Kota Malang

Diskominfo Kota Malang Gunakan Alat Analitik Deteksi Informasi Menyesatkan

Jika ditemukan konten bernuansa negatif atau menyesatkan, Diskominfo Kota Malang akan melakukan langkah strategis untuk mencegah dampak lebih luas.

Penulis: Benni Indo | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Humas Polresta Malang Kota
ILUSTRASI - ISU SNIPER HOAKS - Salah informasi hoaks yang beredar di Malang awal bulan September ini. Polresta Malang Kota pastikan isu sniper di sejumlah atas gedung Kota Malang adalah hoaks, Senin (1/9/2025). Diskominfo) Kota Malang memanfaatkan alat analitik untuk mendeteksi beredarnya informasi yang berpotensi menyesatkan masyarakat 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Malang memanfaatkan alat analitik untuk mendeteksi beredarnya informasi yang berpotensi menyesatkan masyarakat, khususnya di ruang digital.

Hal ini ditegaskan oleh Kepala Diskominfo Kota Malang, M Nur Widianto, pada Sabtu (6/9/2025).

Menurutnya, penggunaan alat ini bukan bertujuan untuk mengawasi konten media sosial, melainkan menganalisis tone dan sentimen dari sebuah informasi yang beredar. 

"Konteksnya tidak mengawasi, Mas. Kami kan punya tools untuk analitik tone atau sentimen dari sebuah informasi,” jelas Widianto.

Ia menegaskan, kewenangan penutupan konten tidak berada di tingkat pemerintah daerah. 

"Penutupan sebuah konten juga bukan otoritas kominfo daerah atau pemda,” imbuhnya.

Widianto menyampaikan, alat analitik tersebut sudah digunakan untuk membaca pola persebaran informasi di masyarakat.

Jika ditemukan konten bernuansa negatif atau menyesatkan, Diskominfo Kota Malang akan melakukan langkah strategis untuk mencegah dampak lebih luas.

“Beberapa yang menonjol, misalnya penggunaan video lama tapi dinarasikan seakan kondisi saat ini. Langkah yang kami lakukan lebih pada membangun persepsi publik bahwa Kota Malang aman, serta menguatkan literasi dan edukasi agar masyarakat bijak di ruang digital,” terang Widianto.

Dengan strategi ini, Diskominfo berharap masyarakat lebih terlindungi dari hoaks maupun disinformasi yang dapat menimbulkan keresahan.


Tidak Hanya Sentimen Negatif


Rendahnya tingkat literasi media di tengah masyarakat dinilai menjadi salah satu faktor maraknya peredaran informasi menyesatkan yang kerap memicu keresahan.

Di hubungi dari tempat terpisah, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Nurudin, menyebutkan bahwa kondisi ini membuat masyarakat mudah dimobilisasi oleh konten di media sosial.

“Literasi di masyarakat kita memang masih rendah. Karenanya, mudah untuk dimobilisasi, apalagi di era medsos sekarang. Pengetahuan yang rendah dan ketidakmampuan memilah dan memilih menjadikan mereka percaya begitu saja pada informasi yang mereka dapatkan,” jelasnya, Sabtu (6/9/2025).

Menurut Nurudin, sebagian masyarakat lebih cenderung memilih informasi yang sesuai dengan pandangan atau kecenderungan pribadinya, tanpa mempertimbangkan benar atau salahnya.

“Ini cermin literasi media di masyarakat masih rendah. Bukan salah media semata, tapi kesalahan banyak pihak, termasuk masyarakat, media, maupun pemerintah,” tambahnya.

Terkait penggunaan tools analitik oleh Dinas Kominfo Kota Malang untuk mendeteksi sentimen negatif terhadap pemerintah, Nurudin menekankan pentingnya keseimbangan. 

"Seharusnya tidak hanya sentimen negatif. Sentimen positif juga layak diketahui masyarakat. Kalau yang dilihat hanya negatif saja, jangan-jangan itu hanya menguntungkan pemerintah setempat. Padahal, nada minor dari masyarakat juga banyak dan seharusnya bisa jadi bahan pembelajaran agar pemerintah berbenah,” tegasnya.

Nurudin juga mengingatkan bahwa literasi masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal.

Ia mengutip data UNESCO yang menempatkan budaya baca Indonesia pada peringkat dua terbawah dari 60 negara. 

“Tragis bukan? Itu sebabnya literasi masyarakat perlu ditingkatkan. Pemerintah harus punya political will (kemauan politik) untuk mengatasi ini. Tanpa itu, literasi di masyarakat sulit berkembang,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menilai rendahnya literasi berhubungan dengan berbagai masalah bangsa, termasuk korupsi.

Menurutnya, banyak kalangan intelektual dan sarjana justru tidak memberi kontribusi pada peningkatan kualitas literasi, bahkan sebagian sibuk memperkaya diri dan kelompoknya. 

“Mereka yang kritis pada pemerintah sering dianggap musuh. Padahal, kritik itu bagian dari upaya memperbaiki bersama-sama. Menyeimbangkan informasi juga merupakan bentuk literasi,” jelasnya.

Nurudin menegaskan, meningkatkan literasi media harus menjadi agenda serius agar masyarakat tidak terus-menerus menjadi korban informasi menyesatkan. 

"Kalau pemerintah sungguh-sungguh, negara ini pasti bisa. Kita kaya, dana ada. Tinggal kemauan politiknya saja,” pungkasnya. (Benni Indo)

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved