Malang Raya

Dirawat di Kota Malang, Penderita Kanker Tulang Asal Blitar Tak Mau Kakinya Diamputasi

"Yang bersangkutan menghendaki pulang karena tak mau dioperasi. Itu setelah ia dirawat semalam di RS Malang,"

Penulis: Imam Taufiq | Editor: eko darmoko
SURYA/Imam Taufiq
Mifta tergolek lemah di rumahnya usai pulang paksa dari RSSA Malang, Kamis (10/11/2016). 

SURYAMALANG.COM, BLITAR - Entah bagaimana nasib Miftakhul Choir (16), penderita kanker tulang asal Dusun/Desa Gogohdeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar ini? Sebab, baru semalam dirawat di RSUD Saiful Anwar, Kota Malang, ia akhirnya minta pulang paksa, Rabu (9/11/2016) siang.

Kabarnya, itu karena keluarganya tak mau paha kiri Mifta, yang terdapat benjolan sebesar tabung gas LPG tersebut diamputasi.

"Yang bersangkutan menghendaki pulang karena tak mau dioperasi. Itu setelah ia dirawat semalam di RS Malang," kata dr Miftakhul Huda, Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Blitar, Kamis (10/11/2016).

Menurutnya, rencananya Mifta akan dilakukan tindakan operasi. Yakni, diamputasi. Namun sebelum dilakukan operasi, tim dokter bedah RSSA Malang minta persetujuan ke keluarganya. Namun, hingga ditunggu sampai Rabu (9/11/2016) siang atau sekitar pukul 12.00 WIB, papar Huda, rupanya pihak keluarganya keberatan. Akhirnya, Mifta dibawa pulang paksa dari RS milik Pemprov Jatim tersebut.

"Penyakit seperti itu harus dioperasi (amputasi) karena sudah menjalar ke seluruh tubuhnya. Namun, kalau pihak keluarganya tak mengizinkan, ya tim dokter juga tak berani mengambil tindakan medis," ungkapnya.

Kamis (10/11/2016) siang, pelajar kelas 7 SMK Negeri 1 Kota Blitar itu terlihat kian lemas. Bahkan, benjolan di paha kirinya, terlihat seperti kian membesar. Ia mengaku benjolan besar di paha kirinya terasa kian nyeri dibandingkan beberapa hari sebelumnya. Karena itu, ia hanya bisa tergolek lemah di tempat tidur ruang tamu rumahnya.

"Saat ini, meski tak kami gerakkan, namun paha kiri saya tambah nyeri. Bahkan, rasanya kian sakit semua (cenut-cenut)," ungkapnya, dengan didampingi ibunya, Wiwik (39).

Sementara Wiwik, menuturkan, dirinya tetap akan berusaha mencarikan obat buat anaknya tersebut. Mungkin, katanya, anaknya akan dibawa ke pengobatan alternatif.

"Saya nggak mau, dengan cara yang dilakukan dokter. Saya akan bawa anak saya ke pengobatan alternatif saja," pungkas Wiwik.

Seperti diketahui, penderitaan yang dialami Mifta itu mendapat simpati dari berbagai pihak. Di antaranya, ibu-ibu PKK kecamatan setempat dan ibu-ibu kampungnya. Mereka rela sampai  urunan buat menyumbang orang tuanya selama menjaga Mifta di RS Malang.

Setelah mendapatkan sumbangan dari ibu-ibu itu, Selasa (8/11/2016) siang kemarin, orang tua Mifta bersedia anaknya dibawa ke RS Saiful Anwar Kota Malang. Namun sehari kemudian, Rabu (9/11/2016) malam, ia sudah kembali ke rumahnya lagi.

Kondisi yang dialami Mifta seperti itu sudah berlangsung hampir tiga bulan. Ia sendiri sudah tak masuk sekolah sejak Agustus 2016 lalu. Itu karena ia mengaku tak kuat menahan nyeri di benjolan paha kirinya itu.

Hari-harinya, kini dihabiskan tidur-tiduran di atas kursi panjang karena ia sudah tak bisa bergerak bebas lagi. Bahkan, hanya sekadar jalan saja, anak pertama pasangan Turut (42) dan Wiwik (39) ini sudah tak bisa sehingga harus dipapah. Termasuk, sekadar buang air kecil, atau berak, ia harus di tempatnya, sehingga harus disiapkan bak di bawah tempat tidurnya.

Wiwik menuturkan, penyakit Mifta itu terjadi sekitar pertengahan Agustus 2016 lalu. Itu berawal dari paha kirinya terasa nyeri. Karena dikira terkilir, ia dibawa ke tukang pijat.

Namun, tak ada hasilnya. Tak berselang lama, kaki kirinya mulai tak bisa digerakkan, bahkan jalannya seperti orang pincang. Bersamaan itu, pada paha kirinya itu terasa panas sehingga tiap malam harus dikompres. Ujung-ujungnya, muncul benjolan kecil, hingga akhirnya jadi sebesar itu

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved