Surabaya

Pembakar Gedung Grahadi dalam Kerusuhan Surabaya Diungkap, Direncanakan 9 Orang di Candi Sidoarjo

Sebelum melancarkan aksi, para tersangka terlebih dahulu berkumpul di Lapangan Bumi Cabean Asri, Candi, Sidoarjo.

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/TONY HERMAWAN
UNGKAP PEMBAKAR GRAHADI - Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, saat menggelar konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jumat (5/9/2025) 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA  - Pembakar Gedung Grahadi akhirnya diungkap Polda Jawa Timur (Jatim).

Hasil penyelidikan mengerucut, di mana sementara sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka pembakar Gedung Grahadi.

Polda Jatim memastikan aksi pembakaran Gedung Negara Grahadi pada Sabtu malam (30/8/2025) bukan terjadi secara spontan.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menegaskan bahwa peristiwa itu sudah direncanakan jauh sebelum api melalap ruangan-ruangan di sisi Barat Grahadi.

Hasil dari penyelidikan sementara sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka.

Khusus sembilan tersangka ini kasusnya ditangani Polda Jatim.

Mayoritas tersangka pembakaran ini ternyata masih berusia anak-anak.

“Satu tersangka dewasa berinisial AEP, usia 20 tahun, warga asal Maluku yang berdomisili di Sidoarjo. Ia membuat lima bom molotov, mengajak empat anak untuk membantu, dan melibatkan empat anak lainnya sebagai eksekutor,” terang Kombes Pol Jules di Mapolrestabes Surabaya, Jumat (5/9/2025).

Sebelum melancarkan aksi, para tersangka terlebih dahulu berkumpul di Lapangan Bumi Cabean Asri, Candi, Sidoarjo.

Di lokasi itulah mereka menyusun rencana dan sepakat membuat bom molotov.

Hingga akhirnya Sabtu 30 Agustus 2025 sekitar pukul 21.00, bom molotov yang mereka buat dilemparkan ke arah Gedung Grahadi hingga memicu kebakaran besar.

Akibatnya, kerusakan parah tidak terhindarkan.

Api melalap ruang kerja Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, ruang Kepala Biro Umum, ruang Protokol, ruang Biro Rumah Tangga, hingga ruang kerja Pokja wartawan.

Jules menegaskan, rangkaian kerusuhan yang terjadi di Surabaya pada 29–30 Agustus bukan dilakukan oleh mahasiswa atau massa unjuk rasa.

Demo yang dilakukan mahasiswa di Grahadi, Polda, maupun Polrestabes Surabaya semua berlangsung damai.

Namun, berakhir ricuh karena disusupi kelompok perusuh.

“Dari pengembangan penyidikan, kami menemukan kelompok lain yang berkoordinasi lewat WhatsApp untuk mengajak melakukan kerusuhan. Mereka tidak bertujuan berdemo, tapi memang ingin membuat kekacauan,” tegasnya.

Jules juga meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi atau berspekulasi liar banyaknya unggahan-unggahan di media sosial pascakerusuhan. Seperti halnya postingan viral menampilkan sosok pria berjaket ojek online dengan sepatu bermerek.

Banyak netizen yang menduga orang itu sebagai provokator dan dicurigai bukan asli seorang ojek online.

"Kalau ada keterkaitan dengan kelompok-kelompok tertentu tentu kami juga tidak sendiri. Kami terus bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat, dengan pemerintah provinsi, rekan-rekan TNI, dengan ormas, Satpol PP maupun dengan tokoh-tokoh agama, ulama. Kami berharap masyarakat se-Jawa Timur tetap tenang sama-sama jaga kondusivitas dengan tidak terpengaruh taruh oleh informasi-informasi yang ada di media sosial," tandasnya.

 

 


Foto : Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, saat menggelar konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jumat (5/9). 

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved