salak sebanyak 5 kuintal.
Nantinya, buah salak tersebut akan dimasukkan ke dalam mesin untuk kemudian diolah dan diproses menjadi kripik.
Dari jumlah bahan baku 5 kuintal itu, effendi mampu menghasilkan kripik salak sebanyak 15 kilogram.
Namun, mesin yang dimilikinya berukuran sedang sehingga hanya menghasilkan 9 kilogram kripik salak tiap hari.
Baca juga: Ikon Kota Mulai Terkikis, Hasil Panen dan Lahan Apel di Kota Batu dari Tahun Ke Tahun Kian Menurun
"Setelah itu, kripik tersebut kami masukkkan ke dalam kemasan ukuran 100 gram," ungkapnya.
Untuk harganya, ia mengaku kripik buatannya tersebut dijual dengan harga cukup terjangkau.
Kripik apal atau salak kemasan 100 gram dibanderol antara Rp 14 ribu hingga Rp 15 ribu.
"Meski ada kendala pada bahan bakunya, tetapi harganya tidak kami naikkan terlalu tinggi. Dan saat ini, produksi kami yang laris adalah kripik nangka," tambahnya.
Sementara itu, seorangn wisatawan asal Kecamatan Bubutan Kota Surabaya, Doni Pradipta (36) mengaku terakhir mencicipi kripik apel pada 2023 lalu.
Saat itu, ia membelinya dari toko oleh-oleh di Kota Batu.
Baca juga: Bupati Sanusi Minta Salak Suwaru Malang Dipertahankan, Tapi Warga Tergiur Menanam Tebu
"Tergantung selera orang masing-masing, tetapi kalau saya enggak terlalu suka kripik apel. Kalau untuk oleh-oleh atau jajanan buat keluarga sendiri, saya biasanya beli kripik tempe karena varian rasanya lebih banyak," jujurnya.
Meski produsen kripik buah mengalami kendala pada bahan baku, namun Doni mengaku masih menemui banyak stok kripik buah di toko oleh-oleh.
"Artinya, masyarakat tidak perlu bingung mencari kripik buah karena stoknya masih banyak. Kalau dibilang buah apel sebagai ikon Malang, menurut saya sah-sah saja karena seperti wilayah Batu itu kan memang dikenal sebagai produsen buah apel," pungkasnya.