Malang Raya
Satu Desa di Malang, Penduduknya Jadi Perajin Cobek
Untuk mengerjakan cobek ini, ia membeli batu gunung sebanyak 400 batu berukuran besar dalam 1 truk. Batu itu, untuk pasokan cobek dalam satu bulan.
Penulis: Sany Eka Putri | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, SINGOSARI - Setiap penduduk di desa memiliki penghasilan dan pekerjaan utama yang berbeda. Contohnya Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Rata-rata penduduk di desa ini bekerja sebagai perajin cobek dan ulekan dari batu gunung atau galian. Satu di antara penduduk di Desa Toyomarto RT 3/RW 4, Riyati (52) saat didatangi Surya, ia sedang menghaluskan cobek yang sudah berbentuk. Di pekarangan belakang rumahnya, sudah ada 30 cobek yang siap untuk dijual.
Rianti sudah lama menjalani pekerjaan ini. Bahkan, sejak kecil orangtuanya juga menjalani pekerjaan sebagai perajin Cobek. Dikatakannya, tugasnya ini melanjutkan kiriman dari temannya yang lain untuk menghaluskan cobek.
“Dari teman di bawa ke sini dalam bentuk tidak rata atau belum halus. Jadi saya tinggal menghaluskan dengan mesin penghalus dan kemudian di poles dari serpihan batu halus agar tampilannya bagus,” tutur dia sembari menghaluskan cobek.
Dalam sehari, ibu tiga anak ini tidak tentu bisa menghasilkan berapa cobek. Sehari kadang ia bisa menyelesaikan 10 cobek bahkan lebih. Tak peduli pekerjaan ini biasa dilakukan laki-laki, tapi Rianti tetap semangat menghaluskan cobek meskipun penuh dengan debu halus yang membahayakan mata.
Tanpa pengaman seperti kacamata ataupun masker, ia menuntaskan cobek ketiga yang ia buat hari ini.
Untuk menghaluskan satu cobek saja, semisal ukuran sedang, bisa memakan waktu sekitar 2 jam. Sedangkan dia memulai bekerja jam 6 pagi. Untuk mengerjakan cobek ini, ia membeli batu gunung sebanyak 400 batu berukuran besar dalam 1 truk. Batu itu, untuk pasokan cobek dalam satu bulan.
“Belinya langsung dari gunung dibawa ke sini. Ada sendiri yang mengahncurkan batu masih berbentuk kotak-kotak. Ada juga yang bagian menghaluskan, ada juga yang bagian menata. Nah saya kebagian yang menghaluskan. Nggak kuat kalau menata, karena bapaknya sudah tua. Saya sanggupnya tinggal ngehalusin saja,” tutur dia ramah.
Untuk harganya, ia sesuaikan dengan ukuran. Yakni ukuran kecil ia jual dengan harga Rp 15 ribu, yang ukuran besar Rp 20 ribu. Sedangkan yang ukuran paling besar bisa sampai Rp 100 ribu.
Ia juga menjual secara eceran. Ada juga juragan yang langganan ke dirinya untuk membeli. Biasanya kalau dibeli dari juragan, sekali beli bisa sampai 80 biji cobek, baik ukuran kecil maupun yang sedang.
Ia yang juga bekerja sebagai petani ini, mengatakan menjadi perajin cobek dan juga ulekan memang pekerjaan utama. Suatu ketika ia kadang bertani dan juga menghaluskan cobek.
“Bapak (suaminya) kan sudah mengurus ternak sapi, saya kadang-kadang juga bertani. Tapi kalau cobek ini sudah penghasilan utama,” imbuhnya.
Sementara itu, penduduk lainnya, Sutrisno (55), justru mengerjakan dari awal untuk membuat cobek dan ulekan. Penduduk Desa Toyomarto RT 3/RW 6 ini, membeli batu untuk ia kerjakan sendiri.
Ia membeli batu dalam ukuran besar dan kecil sebanyak 1 mobil pick up dengan harga Rp 325 ribu. Dalam sehari ia bisa menghasilkan 10 biji cobek dan ulekan yang ia kerjakan sendiri.
“Mulai dari batu, lalu di tata, di grendo (tata dengan mesin), sampai hasil akhir dihaluskan,” tutur dia.