Laporan : Anggit Pujie Widodo.
SURYAMALANG.COM, JOMBANG - Alasan warga menuntut pemberhentian perangkat desa di Desa Pagerwojo, Kecamatan Perak terus diungkap secara terbuka.
Setelah mengungkap duduk perkara tuntutan pemberhentian perangkat desa itu kepada para Wakil Rakyat Jombang, warga juga secara terbuka memaparkan pelanggaran serius yang dilakukan perangkat desa dan kesalahan itu kembali terulang dilakukan tahun ini .
Masyarakat sekitar yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Jombang mendatangi Komisi A DPRD Jombang untuk melakukan hearing pada Selasa (19/8/2025) lalu.
Ketua GPM Jombang, Jatmiko, menjelaskan bahwa audiensi tersebut dilakukan guna menyampaikan aspirasi warga sekaligus mendesak adanya langkah tegas atas dugaan pelanggaran yang dilakukan salah satu perangkat desa berinisial AR.
“Kasus ini sudah lama bergulir. Kami datang ke DPRD untuk meminta penjelasan soal prosedur pemberhentian perangkat desa karena masyarakat menganggap yang bersangkutan telah melanggar kewenangan,” ucap Jatmiko saat dikonfirmasi kembali pada Kamis (21/8/2025).
Menurutnya, pihaknya sudah mengantongi berbagai dokumen pendukung, mulai dari hasil musyawarah desa (musdes) hingga surat peringatan (SP) yang dikeluarkan sebanyak tiga kali.
Dalam forum Musdes tersebut, perangkat desa yang dipersoalkan juga tidak membantah tuduhan yang disampaikan warga.
“SP sudah dilayangkan tiga kali. Itu artinya proses pemberhentian sementara bisa segera dilakukan sebelum masuk ke pemberhentian permanen sesuai aturan yang berlaku,” tambahnya.
Jatmiko menuturkan, dugaan kesalahan AR tidak hanya sebatas teknis administrasi, tetapi juga berkaitan dengan manipulasi dalam Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) pada tahun 2021.
Dugaan serupa bahkan kembali muncul pada tahun 2025, meski saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Jombang.
“Bukti-bukti sudah kami serahkan ke Komisi A. Harapan kami, perangkat desa ini segera dicopot karena berkali-kali melakukan kesalahan. Jika tidak mau mengundurkan diri, ya harus diberhentikan sesuai mekanisme,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Jombang, Kartiyono, memberikan penjelasan berbeda terkait penerapan surat peringatan.
Menurutnya, SP hanya berlaku untuk kesalahan bersifat administratif atau ringan.
“Kalau pelanggaran sudah tergolong berat, tidak perlu SP. Kepala desa cukup membawa bukti kuat, maka proses pemberhentian bisa langsung diusulkan,” terang Kartiyono saat dikonfirmasi terpisah.
Ia menambahkan, pemberian SP justru akan menjadi tidak tepat jika pelanggaran yang dilakukan bersifat fatal.
“SP itu bukan ukuran mutlak. Untuk pelanggaran berat, mekanismenya bisa langsung dijalankan tanpa menunggu tiga kali peringatan,” ucapnya.
Komisi A DPRD Jombang memastikan akan menindaklanjuti laporan GPM dan menunggu hasil pemeriksaan Inspektorat.
Hasil tersebut nantinya akan dijadikan dasar dalam menentukan langkah lanjutan terhadap kasus yang melibatkan perangkat Desa Pagerwojo itu.