Blitar
Ternyata Direksi DBS dan Karyawan Perusahaan ini Punya ATM Bodong untuk Menipu
Tak hanya satu dua orang yang punya ATM bodong, namun ditengarai semuanya, mulai jajaran direksi sampai karyawan biasa, juga punya.
Penulis: Imam Taufiq | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, BLITAR - Permainan nakal orang dalam PT Dua Belas Suku (DBS) kian terkuak. Tak hanya satu dua orang yang punya ATM bodong, namun ditengarai semuanya, mulai jajaran direksi sampai karyawan biasa, juga punya.
Itu terkuak pada pengakuan Andik, mantan karyawan DBS bagian programer (IT) saat dijadikan saksi untuk yang kedua kalinya pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Blitar, Kamis (19/11) siang.
Pada kesaksiannya, Andik sempat berbelit-belit tatkala ditanya Dr Yapi SH, Ketua Majelis Hakim terkait kepemilikan ATM bodong itu.
Namun setelah ditunjukkan bukti-bukti oleh Yapi, ia akhirnya tak berkutik dan mengakuinya.
"Oh, iya pak hakim, saya punya (ATM bodong)," paparnya.
Mendengar pengakuan Andik, Yapi sempat kesal. Menurutnya, begitu saja, Anda mulai tadi berbelit-belit. Bagaimana, kamu bisa memperoleh ATM bodong itu?," tanya Yapi.
Menurut Andi, itu dibeli dari member yang sudah tak aktif dengan harga Rp 150 ribu per ATM. Karena dirinya yang memegang program di DBS, meski tanpa bayar uang administrasi Rp 750 ribu plus beli account Rp 5 juta ke perusahaan, ATM itu secara otomatis mendapat transferan uang.
Yakni, sekali dapat transfer senilai Rp 6,5 juta. Semula, ia mengakui hanya mendapat transferan sekali, namun setelah dibentak oleh hakim dan ditunjukkan bukti-buktinya, ternyata ATM bodongnya itu dapat transferan berkali-kali.
"Kamu itu suka bohong dan menyulitkan persidangan. Dari tadi, kamu itu seperti petinju, yang bertahan dengan dobel cover. Ada apa kamu ini, ini sidang resmi, bukan main-mainan, ngerti nggak kamu," ujar Benhard Toruan SH, hakim anggota.
Ditanya Benhard, program buatan kamu itu siapa yang mengesahkan, Andik menjawab, tak ada yang mengesahkan.
"Lah kok beraninya kamu menjual program itu, dan dipakai di perusahaan. Itu namanya program bodong, untuk bisnis bodong," papar Benhard, yang disambut gelak tawa para pengunjung sidang, yang tak lain kebanyakan para korban DBS.
Ditanya tujuan kamu membeli ATM bodong itu, buat apa? Andik mengaku buat mencari uang. Namun, Andik ruppanya tak mau disalahkan sendiri. Ia mengaku, kalau ATM bodong seperti itu bukan hanya dirinya sendiri yang punya.
Namun, menurutnya, semua karyawan, bahkan termasuk jajaran direksi, juga melakukan hal yang sama. Yakni, punya ATM bodong dengan cara membeli ke member yang tak aktif.
Ditanya hakim, kalau semua karyawan punya ATM bodong, berarti semua orang dalam perusahaan tahu pasword-nya?
"Iya pak, semuanya tahu paswordnya. Pasword itu buat membuka program pengaturan transferan uang ke nasabah pak hakim," akunya.
Selain Andik, JPU siang itu juga menghadirkan dua saksi lainnya, Andika, dan Denis, keduanya mantan karyawan DBS. Namun, keduanya belum pernah dijadikan saksi di kepolisian maupun di kejaksaan.
Identitas keduanya terbongkar karena kesaksian, Diah, pada sidang sebelumnya.
Saat itu, Diah menjawab pertanyaan hakim, kalau uang DBS itu bisa ditransfer ke orang yang bukan member.
Seperti, Andika dan Denis. Meski tak punya account, namun keduanya mendapat transferan uang Rp 500 juta. Yakni, masing-masing, Andika Rp 300 juta dan Denis Rp 200 ribu. Itu terkuak pada data pembukuan keuangan DBS.
Itu juga dibenarkan saksi Rista, mantan kasir pusat DBS, yang dihadirkan pada sidang siang itu.
Ditanya hakim Yapi terkait keterangan saksi Diah dan Rista, keduanya, Andika dan Denis mengakui, kalau dirinya mendapat uang segitu. Namun, uangnya tak diterima melainkan diambil oleh Natalia, terdakwa, yang saat itu jadi direksi keuangan.
Mendengar kesaksian keduanya, Yapi heran.
"Lo, kok bisa, uang kamu, diambil Bu Natalia? Menurut keduanya, karena selain Natalia itu pimpinannya, juga dirinya bisa kerja di DBS atas jasa Natalia.
Atas keterangan para saksi itu, Yapi menawarkan pada lima terdakwa yang duduk di meja kuasa hukumnya. Yakni, Jefri, Natalia, Rinekso, Yermia, dan Naning.
"Bagaimana keterangan saksi, apakah para terdakwa keberatan? Tanya Yapi. Satu per satu terdakwa, menjawab tidak.
"Berarti keterangan saksi itu benar semua, ya," ujar Yapi, yang dijawab para terdakwa benar pak hakim.
Pada sidang sebelumnya, Senin (16/11) siang, JPU menghadirkan saksi Diah Endar Pratiwi (28), kemitraan PT DBS atau orang pernah dipercaya membawa calon member. Ia mengaku, kalau uang DBS bisa ditransfer ke orang yang bukan member. Itu terdapat pada data keuangan DBS, yang dimilikinya.
Akhirnya, fotokopi dokumen itu diminta JPU.
Isi dokumennya, salah satunya tentang daftar orang yang mendapat transferan uang dari DBS. Padahal, orang itu sudah tak aktif sebagai member. Namun, tetap saja mendapat transferan bagi hasil.
Ternyata, usut punya usut, menurutnya, itu ditengarai hanya akal-akalan orang dalam DBS sendiri, untuk mencari keuntungan. Caranya, ATM milik mantan member itu dibeli seharga Rp 100 ribu.
Selanjutnya, ATM itu tetap mendapat transferan uang, sehingga seakan-akan seperti tetap jadi member DBS.