Malang Raya
Perjuangan Junaidi Mistar Raih Gelar Profesor, Kena Imbas Sanksi Kopertis hingga Kementerian Baru
Sejak Mei 2012 dia sudah mengajukan karena persyaratan akademik terpenuhi. Dia juga memiliki tulisan di empat jurnal internasional.
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: musahadah
SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU - "Alhamdullilah akhirnya jadi profesor," ujar guru besar Bahasa Inggris Universitas Islam Malang (Unisma) Prof Drs H Junaidi Mistar MPd PhD kepada suryamalang.com, Jumat (11/362016).
Sehari-harinya, Junaidi menjabat Wakil Rektor I Unisma.
Gelar akademis tertinggi (guru besar) itu dilalui dengan perjuangan panjang penuh kendala
Sejak Mei 2012 dia sudah mengajukan karena persyaratan akademik terpenuhi. Dia juga memiliki tulisan di empat jurnal internasional.
Proses awal di kopertis dan sudah dinilai/disetujui. Namun sebelum berangkat ke Jakarta, ternyata pada saat itu, Kopertis 7 mendapat sanksi karena ada kasus plagiasi.
"Tidak tahu dari perguruan tinggi mana. Akhirnya saya kena getahnya. Sehingga kopertis tidak bisa mengajukan," tutur Pak Jun, panggilan akrabnya.
Berkas pengajuan itu pun ngendon di kopertis selama 2 tahun . Sampai kemudian pada 2014, sanksi dicabut.
"Tapi bersamaan itu pula, pemerintah membuat aturan baru tentang persentase komponen untuk guru besar," papar pria, kelahiran 3 April 1967 ini.
Ia mencontohkan persentase penelitian 25 persen jadi 45 persen. "Sehingga saat dihitung ulang, saya kurang. Kekurangan itu harus saya penuhi. Untung artikel saya banyak," kata Junaidi yang memperoleh gelar PhD-nya dari Monash University, Australia ini.
Artikel itu harus masuk jurnal. Berikutnya, kopertis melakukan fit and proper test karena khawatir ada plagiasi. Pada Desember 2014, dihadapan tiga orang panelis/penguji, ia dinyatakan lolos.
"Saat semua pemberkasan siap, ada kebijakan baru lagi. Selain ada pemecahan kementerian, ternyata Kemenristek Dikti membuat kebijakan baru. Bahwa mereka tidak menerima ajuan guru besar berbasis berkas," kata alumnus IKIP Malang ini.
Akhirnya, ia mengkreasi lagi. Sebab sistemnya sekarang online. Ia menyelesaikan itu sampai kuartal ketiga 2015 dan tuntas. Per awal Januari 2016, ia resmi menjadi guru besar.
"Setelah saya bisa meraih ini, saya harus mendorong yg lain. Terutama mengirim artikel ke jurnal internasional," papar dia.
Untuk itu harus didukung oleh kemampuan Bahasa Inggris. Sedang untuk koleganya di Fakultas Agama Islam, bisa ke jurnal berbahasa Arab.
"Saya sedang mengidentifikan jurnal-jurnal internasional di share ke teman-teman agar bisa menjadi guru besar," ujarnya.
Bagi yang kemampuan Bahasa Inggrisnya perlu ditingkatkan, ada P2BA (Pusat Pengembangna Bahasa Asing).
Saat ini jumlah doktor di Unisma ada 60 doktor orang. Mereka akan dipacu menulis ke jurnal dan presentasi internasional.
"Sekarang persyaratan mengurus guru besar memang dipermudah dengan online. Tapi syaratnya tetap berat karena harus menulis artikel ke jurnal internasional," pungkasnya.