Malang Raya

Jaksa KPK Ungkap Hasil Penyadapan Telepon dan BBM Anggota DPRD Kota Malang

"Papat, yo? Iku kan kurang 300, mene opo saiki (Empat, ya? Itu kan kurang 300, besok apa sekarang?)," demikian percakapan Priyatmoko dan Suprapto.

Editor: yuli
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Priyatmoko Oetomo saat masih berstatus anggota DPRD Kota Malang berada di ruang tunggu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta untuk menjalani pemeriksaan, Jumat (13/10/2017). Politisi PDI Perjuangan itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono terkait kasus gratifikasi pembahasan APBD Kota Malang tahun 2015. 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Priyatmoko Oetomo, bekas anggota DPRD Kota Malang dari PDI Perjuangan bersikap paling aneh selama mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya di Sidoarjo pada Rabu (10/10/2018) siang.

Priyatmoko diperiksa sebagai saksi bersama koleganya: Wiwik Hendri Astuti, Mohan Katelu, M Zainudin dan Slamet. 

Mereka disidang oleh majelis hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Andi Kurniawan, Arief Suhermanto, dan Dame Maria Silaban.

Saat memeriksa saksi Priyatmoko, tim jaksa memutarkan rekaman percakapan telepon 13 juli 2015 malam.

Jaksa menyebut rekaman itu adalah suara Priyatmoko dengan Suprapto.

Mereka terdengar membicarakan empat fraksi: Demokrat, Golkar, PKB, dan PDI-P.

"Papat, yo? Iku kan kurang 300, mene opo saiki (Empat, ya? Itu kan kurang 300, besok apa sekarang?)," demikian percakapan antara Priyatmoko dan Suprapto.

Tapi Priyatmoko berkelit bahwa itu bukan suaranya. 

"Hmmm, tidak," jawab Priyatmoko, singkat.

Hakim, jaksa dan pengunjung pun menggelengkan kepala, seolah heran dengan Priyatmoko.

Priyatmoko juga sering bersikap seolah tak mendengar, linglung, dan lupa dengan apa inti dari rekaman suara.

Priyatmoko Oetomo saat masih berstatus anggota DPRD Kota Malang berada di ruang tunggu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta untuk menjalani pemeriksaan, Jumat (13/10/2017). Politisi PDI Perjuangan itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono terkait kasus gratifikasi pembahasan APBD Kota Malang tahun 2015.
Priyatmoko Oetomo saat masih berstatus anggota DPRD Kota Malang berada di ruang tunggu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta untuk menjalani pemeriksaan, Jumat (13/10/2017). Politisi PDI Perjuangan itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono terkait kasus gratifikasi pembahasan APBD Kota Malang tahun 2015. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

"Apa betul itu suara bapak dengan Pak Suprapto?" tanya hakim meminta ketegasan Priyatmoko.

Seluruh ruang terhening menanti jawaban Priyatmoko.

Priyatmoko pun sempat terdiam, terlihat ia memegang kepala sembari mengerutkan wajahnya seolah tengah berpikir keras untuk mengingatnya.

Ternyata, ia hanya menggelengkan kepala tanpa menyampaikan sepatah kata pun terkait rekaman tersebut.

Jaksa lalu memutarkan rekaman suara kedua yang terdengar jelas suara Priyatmoko lagi.

"Sing nak Bowo 40 yo (yang di Bowo 40 ya)," suara Priyatmoko dalam rekaman suara telepon.

Lagi lagi, Priyatmoko mengaku tidak tahu.

Tak putus asa, jaksa kembali memutar rekaman ketiga.

Belum rampung rekaman suara diputar, lalu Priyatmoko ditanya jaksa dan hakim kembali.

"Tidak tahu," jawab Priyatmoko. 

Saat ditanya apakah pernah disuruh Surapto sebelum lebaran agar ke rumah dinas Arif Wicaksono (Ketua DPRD), ia mengatakan tak tahu sambil bersikap seperti sakit berat.

Padahal, saat memberikan mikrofon yang digenggamnya kepada rekannya (Zainudin) ia masih bisa berbisik dan memahami apa yang disampaikan rekannya.

Berbeda halnya saat rekaman suara yang diputar jaksa berisi percakapan telepon, dengan volume keras, Priyatmoko seolah tak mendengar. 

Lalu, sekitar pukul 16.30 WIB, sidang ditunda.

Hakim, jaksa, pengacara sampai sejumlah terdakwa dan pengunjung beristirahat.

Sidang ini berlangsung lagi usai salat maghrib hingga malam hari.

KETERANGAN SAKSI LAIN

Sebelumnya, jaksa juga memeriksa kesaksian Mohan Katelu terkait uang hari raya.

Mohan mengakui bila rekaman suara yang diputar saat persidangan adalah suaranya.

"Iya, benar, Pak jaksa," jawab Mohan singkat.

Jaksa Andi menegaskan, dalam rekaman suara pada 6 Juli 2015 terdengar membahas tentang uang hari raya yang jatuh pada 16 Juli 2018 lalu.

"Jadi, pembahasan di telepon itu terkait tentang uang, benar, kan?" Andi mempertegas jawaban Mohan.

Selanjutnya, jaksa bertanya kepada saksi Zainudin.

Jaksa mengungkap pesan dalam room chat Blackberry Messenger (BBM) dari Zainudin kepada Teguh Mulyono dari fraksi PDIP yang terjadi pada 24 juli 2015.

Dalam percakapan itu, ada sebuah gambar seseorang tengah menghitung uang.

Lantas, jaksa mempertanyakan apa maksud dari gambar tersebut.

"BBM ini bukan punya saya, tapi memang benar saya yang mengirim, gambar itu bukan hasil foto dari HP saya, saya tidak ingat dan tidak tahu apakah gambar ini dari grup maupun media sosial, saya nggak paham, itu kan gambarnya orang menghitung uang, itu hanya guyon, itu hanya kebetulan saja saya kirimkan pada tanggal itu," ujar Zainudin saat ditanya jaksa.

Tak sampai di situ, Zainudin juga mengaku tidak ada pertemuan dengan Wali Kota M Anton terkait pembahasan uang pokok pikiran (pokir) seperti yang dimaksutkan saat sidang.

Lalu, jaksa melanjutkan pertanyaannya kepada Wiwik.

Jaksa menyampaikan, pada 9 Agustus 2017 silam, tim KPK menggeledah ruang DPRD Kota Malang. Masalahnya, mengapa Wiwik memerintahkan agar menyeterilkan DPRD?

Mendapat pertanyaan itu, Wiwik justru mengelak.

Wiwik mengaku tidak memerintahkan sterilisasi kantor DPRD Kota Malang.

"HP saya kan disita, seluruh berkas telah disita (KPK)," kilah Wiwik. Pradhitya Fauzi

Baca: Giliran Diadili, Bekas Anggota DPRD Kota Malang ini Mengaku Gila!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved