Berita Viral

Briptu Rizka Tak Terima Jadi Tersangka Kasus Kematian Sang Suami Brigadir Esco, Ini Alasannya

Babak Baru! Briptu Rizka Sintiani tak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus kematian sang suami Brigadir Esco Faska Rely.

Penulis: Frida Anjani | Editor: Frida Anjani
Kolase Tribunnews Istimewa
 JADI TERSANGKA - Anggota Polres Lombok Barat, Briptu Rizka Sintiyani, ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan suami, intel Polsek Sekotong, Polres Lombok Barat, Brigadir Esco Faska Rely, setelah dilakukan gelar perkara pada Jumat (19/9/2025). 

SURYAMALANG.COM - Kasus kematian Brigadir Esco Faska Rely, anggota Intel Polsek Sekotong, Polres Lombok Barat tengah menjadi sorotan beberapa hari terakhir. 

Terlebih istri Brigadir Esco Faska Rely yakni Briptu Rizka Sintiani ditetapkan sebagai tersangka. 

Namun, pihak Briptu Rizka Sintiani tak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus kematian sang suami. 

Briptu Rizka pun menyiapkan langkah hukum, melakukan perlawanan.

Brigadir Esco sebelumnya ditemukan tewas dalam kondisi tubuh tergantung dalam keadaan terikat pada Senin (25/8/2025).

Lokasi itu hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumahnya.

Sebelum ditemukan tewas, Brigadir Esco diketahui menghilang sejak 19 Agustus lalu.

Saat ditemukan, wajah Brigadir Esco nyaris tak dapat dikenali karena sudah membengkak.

Sempat ada dugaan Brigadir Esco mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.

Namun keluarga meyakini Brigadir Esco tewas dibunuh oleh orang dekat.

"Hasil gelar perkara penyidik menetapkan istri korban Briptu Rizka Sintiyani sebagai tersangka," ungkap Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Mohammad Kholid mengutip Tribun Lombok, Jumat (19/9/2025) malam. 

Gelar perkara dilakukan setelah melakukan pemeriksaan sebanyak 53 saksi, pemeriksaan terhadap ahli Pidana dan ahli kriminologi, hingga penggunaan lie detector atau pendeteksi kebohongan dalam pemeriksaan. 

Meski demikian polisi belum mengungkap motif dari pembunuhan ini.

Begitupun terkait adanya tersangka lain yang mengakibatkan Brigadir Esco meninggal dunia.

Lalu bagaimana respons Briptu Rizka usai ditetapkan tersangka?

Rossi, kuasa hukum Briptu Rizka Sintiani kini tengah menyiapkan langkah hukum lantaran pihaknya menemukan kejanggalan atas penetapan status tersangka terhadap Briptu Rizka.

Namun Rossi enggan membeberkan kejanggalan apa yang dimaksud, sebab  merupakan bagian dari langkah hukum yang akan diambil. 

"Kami belum bisa menyampaikan secara rinci ke publik, karena masih kami siapkan dalam kerangka langkah hukum resmi," kata Rossi kepada Tribun Lombok.

Meski polisi sudah melakukan berbagai tahapan dalam proses penyelidikan dan penyidikan, Rossi menilai penetapan status tersangka ini masih ada kejanggalan. 

"Ada beberapa hal yang belum terang benderang, namun tiba-tiba muncul penetapan tersangka," kata Rossi. 

Rossi mengungkapkan, dia bersama dengan tim sedang menyiapkan langkah hukum menyikapi keputusan penyidik ini. Termasuk menguji dasar penetapan tersangka tersebut. 

"Prinsip kami sederhana, jangan sampai ada kriminalisasi atau pengaburan fakta yang justru mengorbankan hak-hak klien saya," kata Rossi. 

Kejanggalan terkait Kematian Korban

Mertua korban, H Saiun adalah orang pertama yang menemukan jasad korban. 

Saat itu, ia tengah mencari ayamnya yang hilang.

"Saya yang pertama kali menemukannya, saat saya sedang cari ayam saya yang hilang, saya kaget ada tali, saya pikir itu anjing yang tergantung, setelah didekati ternyata mayat," katanya.

Penemuan ini kemudian segera dilaporkan Saiun ke Kepala Dusun (Kadus) setempat, yang selanjutnya diteruskan kepada pihak Polres Lombok Barat.

Saiun mengaku sangat terkejut setelah identifikasi menunjukkan mayat yang ia temukan dalam keadaan terikat, membengkak, dan wajah hampir tidak dikenali itu ternyata adalah menantunya yang sudah hilang kontak sejak 19 Agustus 2025.

Jenazah Brigadir Esco disemayamkan di kampung halamannya, di Desa Bonjeruk, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah.

H Saiun tak percaya jika korban sengaja mengakhiri hidupnya.

Apalagi dia menemukan kejanggalan terkait kematian korban.

Saiun menjelaskan, posisi korban yang terikat tali tidak menjulur dari atas ke bawah, namun dari samping dengan posisi tergantung di pohon yang terbilang kecil.

"Masyarakat di sini nggak ada yang percaya dia meninggal karena gantung diri, apalagi saat saya pertama kali menemukannya, tali yang menggantung lehernya itu dia kendor, dan juga posisinya dia telentang miring," kata Saiun.

Saiun juga menyebut bahwa selama ini menantunya dikenal sebagai sosok yang baik, tidak memiliki masalah dengan masyarakat ataupun keluarganya.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Jembatan Gantung, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, Suhaimi.

Suhaimi menduga kematian Brigadir Esco bukan bunuh diri, lantaran banyak kejanggalan terkait kematian korban.

"Masyarakat banyak yang tidak percaya dia bunuh diri, apalagi dia ditemukan tergantung di lereng dengan posisi telentang walaupun tergantung. Tapi kami serahkan ke pihak berwajib, nanti mereka yang lebih tahu kronologis kebenarannya kan," ujarnya.

Curiga Ada Pelaku Lain

Pihak keluarga, yakni ayah Brigadir Esco menduga, anaknya dibunuh orang lantaran banyak kejanggalan-kejanggalan yang terjadi.

Bahkan, Samsul Herawadi menyebut, ada organ tubuh yang hilang pada jasad sang anak. 

"Sangat-sangat banyak (kejanggalan). Kalau ditanya hal kejanggalan sangat banyak karena ada anggota tubuh, organ tubuh yang hilang," jelas Samsul

Samsul menambahkan, ketika dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Polres Lombok Barat, dirinya dibacakan mengenai penyebab kematian Brigadir Esco.

Satu di antaranya luka di bagian tubuh yang diakibatkan benda tumpul. 

Namun, Samsul Herawadi kekeuh itu bukan luka, melainkan ada organ tubuh yang hilang. 

"Saya bilang begini. Mohon maaf Pak, ini bukan luka. Ini hilang organ tubuh. Bukan luka. Namanya luka itu bekas cuma tidak hilang. Jadi di situ luka itu hilang, bukan luka," tegas Samsul warga Bonjeruk Lombok Tengah itu.

Ia kembali mengatakan, anaknya tewas lantaran dibunuh bukan bunuh diri. 

"Yakin pembunuhan, bukan bunuh diri. Paling fatal hukuman mati sudah. Kalau hukuman seumur hidup mungkin kami dari keluarga tidak bisa menerima," harap Samsul.

Oleh sebab itu, Samsul yang juga anggota Satpol PP Lombok Tengah ini, belum menerima kepergian Brigadir Esco begitu saja. 

Samsul Herawadi, meyakini pembunuhan terhadap anaknya tidak mungkin dilakukan oleh Bripka Rizka seorang diri.

Dia menduga ada orang terdekat Briptu Rizka yang turut terlibat.

"Tidak mungkin dia sendiri. Mustahil dia sendiri. Paling tidak terlepas dari keluarganya. Dan saya yakin ada pihak luar yang terlibat dalam hal ini," terang Samsul. 

Meski menantunya sendiri, Samsul meminta aparat tetap menghukum Bripka Rizka seberat-beratnya jika memang terbukti bersalah.

"Dan memohon juga ketika pelaku tersangka dari pihak penegak hukum, ketika itu (keadilan) tidak terlaksana dan keluarga tidak puas, kita juga tidak berani jamin apa yang akan terjadi. Bukan mengancam sih cuma ketidakpuasan keluarga akan berbuat fatal," ujar Samsul.

Luka dan Bekas Hantaman Benda Tumpul

Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyebut hasil visum luar menunjukkan adanya luka di sekujur tubuh korban.

"Ada luka, nggak ada (anggota tubuh hilang) luka saja, itu hasil visum luar," kata Syarif.

Syarif menyebut pihaknya menunggu hasil autopsi untuk memastikan apakah ada unsur kekerasan atau penyebab lain.

"Kita lihat hasil autopsi seperti apa, kemungkinan ada indikasi kekerasan atau seperti apa kita lihat nanti," jelasnya.

Autopsi telah dilakukan di RS Bhayangkara Mataram, namun hasil resminya masih belum diterima dari tim dokter forensik.

Selain luka-luka, visum juga menunjukkan adanya bekas hantaman benda tumpul di beberapa bagian tubuh korban.

Syarif menambahkan, besar kemungkinan penanganan kasus ini akan diambil alih oleh Polda NTB.

"Kemungkinan besar akan diambil alih, ditarik ke Polda," katanya.

Sosok Korban dan Pelaku

Brigadir Esco Faska Rely (29) adalah anggota Polres Lombok Barat yang bertugas di Polsek Sekotong.

Dia tinggal di Dusun Nyiur Lembang, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, bersama istri seorang polwan.

Jarak rumah Brigadir Esco dengan lokasi penemuan jasad sekitar 50 meter.

Istrinya, Briptu Rizka merupakan warga asli Desa Jembatan Gantung, Kecamatan Lembar.

Briptu Rizka bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di Desa Lembar.

Mereka memiliki dua anak berusia tujuh tahun dan dua tahun.

Setelah Briptu Rizka dijadikan tersangka, kedua anak diserahkan kepada orang tua Brigadir Esco.

Brigadir adalah pangkat bintara menengah di Kepolisian RI yang menjalankan tugas operasional seperti intelijen, patroli, dan penyidikan awal.

Sedangkan Briptu adalah pangkat bintara muda di Polri, satu tingkat di atas Bripda.

Warga menilai Brigadir Esco merupakan sosok tertutup dan jarang berkomunikasi dengan warga.

Mertua korban, Suaib mengaku sedih karena cucunya--anak kedua Brigadir Esco--terus-menerus menanyakan keberadaan sang ayah.

"Sedih saya kalau anaknya yang paling kecil nanyain, mana Bapak?, saya sayang sama Bapak? ketika itu langsung saya chat lewat WA, nak di mana kamu, kapan pulang, begitu saya bilang, siapa tau dia mau terbuka sama saya,” ceritanya.

Namun, pesan tersebut tidak pernah dibalas. 

Status pesan hanya centang satu, tanda bahwa pesan tidak pernah diterima oleh ponsel korban.

Kades Suhaimi menyebut korban adalah orang baik. Brigadir Esco juga kerap datang bersilaturahmi ke rumah Kades. 

Kedatangannya tak jauh dari hobi korban yang juga sama-sama pecinta burung dengan Suhaimi.

"Setahu saya orangnya baik, dan sering (Brigadir Esco) ke rumah juga ke kebun, karena dia suka burung, ayam, kadang dia lihat-lihat itu ke rumah," ujarnya.

(SURYAMALANG.COM/TribunMedan/Tribunnews.com/ Tribunlombok /tribun-bogor)

 

Ikuti saluran SURYAMALANG di >>>>> WhatsApp 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved