Malang Raya
Ternyata, Ali Imron Sempat Tolak Lakukan Aksi Bom Bali
Sebelum menyiapakan pembuatan bom seberat sekitar 1 ton lebih untuk teror itu, ia mengaku menyampaikan penolakan kepada Muklas, kakak kandungnya.
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Ali Imron dan Umar Patek menganggap kehadirannya dalam seminar di Kota Malang, Senin (25/4/2016), sebagai momen yang di luar kebiasaan.
Jika selama ditahanan mereka bergumbul dengan orang itu-itu saja, dalam kegiatan itu mereka bisa bertatap muka langsung dengan orang lain. Apalagi, dalam kegiatan itu, mereka hadir sebagai pembicara yang menjadi pusat perhatian ratusan peserta.
Ali Imron bahkan langsung menyampaikan rasa senangnya sesaat setelah berdiri di podium. Beberapa waktu setelah ditangkap dan menjalani penyelidikan di Mapolres Bali, ia bercerita, sudah ingin bertemu dan berbica denga masyarakat luas. Salah satu yang ingin ia sampaikan adalah pemahaman tentang mujahid.
Ia beraharp, masyarakat umum mengetahui secara jelas aksi terorisme dan cara penanggulangannya. Harapan ini memang terdengar aneh. Tapi, jika diruntut ke belakang, Ali Imron termasuk salah satu pelaku Bom Bali 1 yang – menurut pengakuannya – sempat menolak aksi tersebut.
Sebelum menyiapakan pembuatan bom seberat sekitar 1 ton lebih untuk teror itu, ia mengaku menyampaikan penolakan kepada Muklas, kakak kandungnya. Meskipun pada akhirnya, pengeboman tetap terjadi.
Sekadar mengingat kembali aksi tersebut terjadi di Paddy’s Café dan Sari Club di Kuta, Bali pada 12 Oktober 2002 yang mengakibatkan lebih dari 200 orang meninggal dunia.
“Harapan ini (bertemu dengan masyarakat) sudah pernah saya sampaikan di Mapolda Bali saat penyidikan. Saat ini baru tersampaikan,” kata Ali Imron.
Sementara Umar, banyak menceritakan tentang unek-uneknya dalam seminar itu. Terutama tentang pandangan yang sempit tentang para mujahid.
Menurut dia, mujahid yang sebenarnya bukan memerangi masyarakat sipil. Itu sebabnya, itu juga mengaku sempat menolak rencana pengeboman Bom Bali 1 kepada Muklas.
“Aku dan Ali Imron menolak meski bukan pada saat yang bersamaan. Aku menyampaikan penolakan kepada Muklas, sebelumnya Ali juga menyampaikan. Tapi kami tidak pernah bertemu untuk sepakat menyampaikan penolakan itu,” kata dia.
Umar bilang, aksi mujahid tak selalu berhubungan dengan terorisme. Mujahid yang sebenarnya tak memusuhi masyarakat sipil, meskipun berbeda agama. Ia mencontohkan tentang pernikahannya dengan warga Filiphina pada 1998.
Sang istri adalah mualaf yang awalnya beragama Katolik. Kedua orangtuannya menyusul kemudian. Mereka menikah di camp milik Abu Bakar Baasyir. Dalam pernikahan itu, ia meminta juga seluruh keluarga sang istri yang beragama Katolik untuk hadir.