Malang Raya
Mendadak, Tahanan Narkotika Jalani Tes Dihadapan Dokter dan Psikolog
“Saya sering diberi sabu-sabu gratis teman. Setelah kecanduan, saya disuruh beli. Satu minggu bisa sampai tiga kali dan menghabiskan uang Rp 400.000
Penulis: David Yohanes | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, KEPANJEN - Dengan mengenakan pakaian tahanan Polres Malang, SS (27) menjalani penyidikan di Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Malang, Kamis (12/11/2015).
Bukan menghadap polisi, SS berhadapan dengan seorang dokter, seorang psikolog dan anggota BNN Kabupaten Malang.
SS adalah seorang tersangka kasus narkotika. Namun SS tidak sedang menjalani proses hukum, melainkan proses asesmen atau penilaian kesehatan untuk mendapatkan kesempatan untuk direhabilitasi. Bukan sekedar tanya jawab, SS juga menjalani pemeriksaan medis.
Jika proses asesmen SS dilakukan di ruang medis, AP (30) menjalani proses penilaian secara hukum. AP harus menjawab pertanyaan dari seorang jaksa dari Kejaksaan Negeri Malang, anggota Satreskoba Polres Malang dan seorang sipir Lapas.
Pertanyaannya seputar riwayat AP hingga terjerat sabu-sabu. Sejak kapan, diajak siapa dan berapa sering mengonsumsi sabu-sabu. Meski para penanya terlihat santai, AP tegang menjawab setiap pertanyaan.
“Awalnya saya sering diberi sabu-sabu gratis oleh teman. Setelah kecanduan, saya disuruh beli. Satu minggu bisa sampai tiga kali dan menghabiskan uang Rp 400.000,” ucap AP.
SS dan AP adalah bagian dari sembilan tersangka kasus narkotika di Polres Malang. Mereka harus menjalani asesmen kesehatan dan asesmen hukum. Keduanya untuk memastikan, para tersangka ini berhak menjalani rehabilitasi.
Menurut Kepala BNN Kabupaten Malang, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Basuki Effendi, penegak hukum dan BNN sudah satu visi untuk merehabilitasi korban narkoba.
Yaitu bagi mereka yang selama ini terjerat narkoba, dan bukan sebagai bandar. Karena itu ada tim asesmen hukum dan asesmen kesehatan, untuk memastikan bahwa seorang tersangka benar-benar pemakai.
“Dari asesmen akan ketahuan, mana yang benar-benar pemakai dan mana yang seorang bandar. Para pemakai inilah yang akan kami rehabilitasi. Sementara bandar akan dijerat sesuai hukum yang berlaku,” terang Basuki.
Asesmen hukum dilakukan Polisi, Jaksa, Kemenkumham, Lapas dan BNN. Sedangkan asesmen kesehatan dilakukan Dinas Kesehatan, Psikolog, Psikiater dan BNN.
Lanjut Basuki, jika seseorang dijerat pasal 127 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Meski pun dalam penyidikan, seorang tersangka juga dijerat pasal pengedar.
Meski menjalani proses rehabilitasi, tersangka tetap akan menjalani proses hukum. Namun jika tersangka lolos proses asesmen, hakim bisa membebaskannya.
“Hakim tetap mempunyai pertimbangan sendiri. Jika seorang lolos asesmen dan direhabilitasi, hakim dibenarkan memutus bebas,” ungkap Basuki.