Malang Raya
Korban Kekerasan Perempuan dan Anak di Kota Malang akan Punya Payung Hukum
Selama ini, pemerintah tak bisa ikut masuk dalam setiap masalah kekerasan karena tidak adanya payung hukum
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Masalah kekerasan kepada perempuan dan anak akan mendapat perhatian khusus setelah UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) terbentuk seusai Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) terbaru. Selama ini, pemerintah tak bisa ikut masuk dalam setiap masalah kekerasan karena tidak adanya payung hukum.
Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (BKBPM) Peni Indriyani mengatakan, pihaknya sudah mulai menyiapkan peraturan wali kota tentang perlindungan perempuan dan anak untuk diajukan setelah badan itu berubah menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana pada tahun mendatang.
Perwal itu akan mengatur dasar hukum perlindungan pemerintah kepada perempuan dan anak yang mengalami kasus kekerasan dalam bentuk apapun. Sebenarnya pemkot sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Perempuan dan Anak. Namun, perda itu belum memberi payung hukum kuat bagi pemerintah untuk menfasilitasi dan pengusutan kasus yang ada. Nah, turunan dalam bentuk perwal itu diharapkan bisa menjadi dasar pengusutan kasus.
“Satu contoh pernah terjadi di Sukun. Kami dengar informasi ada kekerasan. Tim turun. Tapi, orangtua mereka bilang itu urusan rumah tangga. Kami dilarang ikut campur. Hal-hal seperti ini membuat kami sulit masuk ke sana karena tidak ada payung hukum yang mengatur,” kata dia, Rabu (5/10/2016).
Akibatnya, pemkot selama ini hanya berperan sebagai konselor bagi para korban kekerasan.
Dari 29 kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang terjadi sepanjang 2015, Peni menyebut, tidak ada satupun kasus yang terselesaikan hingga proses hukum. Setidaknya begitulah data laporan yang diterima BKBPM. Pun serupa pada kasus sepanjang 2016. Hingga September ini, badan itu mencatat 34 kasus kekerasan pada anak dan perempuan. Hampir seluruh kasus diselesaikan secara kekeluargaan.
“Kekerasan yang masih dominan pada perempuan. Kepada anak relatif sedikit,” tambahnya. Di Kota Malang, faktor utama yang mempengaruhi munculnya kekerasan kepada perempuan yaitu ekonomi. Peni bilang, pemicu yang banyak terjadi adalah kurangnya penghasilan suami yang berakibat cek-cok pasangan. Ujung-ujungnya, perempuan yang menjadi korban kekerasan.
Jika perwal tersebut diterapkan, pihak UPT P2TPA akan bisa mengawal kasus hingga masuk ke ranah hukum. Ia meyakini, para pelaku kekerasan akan memiliki efek jera setelah mengikuti proses hukum. Hal tersebut juga diharapkan menjadi pelajaran bagi para pemimpin rumah tangga lain yang suka main kekerasan terhadap istri.