KEMASAN BERAS - Tumpukan kemasan beras aneka merek di salah satu swalayan di Tulungagung, Jawa Timur tidak ada lagi merek beras premium yang selama ini banyak diminati konsumen. Hilangnya beras premium ini diduga imbas penertiban beras oplosan yang dilakukan pemerintah. (Tribunmataraman.com / David Yohanes)
SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Produksi beras dari penggilingan padi lokal di Tulungagung masih belum mampu menembus pasar meski sejumlah merek beras premium menghilang dari pasaran.
Produksi beras lokal belum menjadi substitusi yang mengisi pasar, meski ada celah, kekosongan.
Bahkan, harga jual beras hasil penggilingan lokal justru turun dalam beberapa hari terakhir.
Kondisi ini diungkap pemilik penggilingan sekaligus pengusaha beras asal Desa Bangunjaya, Kecamatan Pakel, Nuryadin.
Ia menyebut, sejauh ini beras dari usaha penggilingan seperti miliknya, belum menjadi substitusi yang mengisi pasar.
Bahkan menurutnya, kecenderungan permintaan beras giling saat ini cenderung turun.
Dalam sehari, Nuryadin bisa memproduksi 7 ton beras giling.
Selama ini setiap 2 hari sekali datang permintaan dari Pasuruan, Mojokerto, Malang, Probolinggo dan Bondowoso.
Namun saat ini dalam 5 hari hampir tidak ada permintaan dari daerah pemasarannya itu.
“Sekarang masih ada 6 ton yang belum terserap pasar. Hari ini juga berhenti produksi,” katanya.
Beras curah yang dijual Nuryadin dikategorikan kualitas medium dan diambil para pedagang besar.
Setelah polemik beras oplosan ini, harga beras justru mengalami penurunan.
Jika minggu lalu beras dari Nuryadin dibeli Rp 13.000 per kg, harga saat ini turun sampai Rp 12.600 per kg.
Untuk diketahui, saat ini sejumlah merek beras premium tiba-tiba menghilang di sejumlah supermarket maupun tempat penjualan beras di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur.
Hilangnya beras premium yang kenamaan ini diduga karena imbas dari razia beras oplosan yang dilakukan Kementerian Pertanian bersama Mabes Polri.
Bahkan ada penjual yang menyatakan, merek beras premium dengan gambar karakter kartun dan ikan ini sengaja ditarik dari pasaran.
“Yang satu sudah habis beberapa hari yang lalu, tapi tidak dikirim lagi. Satunya lagi juga tidak ada kiriman, tapi barangnya baru habis hari ini,” ucap seorang penjaga di sebuah swalayan di Kecamatan Boyolangu.
Sementara Nuryadin, mengaku khawatir dengan perkembangan belakangan ini, sehingga memilih menjual beras curah.
“Kadang kita mendapatkan rasa yang enak kan harus dicampur, ada Membramo, Legowo dan yang lain. Bukan tidak layak dikonsumsi, tapi khawatirnya itu malah dianggap oplosan,” ujarnya.
Diakui Nuryadin, penegakkan hukum pada beras oplosan membuat pasokan beras di pasaran menurun.
Ia menduga, kekosongan stok di pasar ini salah satunya diisi oleh beras SPHP dari Bulog yang sangat massif dipasarkan.
“Sekarang SPHP yang pegang kendali. Polsek-polsek jualan, berasnya juga bagus, sangat layak untuk dimakan,” ungkapnya.
(David Yohanes)